Biji Ajaib
HABBATUS SAUDA’
-jinten hitam-
Habbatus
sauda’ yang akrab di telinga masyarakat negeri kita dengan sebutan “jinten
hitam” memang mempunyai banyak manfaat di dalam penyembuhan berbagai penyakit.
Bukti tentang khasiat jinten hitam ini tidak perlu diragukan lagi, karena
dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad shalallah 'alaihi wa salam
yang tidaklah beliau berkata kecuali dari wahyu yang Alloh turunkan kepada
beliau, disamping itu berbagai macam percobaan dan pembuktian medis semakin
menguatkan khasiat biji ajaib ini. Salah satu hadits yang sering dibawakan
dalam menjelaskan khasiat biji ajaib ini adalah :
عن عَائِشَةَ t أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ هَذِهِ الْحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلَّا مِنْ السَّامِ قُلْتُ وَمَا
السَّامُ قَالَ الْمَوْتُ
Dari
‘Aisyah t sesungguhnya
dia pernah mendengar Nabi r
bersabda : “Sesungguhnya pada jinten hitam ini terdapat obat bagi seluruh
penyakit kecuali penyakit “saam”, aku-‘Aisyah- berkata : “Apa itu saam”,
berkata- Nabi shalallah 'alaihi wa salam-:
“kematian”.
v Dari hadits diatas terdapat beberapa
pelajaran penting , antara lain :
1. Beberapa pentafsiran dari para ulama
berkaitan dengan sabda Nabi shalallah 'alaihi wa salam
“obat bagi seluruh penyakit” :
·
Berkata
Al Khottobi : “ Hadits ini termasuk didalam
kategori hadits yang lafadznya umum menyeluruh akan tetapi yang dimaksud adalah
sesuatu yang khusus, karena tidaklah mungkin terkumpul dalam sifat asli suatu
tumbuhan atau pepohonan, semua kekuatan yang bisa melawan dan menyembuhkan
segala macam penyakit yang sangat bervariasi, jenis dan sifat-sifatnya. Akan
tetapi yang dimaksud -“obat bagi seluruh penyakit-“ didalam hadits ini
adalah obat bagi seluruh penyakit yang timbul dari sifat basah, lembab dan
dingin, karena jinten hitam ini mempunyai sifat kering dan panas sehingga bisa
melawan dan mematikan semua penyakit yang sifatnya basah dan dingin saja,
dengan ijin Alloh subhanahu wa ta’ala, karena penggunaan obat itu harus
kebalikan dengan sifat penyakit dan penggunaan asupan makanan itu harus sejenis
dengan sifat penyakit.
·
Berkata
Abu Muhammad bin Abi Jamroh : “Ada
sebagian orang yang menafsirkan makna “obat bagi seluruh penyakit” dalam
hadits diatas dengan makna khusus untuk mengobati penyakit-penyakit yang
sifatnya basah dan dingin saja, dasar penafsiran mereka ini berasal dari
pendapat para dokter dan percobaan-percobaan mereka. Pendapat ini jelas tidak
tepat dan tidak perlu diragukan lagi kesalahannya, karena jelas sekali
bertentangan dengan pendapat dan penjelasan Rasululloh shalallah 'alaihi wa salam yang perkataan beliau berdasarkan dari wahyu
Alloh Ta’ala yang menurunkan semua penyakit, sedangkan perkataan para dokter
tadi hanya berdasarkan percobaan-percobaan yang terkadang benar dan terkadang
salah”.
·
Berkata
Ibn Hajar : “Maksud dari sabda Nabi Muhammad shalallah 'alaihi wa salam
: “obat bagi seluruh penyakit”: bahwa penggunaan habbatus sauda’ agar
bisa mengobati seluruh penyakit adalah dengan tidak hanya dikonsumsi secara “tunggal”
akan tetapi perlu “dikombinasikan” dengan yang lainnya, dan bukan hanya dengan
dimakan atau diminum secara langsung saja, akan tetapi terkadang perlu dengan
ditumbuk terlebih dahulu menjadi serpihan-serpihan kecil baru dikonsumsi,
terkadang juga digunakan dengan diambil minyaknya kemudian baru dimanfaatkan
dengan cara diteteskan, terkadang dengan cara dibalutkan dengan kain, dan dengan
cara-cara yang lainnya yang sesuai dengan jenis penyakitnya, maka dengan ijin
Alloh Ta’ala biji ajaib ini akan dapat mengobati segala macam penyakit,
inilah tafsir yang paling tepat dalam menjelaskan sabda Nabi r
"obat segala penyakit
2. Kematian adalah termasuk suatu
penyakit yang tidak ada obatnya dan tidak akan pernah ditemukan obatnya, yang
pasti akan menyerang semua manusia. Maka hendaklah kita menyadari hal ini
dengan segera mempersiapkan bekal kita dalam mengadapi kematian yang pasti
datang dan tidak ada yang bisa menjegahnya dan tidak ada obatnya, dengan banyak
melakukan ibadah murni kepada Alloh
ta’ala semata sesuai tuntunan Rasululloh r
dan menjauhi larangan-laranganNya.
“ disarikan dari Tuhfatul Ahwadi”
Abul Hasan Ali (staff pengajar SDIT AL FALAH) Cawas, Klaten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar