Minggu, 23 Februari 2020

Siswa SMP Tenggelam di Sleman
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kepala SMP Negeri 1 Turi, Tutik Nurdiyana, mengaku tidak mengetahui program kegiatan susur sungai.
 "Kami atas nama sekolah mohon maaf atas terjadinya musibah ini yang benar-benar tidak kami prediksi dari awal, tidak menduga," ujar Tutik dalam konferensi pers di sekolahnya, Sabtu (22/2/2020).

Tutik mengaku tidak mengetahui adanya kegiatan susur sungai pada Jumat (21/2/2020). Sebab, para pendamping tidak memberikan laporan. "Jujur, saya tidak mengetahui adanya program susur sungai di hari kemarin itu, mereka tidak matur (laporan). Karena mungkin menganggapnya anak-anak biasa, anak Turi susur sungai itu hal biasa," katanya.

Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X meminta pihak pimpinan sekolah untuk bertanggung jawab atas musibah ini.




Bagian Kedelapan : Adab Budi Pekerti Saat Perjalanan

1.     Menundukkan Pandangan (ghadhul bashar)
Allah berfirman dalam al-Qur’an:

قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡ‌ۚ ذَٲلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ (٣٠)وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah kepada laki-laki beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. “Dan Katakanlah kepada wanita-wanita mukminat: ”Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka.…”
 (QS An-Nur ayat 31-32)

2.     Menyingkirkan gangguan dan halangan (kafful adza)
Gangguan dan halangan di jalan ada yang terjadi akibat perbuatan kita dan ada yang karena pihak lain.
a. Menghindarkan diri menjadi halangan
Yang pertama-tama harus kita lakukan ketika berada di jalan adalah menghindarkan diri menjadi bagian dari halangan jalan.
Seorang muslim adalah orang yang senantiasa menjaga orang-orang  muslim selamat dari lisan dan perbuatannya
(HR Bukhari, Muslim, Ahmad, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan ad-Darimi).
Beberapa aktifitas yang sering menjadi halangan jalan antara lain:
o Menyelenggarakan acara di bahu atau badan jalan
Larangan Rasulullah agar tidak duduk-duduk di pinggir jalan barangkali karena kekhawatiran beliau akan terjadinya gangguan fungsi jalan sebagai sarana bagi para pemakai jalan dalam melakukan perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Beliau memberikan dispensasi hanya apabila hak-hak jalan dapat dijaga.
Menyelenggarakan acara seperti pesta pernikahan, pertunjukan, atau lainnya dengan membuat panggung atau tenda di sebagian badan jalan, sebaiknya tidak dilakukan, karena dapat menyebabkan kemacetan atau setidak-tidaknya membuat perjalanan orang terganggu.
o Parkir sembarangan
Memarkir kendaraan yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan orang lain termasuk perbuatan mengambil hak jalan:
Parkir di tepi jalur berputar mengambil hak jalan kendaraan yang sedang berbalik arah. Parkir di jalanan sempit mengambil hak jalan kendaraan yang melewati jalan itu. Parkir di depan pintu garasi orang lain mengambil hak jalan kendaraan tuan rumah. Parkir di tikungan menyebabkan pengguna jalan lainnya berada dalam bahaya.
Hendaklah memarkir kendaraan di tempat yang aman, tidak mengganggu dan membahayakan perjalanan orang lain
o Mengabaikan aturan dan rambu-rambu lalu lintas
Aturan dan rambu-rambu lalu lintas dibuat untuk kelancaran dan keamanan berlalu lintas. Mengabaikannya selama di jalan berakibat terganggunya lalulintas kendaraan dan keamanan pengguna jalan.
Lewatilah jalur jalan yang menjadi hak Anda, jangan mengambil jalur yang menjadi hak orang lain karena membahayakan orang lain dan diri sendiri.
Saat Anda mau belok kanan di depan traffic light, tempat antrian Anda di jalur paling kanan. Bila Anda mengambil jalur kiri, Anda mengambil hak kendaraan yang mau berjalan lurus dan Anda telah melakukan perbuatan yang membahayakan.
Di belokan ada marka jalan di tengah-tengah berupa garis tidak putus-putus, hak Anda melewati jalur sebelah kiri garis. Menjalankan kendaraan hingga keluar garis berarti mengambil hak jalan kendaraan yang berasal dari arah berlawanan dan menjadi potensi bahaya.
Melewati jalur yang bukan hak Anda, berarti telah mengambil hak jalan orang lain.
3.     Tidak membuang hajat di jalan:
:عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah kalian dari La’anaini.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa La’anini itu?” Beliau menjawab: “Orang yang buang hajat di jalan manusia atau di tempat berteduhnya mereka.” (Kitab Muslim HN 397).


4.     Menunjukkan jalan kepada orang yang bertanya
:عَنْ جَابِرٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَشَارَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُشِرْ عَلَيْهِ
Dari Jabir dia berkata; Rasulullah SHALALLAHU ALAIHI WA SALLAM. bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian meminta petunjuk kepada saudaranya, hendaklah ia menunjukkan jalan yang benar.”
(HR Ibnu Majah  3737).


Jumat, 21 Februari 2020


Adab Duduk Dalam Ruangan Bersama :
1. Jika ingin duduk dalam suatu ruangan maka hendaknya mengucapkan salam kemudian duduk di tempat yang tersedia.
Sabda Rasullulah صلی الله عليه وسلم"Bilamana kalian telah sampai pada sebuah majelis, hendaklah mengucapkan salam, dan apabila ingin duduk maka duduklah, kemudian apabila ingin pergi maka ucapkanlah salam, sebab bukankah yang pertama itu lebih baik daripada yang terakhir." (HR At Tirmidzi no 2706, Berkata Al Albani hadits ini hasan shahih).
2. Tidak menyuruh orang lain berdiri, pindah atau menggeser tempat duduknya.
Rasullulah صلی الله عليه وسلم  "Melarang seseorang membangunkan orang lain yang sedang duduk (dari tempatnya semula) kemudian dia duduk padanya, akan tetapi bergeserlah dan berlapanglah." (HR Bukhari).
3. Jika ada yang bangkit dari tempat duduknya kemudian kembali maka dia lebih berhak akan tempat duduknya tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian berdiri dari tempat duduknya kemudian kembali maka dia lebih berhak atasnya” (HR. Tirmidzi no. 2132 dan Ibnu Majah no. 2377)
4. Jangan duduk di tempat orang lain atau memisahkan dua orang yang duduk berdekatan kecuali seizinnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian meminta seseorang berdiri dari tempat duduknya kemudian duduk disitu. Tetapi hendaknya kalian melapangkan atau melonggarkan (agar yang lain bisa duduk)” (HR Muslim no. 11).
Rasulullah juga bersabda, “Tidak halal bagi seseorang untuk memisahkan diantara dua orang kecuali seizin keduanya” (HR. Abu Dawud no. 4825)

8. Jika bangkit dari majelis hendaknya berisfighfar.
Rasulullah kalau bangkit dari majelisnya biasa mengucapkan:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Mahasuci Engkau ya Allah dan dengan pujian atasMu, saya bersaksi tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau, saya memohon ampun dan bertaubat kepadaMu” (HR. Tirmidzi 3433)
9. Ketika duduk di majelis, hendaknya menghindari gaya duduk yang dilarang.
Duduk bersandar dengan tangan kiri dengan membuka Jari-Jemari. .
عَنْ أَبِيهِ الشَّرِيدِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ مَرَّ بِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا جَالِسٌ هَكَذَا وَقَدْ وَضَعْتُ يَدِىَ الْيُسْرَى خَلْفَ ظَهْرِى وَاتَّكَأْتُ عَلَى أَلْيَةِ يَدِى فَقَالَ « أَتَقْعُدُ قِعْدَةَ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ ».
Syirrid bin Suwaid radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah pernah melintas di hadapanku sedang aku duduk seperti ini, yaitu bersandar pada tangan kiriku yang aku letakkan di belakang. Lalu baginda Nabi bersabda, “Adakah engkau duduk sebagaimana duduknya orang-orang yang dimurkai?” (HR. Abu Daud no. 4848. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).


Selasa, 18 Februari 2020


Bagian Keenam : ADAB  MENGUAP DAN BERSIN
1. Apabila seseorang akan menguap, maka hendaknya menahan semampunya dengan jalan menahan mulutnya serta mempertahankannya agar jangan sampai terbuka, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنَ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ.
Kuapan (menguap) itu datangnya dari syaitan. Jika salah seorang di antara kalian ada yang menguap, maka hendaklah ia menahan semampunya” [HR. Al-Bukhari no. 6226 dan Muslim no. 2944. Lafazh ini berdasarkan riwayat al-Bukhari]
2. Apabila tidak mampu menahan, maka tutuplah mulut dengan meletakkan tangannya pada mulutnya, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيْهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
Apabila salah seorang di antara kalian menguap maka hendaklah menutup mulut dengan tangannya karena syaitan akan masuk (ke dalam mulut yang terbuka).” [HR. Muslim no. 2995 (57) dan Abu Dawud no. 5026]
ADAB-ADAB BERSIN

1. Hendaknya orang yang bersin untuk merendahkan suaranya dan tidak secara sengaja mengeraskan suara bersinnya. Hal tersebut berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ.
Bahwasanya apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersin, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup wajah dengan tangan atau kainnya sambil merendahkan suaranya.” [HR. Ahmad II/439, al-Hakim IV/264, Abu Dawud no. 5029, at-Tirmidzi no. 2746. Lihat Shahih at-Tirmidzi II/355 no. 2205]

2. Dianjurkan kepada orang yang bersin untuk mengucapkan alhamdulillaah sesudah ia selesai bersin. Dan tidak disyari’atkan kepada orang-orang yang ada di sekitarnya untuk serta merta mengucapkan pujian kepada Allah (menjawabnya) ketika mendengar orang yang bersin. Telah ada ungkapan pujian yang disyari’atkan bagi orang yang bersin sebagaimana yang tertuang dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu:
اَلْحَمْدُ ِللهِ.
Segala puji bagi Allah” [HR. Al-Bukhari no. 6223, at-Tirmidzi no. 2747]
4. Wajib bagi setiap orang yang mendengar orang bersin (dan mengucapkan alhamdulillah) untuk melakukan tasymit kepadanya, yaitu dengan mengucapkan,
يَرْحَمُكَ اللهُ
Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu.”
Apabila tidak mendengarnya mengucapkan al-hamdulillah, maka janganlah mengucapkan tasymit (ucapan yarhamukallah) baginya, dan tidak perlu mengingatkannya untuk mengucapkan hamdallah (ucapan alhamdulillaah).[1]

6. Apabila orang yang bersin  lebih dari tiga kali, maka tidak perlu dijawab dengan ucapan yarhamukallah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيُشَمِّتْهُ جَلِيْسُهُ، وَإِنْ زَادَ عَلَى ثَلاَثٍ فَهُوَ مَزْكُوْمٌ وَلاَ تُشَمِّتْ بَعْدَ ثَلاَثِ مَرَّاتٍ.
Apabila salah seorang di antara kalian bersin, maka bagi yang duduk di dekatnya (setelah mendengarkan ucapan alhamdulillaah) menjawabnya dengan ucapan yarhamukallah, apabila dia bersin lebih dari tiga kali berarti ia sedang terkena flu dan jangan engkau beri jawaban yarhamukallah setelah tiga kali bersin.” [HR. Abu Dawud no. 5035 dan Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 251. Lihat Shahiihul Jami’ no. 684]
Dan jangan mendo’akan orang yang bersin lebih dari tiga kali serta jangan pula mengucapkan kepadanya do’a:
شَفَاكَ اللهُ وَعَافَاكَ.
Semoga Allah memberikan kesembuhan dan menjagamu.





Pendidikan Anak Berbasis Adab

Mendidik anak usia dini membutuhkan ilmu dan keahlian khusus. Banyak orang tua, guru, sekolah, pondok pesantren dan Lembaga pendidikan gagal dalam pendidikan, karena tidak berlandaskan ilmu dan keahlian dalam pendidikan.

Salah satu hal yang sangat penting dan mendasar dalam pendidikan anak usia dini adalah memberikan pendidikan adab, budi pekerti di awal pembelajaran mereka sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain.


Imam Malik bin Anas, berkata :

“Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota Madinah di masanya-. Ibuku berkata,
تعلم من أدبه قبل علمه

“Pelajarilah adab budi pekerti darinya sebelum mengambil ilmunya.”
[ Siyar : Adz Dzahabi ]

Ada sepuluh (10 ) Pokok Pendidikan Adab Budi Pekerti Untuk Anak :

Bagian Pertama : Adab Budi Pekerti Saat Bertemu Orang Lain.


a.    Tersenyum         :


تبسُّمك في وجْه أخيك صدَقة

Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah

(HR. Tirmidzi Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib)

b.   Bersalaman        :

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

Tidaklah dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, melainkan dosa keduanya sudah diampuni sebelum mereka berpisah(HR. Abu Dawud no. 5.212 dan at-Tirmidzi no. 2.727, dishahihkan oleh al-Albani)

c.    Mengucapkan Salam  :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ   أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ  : تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma bahwa ada seorang yang bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Apakah (amal dalam) Islam yang paling baik? Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Yaitu) kamu memberi makan (orang yang membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang (Muslim) yang kamu kenal maupun tidak kamu kenal”

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلا تُؤْمِنُونَ حَتَّى تَحَابُّوا أَفَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنكُم

Kalian tidak akan masuk Surga sampai kalian beriman (dengan benar) dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai (karena Allâh Azza wa Jalla ). Maukah kalian aku tunjukkan suatu amal yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkan salam di antara kamu”

Senin, 17 Februari 2020


Pendidikan Anak Berbasis Adab Budi Pekerti.
Bagian Kelima : Adab Budi Pekerti Tidur
Pertama: Tidurlah dalam keadaan berwudhu.
Hal ini berdasarkan hadits Al Baro’ bin ‘Azib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ
Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu” (HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)
Kedua : Sebelum berbaring mengibaskan tempat tidurnya.
 “ Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan, ‘bismillaah,’ karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Abu Dawud)
 Ketiga: Tidur berbaring pada sisi kanan.
Hal ini berdasarkan hadits di atas. Adapun manfaatnya sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim, “Tidur berbaring pada sisi kanan dianjurkan dalam Islam agar seseorang tidak kesusahan untuk bangun shalat malam. Tidur pada sisi kanan lebih bermanfaat pada jantung. Sedangkan tidur pada sisi kiri berguna bagi badan (namun membuat seseorang semakin malas)” (Zaadul Ma’ad, 1/321-322).
 Keempat: Meniup kedua telapak tangan sambil membaca surat Al Ikhlash (qul huwallahu ahad), surat Al Falaq (qul a’udzu bi robbil falaq), dan surat An Naas (qul a’udzu bi robbinnaas), masing-masing sekali. Setelah itu mengusap kedua tangan tersebut ke wajah dan bagian tubuh yang dapat dijangkau. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali. Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh istrinya ‘Aisyah.
Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017). Membaca Al Qur’an sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini lebih menenangkan hati dan pikiran daripada sekedar mendengarkan alunan musik.

Kelima: Membaca ayat kursi sebelum tidur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ ، فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . فَذَكَرَ الْحَدِيثَ فَقَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ ، وَلاَ يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَكَ وَهْوَ كَذُوبٌ ، ذَاكَ شَيْطَانٌ »
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menugaskan aku menjaga harta zakat Ramadhan kemudian ada orang yang datang mencuri makanan namun aku merebutnya kembali, lalu aku katakan, “Aku pasti akan mengadukan kamu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam“. Lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan suatu hadits berkenaan masalah ini. Selanjutnya orang yang datang kepadanya tadi berkata, “Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu, bacalah ayat Al Kursi karena dengannya kamu selalu dijaga oleh Allah Ta’ala dan syetan tidak akan dapat mendekatimu sampai pagi“. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Benar apa yang dikatakannya padahal dia itu pendusta. Dia itu syetan“. (HR. Bukhari no. 3275)

Keenam: Membaca do’a sebelum tidur “Bismika allahumma amuutu wa ahyaa”.
Dari Hudzaifah, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ قَالَ « بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا » . وَإِذَا اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا ، وَإِلَيْهِ النُّشُورُ »
Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendak tidur, beliau mengucapkan: ‘Bismika allahumma amuutu wa ahya (Dengan nama-Mu, Ya Allah aku mati dan aku hidup).’ Dan apabila bangun tidur, beliau mengucapkan: “Alhamdulillahilladzii ahyaana ba’da maa amatana wailaihi nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali).” (HR. Bukhari no. 6324)
Masih ada beberapa dzikir sebelum tidur lainnya yang tidak kami sebutkan dalam tulisan kali ini. Silakan menelaahnya di buku Hisnul Muslim, Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni.

Ketujuh: doa jika bangun dipertengahan malam
عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من تعار من الليل فقال : لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير الحمد لله وسبحان الله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله ، ثم قال اللهم اغفر لي أو دعا استجيب له فإن توضأ ثم صلى قبلت صلاته
 رواه البخاري وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه
Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; beliau bersabda, “Barang siapa yang terbangun dari tidurnya pada malam hari, kemudian dia mengucapkan, ‘La ilaha illallah wahdahu la syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qadir, alhamdulillah wa subhanallah wa la ilaha illallah wallahu akbar, wa la hawla wa la quwwata illa billah*‘ kemudian dia berkata ‘Ya Allah, ampunilah aku’ atau dia memanjatkan doa, hal tersebut (istigfar maupun doa itu) akan dikabulkan. Kemudian jika dia berwudhu lalu mendirikan shalat, shalatnya tersebut akan diterima (di sisi Allah).” (Hadits shahih; riwayat Al-Bukhari, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah; lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1:149)



Kedelapan : doa bangun tidur
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ
Alhamdullillahilladzi ahyaanaa bada maa amaatanaa wa ilaihin nushur” [artinya: Segala puji bagi Allah, yang telah membangunkan kami setelah menidurkan kami dan kepada-Nya lah kami dibangkitkan]. (HR. Bukhari no. 6325)




Minggu, 16 Februari 2020


Adab Berbicara      :

1.            Berbicara yang baik                 :

Dengan memilih kata-kata yang baik, sopan sesuai dengan adat istiadat masyarakat setempat.

«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ؛ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ» رواه البخاري ومسلم.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata yang baik atau diam”.
[ HR Muslim ]

2.            Berbicara yang jujur                :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

Dari Abdullâh bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahualaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur.
Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).” [ Ahmad (I/384); al-Bukhâri (no. 6094) dan dalam kitab al-Adabul Mufrad (no. 386) At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.

3.            Berbicara yang lembut

﴿ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ ﴾ [لقمان: 19]

“rendahkanlah suaramu, karena sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai “
[ QS Luqman : 19 ]




4.            Berbicara yang sedang tidak terlalu cepat             :

Tidak terlalu cepat sehingga sulit dipahami orang lain, juga tidak terlalu lambat sehingga membuat bosan orang lain.

عَنْ عَائِشَةَ - رضي الله عنها: (أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُحَدِّثُ حَدِيثًا لَوْ عَدَّهُ الْعَادُّ لأَحْصَاهُ) رواه البخاري.

“Bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam saat berbicara jika ada orang yang menghitung kata-katanya maka akan mampu melakukannya”
[ HR Bukhori ]