PEDOMAN DALAM MENJAGA
STABILITAS NEGARA
BAGIAN 1
[ WAJIB MENTAATI PEMERINTAH
DALAM HAL KEBAIKAN ]
Dalil-dalil
yang menunjukkan hal tersebut :
ا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(An Nisa 59).
Hadist Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
Disebutkan dalam Shahih
Bukhri (7056) dan Muslim(1709) dari ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu,
dia berkata :
بايعنا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فقال
فيما أخذ علينا أن بايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا وعسرنا ويسرنا
وأثرة
علينا وأن لا ننازع الأمر أهله إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهان
“Kami berbai’at kepada Rasulullah
untuk senantiasa mau mendengar dan taat kepada beliau dalam semua perkara, baik
yang kami senangi ataupun yang kami benci, baik dalam keadaan susah atau dalam
keadaan senang, dan lebih mendahulukan beliau atas diri-diri kami dan supaya
kami menyerahkan setiap perkara-perkara itu kepada ahlinya. Beliau kemudian
bersabda, ‘Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan bisa kau
jadikan hujjah dihadapan Allah.’”
Beliau juga bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ
، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ ، إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً
جَاهِلِيَّةً
“Barang siapa yang melihat pada pemimpinnya suatu perkara ( yang
dia benci ), maka hendaknya dia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang
memisahkan diri dari jama’ah satu jengkal saja kemudian dia mati,maka dia mati
dalam keadaan jahiliyyah.” (HR. Bukhari 7053)
Beliau juga bersabda,
من خلع يدا من طاعة لقي الله يوم القيامة لا حجة له
“Barang siapa yang melepaskan tangannya bai’atnya (memberontak)
hingga tidak taat ( kepada pemimpin ) dia akan mememui Allah dalam keadaan
tidak berhujjah apa-apa.” (HR. Muslim 1848)
Beliau juga bersabda,
اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ
حَبَشِىٌّ
“Dengar dan taatlah kalian kepada pemimpin kalian, walaupun dia seorang
budak Habsy.” (HR. Bukhari)
Beliau juga bersabda,
على المرء المسلم السمع والطاعة فيما أحب وكره إلا أن يؤمر بمعصية
فإن أمر بمعصية فلا سمع ولا طاعة
“ Wajib atas seorang muslim untuk mendengar dan taat (kepada
pemimpin –ed.-) baik dalam perkara yang ia sukai atau dia benci, kecuali dalam
kemaksiatan. Apabila dia diperintah untuk maksiat, tidak boleh mendengar dan
taat.” ¹
Perkataan Para Ulama.
Imam Al-Qadhi ‘Ali bin ‘Ali bin muhammad bin Abi al-Izz ad-Dimasqy rahimahullah (terkenal dengan ibnu Abil ‘Izz wafat th. 792 H), berkata :
Hukum mentaati ulil Amri
adalah wajib (selama tidak dalam kemaksiatan) meskipun mereka berbuat zhalim,
karena kalau keluar dari ketaatan kepada mereka akan menimbulkan kerusakan yang
berlipat ganda dibanding dengan kezhaliman penguasa itu sendiri.
Bahkan bersabar terhadap kezhaliman mereka dapat melebur dosa-dosa dan dapat melipat gandakan pahala. Karena Allah ’azza wajalla tidak akan menguasakan mereka atas diri kita melainkan disebabkan kerusakan amal perbuatan kita juga. Ganjaran itu tergantung amal perbuatan. Maka hendaklah kita bersungguh-sungguh memohon ampun, bertaubat dan memperbaiki amal perbuatan.
Bahkan bersabar terhadap kezhaliman mereka dapat melebur dosa-dosa dan dapat melipat gandakan pahala. Karena Allah ’azza wajalla tidak akan menguasakan mereka atas diri kita melainkan disebabkan kerusakan amal perbuatan kita juga. Ganjaran itu tergantung amal perbuatan. Maka hendaklah kita bersungguh-sungguh memohon ampun, bertaubat dan memperbaiki amal perbuatan.
Imam Al-Barbahari rahimahullah (wafat tahun 329 H) dalam
kitabnya Syarhus Sunnah berkata ,
“Jika engkau melihat seseorang mendo’akan keburukan kepada pemimpin, ketahuilah bahwa ia termasuk salah satu pengikut hawa nafsu, namun jika engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan kepada seorang pemimpin, ketahuilah bahwa ia termasuk Ahlus Sunnah, insya Allah.”
“Jika engkau melihat seseorang mendo’akan keburukan kepada pemimpin, ketahuilah bahwa ia termasuk salah satu pengikut hawa nafsu, namun jika engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan kepada seorang pemimpin, ketahuilah bahwa ia termasuk Ahlus Sunnah, insya Allah.”
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah
berkata:
“Jika aku mempunyai do’a
yang baik yang akan dikabulkan, maka semuanya akan aku tujukan bagi para
pemimpin.” ia ditanya: “Wahai Abu ‘Ali jelaskan maksud ucapan tersebut?”
Beliau berkata: “Apabila do’a itu hanya aku tujukan untuk diriku sendiri, tidak lebih hanya bermanfaat bagi diriku, namun apabila aku tujukan kepada pemimpin dan para pemimpin berubah menjadi baik, maka semua orang dan negara akan merasakan manfaat dan kebaikannya.” ³ Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamajah.
Beliau berkata: “Apabila do’a itu hanya aku tujukan untuk diriku sendiri, tidak lebih hanya bermanfaat bagi diriku, namun apabila aku tujukan kepada pemimpin dan para pemimpin berubah menjadi baik, maka semua orang dan negara akan merasakan manfaat dan kebaikannya.” ³ Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamajah.
Referensi :
Kitab “Al Ihkam” Syaikh
Ibrahiim Ruhaili
© Abul Hasan Ali Cawas
-semoga Allah mengampuni
dosa2 nya, orang tuanya dan keluarganya-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar