MAAFKANLAH SEDIKIT KEKURANGAN SAUDARA KITA.
SEMOGA ALLAH TA’ALA MEMAAFKAN DOSA-DOSA
KITA.
Allah ta’ala berfirman :
وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا
تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّـهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّـهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS An-nur: 22).
Hendaklah
kesalahan saudara kita, kita sikapi dengan
kasih sayang, dengan nasihat yang baik dengan pendekatan pribadi.
عن أبي رقية تميم بن أوس الداري رضي الله عنه, أن النبي صلى
الله عليه وسلم قال: «الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ» قلنا: لمن؟
قال: «لله, ولكتابه,
ولرسوله, لأئمة المسلمين وعامتهم». رواه مسلم
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu
‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama
itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”.
Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah,
kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR.
Muslim).
Kecuali kesalahan besar dalam masalah kekafiran, kesyirikan dan kebid’ahan
setelah adanya usaha nasihat yang lama dan terus menerus.
·
Siapa Yang Lebih Berat Timbangan Kebaikannya : Bahagia.
Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ * وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا
أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ
“Barangsiapa yang berat
timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat
keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah
orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka
Jahanam” [QS.
Al-Mukminuun : 102-103].
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ * فَهُوَ فِي عِيشَةٍ
رَاضِيَةٍ * وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ * فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ
“Dan
adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka dia berada dalam
kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan
(kebaikan) nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah” [QS. Al-Qaari’ah : 6-9].
Melalui ayat-ayat di atas Allah ta’ala memberikan
penjelasan kepada kita bahwa orang-orang yang selamat, bahagia, dan memperoleh
keberuntungan adalah orang-orang yang kebaikan mereka melebihi kesalahan
mereka.
·
Tidak
disyaratkan bebas dari dosa
Allah tidak mensyaratkan golongan yang mendapatkan
keberuntungan harus terbebas dari kekeliruan, karena Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ
التَّوَّابُونَ
“Setiap anak Aadam pernah
melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang-orang
yang bertaubat” [Diriwayatkan oleh
Ahmad 3/198, At-Tirmidziy no. 2499, Ibnu Maajah no. 4251, dan lain-lain;
dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 2/604].
Sebaliknya, Allah ta’ala tidak
mengatakan bahwa seorang yang celaka tidak mempunyai kebaikan. Akan tetapi
orang yang celaka adalah orang yang keburukan dan kesalahan mereka melebihi
kebaikan.
Dulu, ketika Haathib bin Abi Baltha’ah kedapatan
membocorkan rencana Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam
menyerang Makkah karena kasih saying dan rasa khawatir atas keselamatan keluarganya
di Makkah, para shahabat mencelanya. Bahkan saking geramnya, ‘Umar sampai
meminta izin kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk
membunuhnya. Namun respon yang diberikan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam adalah:
إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ
اللَّهَ أَنْ يَكُونَ قَدِ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ، فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا
شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ "
“Sesungguhnya ia (Haathib)
adalah orang yang turut serta dalam perang Badr. Tahukah engkau bahwa barangkali
Allah telah melihat ahlul-Badr dan berfirman : ‘Berbuatlah sekehendak kalian,
karena Aku telah mengampuni kalian[1]”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3007].
Ibnul-Qayyim rahimahullah berkomentar:
وارتكب مثل ذلك الذنب العظيم فأخبر صلى الله عليه و
سلم انه شهد بدرا فدل على ان مقتضى عقوبته قائم لكن منع من ترتب اثره عليه ماله من
المشهد العظيم فوقعت تلك السقطة العظيمة مغتفرة في جنب ماله من الحسنات
“Dan Haathib sebenarnya telah
berbuat dosa besar, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengkhabarkan
bahwasannya ia ikut hadir dalam perang Badr. Hal itu menunjukkan bahwa sebab
yang menuntut adanya hukumannya sudah ada, akan tetapi pelaksanaannya terhalang
oleh adanya amal yang sangat besar berupa keikutsertaannya hadir dalam perang
Badr, sehingga kesalahan besarnya diampuni di sisi keberadaan
kebaikan-kebaikannya tersebut” [Miftaah Daaris-Sa’aadah, 1/176].
Oleh karena itu, kita mesti memahami hal ini dalam
proses interaksi kepada sesama manusia sehingga kita bisa mendudukkan mana
orang yang layak diberikan penghormatan dan mana pula orang yang layak untuk
dicela dan diberikan peringatan.
Dulu, Ibnu Rajab rahimahullah pernah
berkata:
والمنصف من اغتفر قليل خطأ المرء في كثير صوابه
“Orang yang adil adalah orang yang dapat memaafkan
sedikit kesalahan orang lain yang memiliki banyak kebenaran” [Al-Qawaa’id,
hal. 3].
Ibnu Katsiir saat menyebutkan perihal
gurunya, Ibnu Taimiyyah rahimahumallah, berkata:
وبالجملة فقد كان رحمه الله من كبار العلماء وممن
يخطئ ويصيب ، ولكن خطأه بالنسبة إلى صوابه كنقطة في بحر لجي ، وخطؤه مغفور له
“Dan secara umum, beliau rahimahullah termasuk
diantara ulama besar, dan bisa salah maupun benar. Akan tetapi kesalahannya
dibandingkan dengan kebenarannya seperti titik di tengah lautan luas. Dan
kesalahannya tersebut diampuni (oleh Allah)” [Al-Bidaayah wan-Nihaayah,
14/160].
- Tidak semua kesalahan berujung dosa
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam pernah bersabda:
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ
فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.
“Jika seorang hakim memutuskan (satu perkara)
yang kemudian dia berijtihad lalu benar, maka baginya dua pahala; dan jika dia
memutuskan (satu perkara) kemudian dia berijtihad lalu salah, maka baginya satu
pahala” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7352].
Wallaahul-musta'aan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar