Bimbingan
Fiqh Untuk Pribadi dan Masyarakat
[ HUKUM
MEMBAKAR KERTAS ATAU KAIN BERISI AYAT AL QUR’AN ATAU SYAHADAT ].
Hukum permasalahan
ini dirinci dan perlu ditanya pelakunya, niat dan tujuan melakukan tindakan
tersebut.
1. Jika ada niat perendahan
dan pelecehan maka hukumnya haram :
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ
وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang pelecehan yang
mereka lakukan), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta
maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah 9: 65-66)
2. Jika tidak ada niat pelecehan : maka hukumnya boleh.
Seperti jika
ada kertas atau kain bertuliskan Syahadat jatuh di jalan atau terbuang di
tempat sampah, maka kain tersebut hendaknya dibakar agar tidak tersia siakan.
Ini
merupakan pendapat Malikiyah dan Syafiiyah. Tindakan ini meniru yang dilakukan
oleh Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu, setelah beliau menerbitkan
mushaf induk ‘Al-Imam’, beliau memerintahkan untuk membakar semua catatan
mushaf yang dimiliki semua sahabat. Semua ini dilakukan Utsman untuk
menghindari perpecahan di kalangan umat islam yang tidak memahami perbedaan
cara bacaan Alquran.
Salah
satu saksi sejarah, Mus’ab bin Sa’d mengatakan,
أدركت الناس متوافرين حين حرق عثمان المصاحف ،
فأعجبهم ذلك ، لم ينكر ذلك منهم أحد
Ketika
Utsman membakar mushaf, saya menjumpai banyak sahabat dan sikap Utsman membuat
mereka heran. Namun tidak ada seorangpun yang menyalahkannya (HR. Abu Bakr bin
Abi Daud, dalam al-Mashahif, hlm. 41).
Diantara
tujuan membakar Alquran yang
sudah usang adalah untuk mengamankan firman Allah dan nama Dzat Yang Maha Agung
dari sikap yang tidak selayaknya dilakukan, seperti diinjak, dibuang di tempat
sampah atau yang lainnya.
وفى أمر عثمان بتحريق الصحف والمصاحف حين جمع
القرآن جواز تحريق الكتب التي فيها أسماء الله تعالى ، وأن ذلك إكرام لها ، وصيانة
من الوطء بالأقدام ، وطرحها في ضياع من الأرض
Perintah
Utsman untuk membakar kertas mushaf ketika beliau mengumpulkan Alquran,
menunjukkan bolehnya membakar kitab yang disitu tertulis nama-nama Allah
ta’ala. Dan itu sebagai bentuk memuliakan nama Allah dan menjaganya agar tidak
terinjak kaki atau terbuang sia-sia di tanah (Syarh Shahih Bukhari,
10:226)
Ibnu
Utsaimin mengatakan,
التمزيق لابد أن يأتي على جميع الكلمات والحروف ،
وهذه صعبة إلا أن توجد آلة تمزق تمزيقاً دقيقاً جداً بحيث لا تبقى صورة الحرف..
Menghancurkan
mushaf harus sampai lembut, sehingga hancur semua kata dan huruf. Dan ini
sulit, kecuali jika ada alat untuk menghancurkan yang lembut, sehingga tidak
ada lagi tulisan hurup yang tersisa… (Fatawa Nur ala ad-Darbi, 2:384).
Allahu
a’lam
Fatwa Syaikh Bin Baz :
Tanya:
ِSebagian orang menuliskan ayat
Al-Qur`an atau ucapan bismillahir rahmanir rahim di kartu undangan pernikahan
atau yang lainnya. Padahal kartu ini bisa saja dibuang di tempat sampah setelah
dibaca, terinjak, atau menjadi mainan anak kecil. Lalu apa nasihat anda dalam
hal ini?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz t menjawab:
“Si penulis telah melakukan perkara yang disyariatkan yakni menuliskan ucapan
tasmiyah (bismillah). Bila ia menyebutkan ayat Al-Qur`an yang sesuai di
kartu/surat undangan tersebut maka tidak menjadi masalah. Orang yang menerima
kartu/surat undangan tersebut wajib untuk memuliakannya, karena di dalamnya ada
ayat-ayat Allah l. Jangan dibuang di tempat sampah atau di tempat hina lainnya.
Kalau sampai kartu/surat undangan bertuliskan ayat Al-Qur`an itu ia hinakan
maka ia berdosa. Adapun si penulisnya tidaklah berdosa. Nabi shalallah alaihi wa sallam sendiri
memerintahkan sahabatnya untuk menuliskan ‘Bismillahir rahmanir rahim’ pada
surat-surat yang beliau kirimkan. Dan terkadang beliau memerintahkan untuk
menulis beberapa ayat Al-Qur`an dalam surat tersebut.
Dengan demikian, orang yang menulis hendaklah menuliskan tasmiyah sesuai dengan
yang disyariatkan, dan ia menyebutkan beberapa ayat berikut hadits-hadits
ketika dibutuhkan. Sedangkan orang yang menghinakan tulisan tersebut atau surat
tersebut, ia berdosa. Semestinya ia menjaganya, atau bila ingin membuangnya
(karena sudah tidak terpakai) hendaknya ia bakar atau dipendam. Bila dibuang
begitu saja di tempat sampah, menjadi mainan anak-anak, menjadi pembungkus
barang atau yang semisalnya, ini tidaklah diperbolehkan.
Sebagian orang menjadikan surat kabar dan lembaran (yang di dalamnya ada ucapan
basmalah atau ayat-ayat Al-Qur`an) sebagai alas untuk makanan atau pembungkus
barang yang dibawa ke rumah. Semua ini tidak diperbolehkan karena ada unsur
penghinaan terhadap surat kabar/majalah/lembaran tersebut sementara di dalamnya
tertulis ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah n. Semestinya
lembaran tersebut disimpan di perpustakaannya, atau di tempat mana saja,
dibakar atau dipendam di tempat yang baik. Demikian pula mushaf Al-Qur`an bila
telah sobek tidak bisa lagi digunakan, maka mushaf tersebut dipendam di tanah
yang bersih atau dibakar, sebagaimana dahulu ‘Utsman bin ‘Affan z1 membakar
mushaf-mushaf yang tidak lagi diperlukan.
Kebanyakan manusia tidak memerhatikan perkara ini, sehingga harus diberi
peringatan. Sekali lagi untuk diingat, lembaran dan surat-surat (yang ada ayat
Al-Qur`an) yang tidak lagi dibutuhkan, hendaknya dipendam dalam tanah yang
bersih atau dibakar. Tidak boleh digunakan sebagai pembungkus barang atau yang
lainnya, dijadikan alas makan, atau dibuang di tempat sampah. Semuanya ini
merupakan kemungkaran yang harus dicegah.
Apakah boleh disobek-sobek? Maka jawabannya, kalau cuma disobek dikhawatirkan
masih tertinggal nama Allah atau nama Ar-Rahman atau nama-nama Allah l yang
lain, ataupun tertinggal beberapa potong ayat yang tidak ikut tersobek.
Apakah boleh debu bekas pembakarannya dibiarkan saja diterbangkan oleh angin?
Jawabannya, hal itu tidaklah menjadi masalah. Wallahul musta’an.” (Fatawa Nurun
‘ala Darb, hal. 389-391)