Promosi Dengan Menggunakan Hadiah
HUKUM PROMOSI DENGAN MENGGUNAKAN HADIAH
Pada masa sekarang ini, untuk meningkatkan angka penjualan produk,para produsen melakukan penawaran dengan iming-iming hadiah. Corak promosi seperti ini bisa kita dapatkan di pasaran, dengan beragam jenis dan kiatnya. Tinjauan fikih sendiri menyikapo promosi dengan iming-iming hadiah ini amat terperinci. Karena di balik semaraknya berbagai jenis “hadiah” ini, ternyata terselubung tipu muslihat dan perjudian.
Pandangn Fikih Secara Umum
Berkaitan dengan hadiahnya tersebut, bisa ditinjau dari dua sudut pandang.
A. Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian tersebut, disyaratkan dengan membeli produk tertentu.
1). Hadiah tersebut, tidak semua konsumen bisa mendapatkannya.
Dengan kata lain, ada yang mendapatkan hadiah tersebut dan ada juga yang tidak.
Cara promosi berhadiah seperti ini tidak diperbolehkan atau haram. Alasannya, di dalamnya mengandung unsur maysir dan qimar. Sebab, setiap konsumen sudah mengeluarkan biaya, tetapi tidak mendapatkan kepastian dalam hal mendapatkan hadiahnya. Yakni, tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah dan siapa yang tidak. Dari sisi ini juga mengandung unsur gharar.
2). Semua Mendapatkan Hadiah
Metode ini terbebas dari ketidakpastian dan jahalah (tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah).Jadi, jika semua konsumen mendapatkan hadiah, maka jenis promosi seperti ini diperbolehkan, karena tidak termasuk ke dalam maysir ataupun qimar. Hadiah seperti ini termasuk sebagai discount, atau sebagai pemberian secara cuma-cuma (atau Hadiah dalam bahasa Arab).
Dalam promosi menggunakan hadiah ini, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a). Hadiahnya diketahui secara pasti
b). Tidak ada unsur penipuan atau mengelabui konsumen
c). Tidak ada penambahan harga jual produk
d). Bila ada penambahan harga karena hadiah tersebut, maka pihak produsen harus memberitahukannya.
e). Tidak bersifat memaksa konsumen atau memanfaatkan mereka, karena siapa pun ternyata membutuhkan produk yang dimaksud manakala tidak ada hadiahnya. Dengan kata lain, harus diberikan pilihan, membayar lebih dan mendapatkan hadiah sekaligus, atau membayar dengan harga biasa, tetapi tidak mendapatkan hadiah.
B. Ditinjau dari segi keberhasilannya
Yaitu hadiah yang tidak ada kepastian apakah konsumen akan mendapatkan atau tidak. Dari sudut pandang ini, maka hadiah tersebut ada dua macam.
1). Untuk mendapatkan hadiah atau ikut undian diharuskan membayar sejumlah biaya tertentu. Jenis pertama ini hukumnya haram, karena termasuk memakan harta orang lain secara batil. Dan lagi, setiap orang yang terlibat, ia membayar sama kepada penyedia hadiah, tetapi masing-masing tidak memiliki kepastian akan mendapatkan hadiah atau tidak. Demikian inilah bentuk maysir atau qimar.
Di sisi lain, terkadang konsumen berbondong-bondong membeli produk tersebut bukan karena memerlukannya, tetapi semata-mata karena hadiah dibalik undiannya. Yang seperti ini diharamkan, karena mengandung unsur perjudian.
Adapun apabila produknya dapat dijual dengan harga yang biasa (tidak dinaikkan), dan ternyata konsumen juga membelinya karena membutuhkannya, bukan semata-mata karena hadiahnya, maka dalam memandang kasus seperti ini, para ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama
Apabila kemungkinan dari undian tersebut antara untung (mendapatkan hadiah) dan selamat (tidak sampai merugi jika tidak mendapatkan hadiah), maka hukumnya diperbolehkan, sepanjang konsumen membelinya karena membutuhkannya, baik konsumen itu mengetahui tentang adanya undian tersebut maupun tidak.
Adapun jika konsumen mengetahui tentang undian tersebut, lalu ia membeli produk tersebut agar bisa ikut undian, maka hukumnya haram. Sebab, nantinya akan timbul kemungkinan beruntung mendapatkan hadiah, atau merugi karena tidak mendapatkan hadiah.[1>
Pendapat Kedua
Memandang bahwa yang lebih utama, undian seperti ini adalah haram. Pendapat ini beralasan dengan beberapa hal.
a). Tujuan ketika membeli produk adalah urusan hati, dan ini tidak bisa diketahui begitu saja.
b). Undian seperti ini merupakan celah yang membawa kepada taruhan atau perjudian
c). Undian seperti ini lebih sering mengandung unsur gharar, sebab ketika konsumen membeli produk, ia merasa mendapatkan hadiah.
d). Dalam undian seperti ini, juga menimbulkan efek negatif adanya unsur judi. Misalnya memicu sifat iri dengki sesama konsumen, dan mengkondisikan konsumen untuk malas dan mengharapkan sesuatu yang khayal
e). Menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut, walaupun ia tidak benar-benar membutuhkannya, sehingga menimbulkan perbuatan israf dan menyia-nyiakan harta.
f). Membuka celah untuk melakukan tipu daya dan mengelabui orang lain.
Tarjihnya, yang lebih utama adalah haram.
2). Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian, konsumen tidak dibebankan biaya apapun.
Jenis undian seperti ini dipebolehkan. Sebab, hadiah yang disediakan oleh konsumen layaknya pemberian cuma-cuma dan atas kerelaan produsen.
Wallahu ‘alam
Oleh Syaikh Muhammad bin Ali Al-Kamili
Diringkas dari Ahkamul I’lanat At-Tijariyyah, Penerjemah Ustadz Muhammad As-Sundee