KHUTBAH JUM'AT
TOLERANSI DALAM BIMBINGAN AL
QUR’AN DAN AS SUNNAH
Agama Islam adalah
agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Kedalian bagi siapa saja, yaitu
menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya.
Begitu juga dengan toleransi dalam beragama. Agama Islam melarang keras berbuat
zalim dengan agama selain Islam dengan merampas hak-hak mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ
اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن
دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
“Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS.
Al-Mumtahah: 8)
Umat Islam dalam masalah
toleransi terbagi menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok yang berlebihan dan kebablasan dalam
toleransi.
2. Kelompok yang adil dan benar dalam toleransi.
3. Kelompok yang ekstrem tidak mau bertoleransi sama
sekali.
·
TOLERANSI YANG
BENAR :
1. Kepada keluarga yang berbeda agama.
Misalnya ketika orang tua kita
bukan Islam, maka tetap harus berbuat baik dan berbakit kepada mereka dalam hal
muamalah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik.” (QS. Luqman: 15).
2. Kepada tetangga yang berbeda agama
Berikut ini teladan dari
salafus shalih dalam berbuat baik terhadap tetangganya yang Yahudi. Seorang
tabi’in dan beliau adalah ahli tafsir, imam Mujahid, ia berkata, “Saya pernah
berada di sisi Abdullah bin ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong
kambing. Dia lalu berkata,
ياَ
غُلاَمُ! إِذَا فَرَغْتَ فَابْدَأْ بِجَارِنَا الْيَهُوْدِي
”Wahai pembantu! Jika anda
telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga
Yahudi kita terlebih dahulu”.
Lalu ada salah seorang yang
berkata,
آليَهُوْدِي
أَصْلَحَكَ اللهُ؟!
“(kenapa engkau
memberikannya) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisimu”.
‘Abdullah bin ’Amru lalu
berkata,
إِنِّي
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوْصِي بِالْجَارِ، حَتَّى
خَشَيْنَا أَوْ رُؤِيْنَا أَنَّهُ سَيُوّرِّثُهُ
‘Saya mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat terhadap
tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris
kepadanya.” [Bukhori dan Muslim]
3. Dalam urusan bisnis dan jual beli.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا
إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ.
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran tempo dan beliau
menggadaikan baju perangnya.” [Bukhori Muslim]
4. Orang kafir dzimmi secara umum.
مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ
وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka
dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium
dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
·
Toleransi
yang berlebihan
Akan tetapi toleransi ada
batasnya dan tidak boleh kebablasan. Semisal mengucapkan “selamat
natal” dan menghadiri acara ibadah atau ritual kesyirikan agama lainnya. Karena
jika sudah urusan agama, tidak ada toleransi dan saling mendukung.
Suatu ketika, beberapa orang
kafir Quraisy yaitu Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin Wail, Al Aswad Ibnul
Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, mereka menawarkan tolenasi kebablasan kepada
beliau, mereka berkata:
يا
محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله ، فإن
كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد شاركناك فيه ، وأخذنا بحظنا منه . وإن
كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ، كنت قد شركتنا في أمرنا ، وأخذت بحظك منه
“Wahai Muhammad, bagaimana
jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada
Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada
sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan
agama kami, maka kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran
kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.”[4]
Kemudian turunlah ayat berikut
yang menolak keras toleransi kebablasan semacam ini,
قُلْ
يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ
عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ
عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Katakanlah (wahai Muhammad
kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan
untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6).
·
KELOMPOK
YANG TIDAK ADA TOLERANSI.
مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ
وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka
dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari
perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)