Kamis, 13 Desember 2018


KHUTBAH JUM'AT

TOLERANSI DALAM BIMBINGAN AL QUR’AN DAN AS SUNNAH

Agama Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Kedalian bagi siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Begitu juga dengan toleransi dalam beragama. Agama Islam melarang keras berbuat zalim dengan agama selain Islam dengan merampas hak-hak mereka.

 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Mumtahah: 8)

Umat Islam dalam masalah toleransi  terbagi menjadi 3 kelompok :

1.   Kelompok yang berlebihan dan kebablasan dalam toleransi.
2.   Kelompok yang adil dan benar dalam toleransi.
3.   Kelompok yang ekstrem tidak mau bertoleransi sama sekali.

·        TOLERANSI YANG BENAR :

1.   Kepada keluarga yang berbeda agama.
Misalnya ketika orang tua kita bukan Islam, maka tetap harus berbuat baik dan berbakit kepada mereka dalam hal muamalah. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).

2.   Kepada tetangga yang berbeda agama
Berikut ini teladan dari salafus shalih dalam berbuat baik terhadap tetangganya yang Yahudi. Seorang tabi’in dan beliau adalah ahli tafsir, imam Mujahid, ia berkata, “Saya pernah berada di sisi Abdullah bin ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata,

ياَ غُلاَمُ! إِذَا فَرَغْتَ فَابْدَأْ بِجَارِنَا الْيَهُوْدِي
Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu”.
Lalu ada salah seorang yang berkata,
آليَهُوْدِي أَصْلَحَكَ اللهُ؟!
(kenapa engkau memberikannya) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisimu”.
‘Abdullah bin ’Amru lalu berkata,
إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوْصِي بِالْجَارِ، حَتَّى خَشَيْنَا أَوْ رُؤِيْنَا أَنَّهُ سَيُوّرِّثُهُ
‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.” [Bukhori dan Muslim]

3.   Dalam urusan bisnis dan jual beli.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ.
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran tempo dan beliau menggadaikan baju perangnya.” [Bukhori Muslim]
4.   Orang kafir dzimmi secara umum.
مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
·        Toleransi yang berlebihan



Akan tetapi toleransi ada batasnya dan tidak boleh kebablasan. Semisal mengucapkan “selamat natal” dan menghadiri acara ibadah atau ritual kesyirikan agama lainnya. Karena jika sudah urusan agama, tidak ada toleransi dan saling mendukung.
Suatu ketika, beberapa orang kafir Quraisy yaitu Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin Wail, Al Aswad Ibnul Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menawarkan tolenasi kebablasan kepada beliau, mereka berkata:
يا محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله ، فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد شاركناك فيه ، وأخذنا بحظنا منه . وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ، كنت قد شركتنا في أمرنا ، وأخذت بحظك منه
Wahai Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.”[4]
Kemudian turunlah ayat berikut yang menolak keras toleransi kebablasan semacam ini,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6).
·         KELOMPOK YANG TIDAK ADA TOLERANSI.
مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Senin, 10 Desember 2018

 -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menargetkan, melalui sistem zonasi pada tahun depan, siswa tidak perlu lagi mendaftar masuk sekolah. Sebab, namanya sudah terdaftar di sekolah tersebut.

"Kami menargetkan, pada tahun depan siswa tidak perlu lagi mendaftar. Tapi, namanya sudah terdaftar di sekolah yang ada di dekat rumahnya. Mudah sekali sebenarnya, jika zonasi ini diterapkan karena siapa yang masuk SMP tahun depan adalah anak yang duduk di kelas enam sekarang ini," ujar Mendikbud dalam diskusi di Jakarta, Senin (10/12).

Untuk menerapkan sistem zonasi tersebut, diperlukan kerja sama dengan pemerintah daerah, terutama dinas kependudukan dan catatan sipil. Data tersebut juga bisa digunakan untuk pendataan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Sistem zonasi, kata Muhadjir, merupakan puncak dari restorasi pendidikan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). "Zonasi ini mengutamakan kedekatan jarak domisili peserta didik dengan sekolah," jelas dia.

Zonasi tidak hanya digunakan untuk mendekatkan lingkungan sekolah dengan peserta didik, tetapi juga mencegah penumpukan guru berkualitas di suatu sekolah, menghilangkan eksklusivitas, dan mengintegrasikan pendidikan formal dan nonformal. Ke depan, Kemendikbud akan memberikan bantuan berdasarkan sistem zonasi sehingga bantuan bisa terpetakan dan terarah.

Dengan sistem zonasi itu, anggaran bisa difokuskan untuk kesejahteraan guru, peningkatan pelatihan guru, dan anggaran untuk afirmasi. "Kemudian, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) diharapkan bisa dikoordinasikan dengan baik," kata mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.



Mendikbud berharap, ke depan, kebijakan zonasi tersebut bisa dijadikan Perpres. Saat ini, sudah ada sekitar 2.570 zonasi. Mendikbud berharap, bisa meningkat hingga 5.000 zonasi.

Selasa, 04 Desember 2018


Metode Salaf Dalam Pendidikan Anak 12

[ AYAH PERHATIAN LEBIH UNTUK KELUARGA ]

عن حماد بن زيد قال: قال لي أيوب ـ السختياني ـ: لو احتاج أهلي إلى دستجه بقل، لبدأت بها قبلكم.
حلية الأولياء(3/ 10)

Dari Hammad bin Zaid berkata : berkata kepadaku Ayyub Asikhtiyani :
“ Kalau keluargaku membutuhkan sekeranjang sayur maka akan saya penuhi kebutuhan mereka sebelum -mengajar- kalian

[ Hilyah Al Auliya’ : 3 /10 ]



Senin, 03 Desember 2018


Metode Salaf Dalam Pendidikan Anak 10

[ PENGASIH DAN PENYAYANG ]

عن إبراهيم بن شيبان قال: سمعت إسماعيل ابن عبيد يقول: لما حضرت أبي الوفاة، جمع بنيه، وقال، يا بني، عليكم بتقوى الله، وعليكم بالقرآن فتعاهدوه، وعليكم بالصدق؛ حتى لو قتل أحدكم قتيلاً ثم سئل عنه، أقر به؛ والله، ما كذبت كذبه منذ قرأت القرآن؛ يا بني، وعليكم بسلامة الصدور لعامة المسلمين، فوالله، لقد رأيتني وأنا لا أخرج من بابي، وما ألقى مسلماً، إلا والذي في نفسي له، كالذي في نفسي لنفسي؛ أفترون أني لا أحب لنفسي إلا خيراً.

 حلية الأولياء(6/ 85 - 86)

Dari Ibrahim bin Syaiban, berkata : Saya mendengar Ismail bin Ubaid -semoga Allah merahmatinya- berkata :

“ Saat Ayahku menjelang wafat maka beliau mengumpulkan anak-anaknya, sembari berkata :

“ Wahai putra putriku, hendaknya kalian menjaga taqwa kepada Allah ta’ala, hendaknya kalian menjaga Al Qur’an dan senantiasa mengulang-ulangnya, hendaknya kalian menjaga kejujuran, sehingga kalau seandainya kalian membunuh seseorang kemudian ditanya siapa pembunuhnya ? maka akuilah. Demi Allah saya tidak pernah berdusta satu kali dustapun semenjak membaca Al Qur’an.

Wahai putra putriku hendaknya kalian menjaga KESELAMATAN HATI bagi keumuman UMAT ISLAM, demi Allah kalian telah menyaksikanku tidaklah Saya keluar dari pintu rumahku ini, kemudian saya bertemu dengan seorang muslim pun kecuali perasaanku kepada dirinya seperti perasaanku kepada diriku sendiri.
Tentu saja kalian mengetahui perasaan ku terhadap diriku, tidak menginginkan kecuali kebaikan.

[ Hilyah Al Auliya :  6 /85-86 ]




Minggu, 02 Desember 2018


 Metode Pendidikan Salaf # 9

[ SELEKTIF DALAM MEMILIHKAN TEMAN ]

عن عبد الله بن طاووس قال: قال لي أبي: يا بني، صاحب العقلاء تنسب إليهم، وإن لم تكن منهم؛ ولا تصاحب الجهال فتنسب إليهم، وإن لم تكن منهم؛ واعلم، أن لكل شيء غاية، وغاية المرء حسن خلقه.
حلية الأولياء(4/ 13)

Dari Abdullah bin Thawus berkata : Ayahku memberi nasihat kepadaku :

“ Wahai putraku, carilah teman yang berakal (menggunakan akalnya untuk iman dan amal shalih) maka engkau akan termasuk golongan mereka walaupun engkau tidak seperti mereka.
Jangan engkau mencari teman yang bodoh (tidak mau memahami iman dan amal) sehingga dimasukkan dalam golongan mereka, walaupun engkau tidak seperti mereka.
Ketahuilah segala sesuatu ada tujuan utamanya dan puncak tujuan utama seseorang adalah kemuliaan akhlaknya”.

[ Hilyah Al Auliya’ : 4/13 ]