Mengapa Anak Berbohong?
Sahabat Keluarga al
Falah–
Kejujuran sangat
dijunjung tinggi di dalam syariat Islam, bagi diri kita dan juga harus kita
ajarkan kepada putra-putri kita.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allâh,
dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur )! [At-Taubah/9:119]
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam :
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى
إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ
يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ
الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى
الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ
عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Kalian wajib berlaku jujur. Sesungguhnya kejujuran akan
mengantarkan kepada kebajikan (ketakwaan) dan sesungguhnya ketakwaan akan
mengantarkan kepada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan selalu
berusaha untuk jujur maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang
shiddiiq (yang sangat jujur). Kalian harus menjauhi kedustaan. Sesungguhnya
kedustaan itu akan mengantarkan kepada perbuatan dosa dan sesungguhnya dosa itu
akan mengantarkan kepada neraka. Jika seseorang senantiasa berdusta dan selalu
berusaha untuk berdusta, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang
kadzdzaab (suka berdusta).
Mengapa anak menjadi
berani berbohong? Itulah pertanyaan yang mesti dilontarkan kepada segenap orang
tua dan guru.
Orang tua dan guru
harus bijak dalam menghadapinya, cari sebabnya kemudian solusinya :
Ada beberapa penyebab,
antara lain
pertama, adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan yang diperoleh anak dari sikap orang tua
atau guru.
Mungkin mereka sering
dimarahi, walau hanya melakukan kesalahan kecil. Orang tua sering berpikir anak
tidak boleh melakukan kesalahan. Ketika melihat anaknya keliru mengikat tali
sepatu, ia mencemooh. Ketika anak salah memasang baterai pada mainannya, orang
tua memarahinya juga. Keliru berbicara juga disalahkan. Bahkan ketika si
anak terjatuh saat bersepeda, pun bisa-bisa dipersalahkan. Bukannya anak
diajari, tetapi justru dia terus-menerus dipersalahkan. Akibatnya anak akan
menjadi ragu dan takut, termasuk takut mengatakan secara jujur.
Kedua, anak takut
terkena hukuman kalau bersikap jujur.
Anak-anak yang
melakukan kesalahan seringkali akan mendapat hukuman. Hukuman itu bisa ringan,
bisa juga berat. Dimarahi, didenda, dibentak, bahkan ada juga yang dihukum
secara fisik. Ini mengakibatkan rasa takut yang berlebihan. Anak akan merasakan
hukuman itu menjadi hantu. Akibatnya mereka sering menutupi kekeliruannya
dengan kebohongan.
Ketiga, kebohongan
anak juga bisa karena pengalaman empiris dari orang tua sendiri.
Tak sadar seringkali
orang tua berbohong di depan anak, yang sebenarnya berpotensi akan ditiru
anak. Orang tua sering mengatakan tidak mempunyai uang saat sang anak
meminta dibelikan sesuatu yang tidak ia setujui, padahal pada saat yang
bersamaan, orang tua bisa membeli sesuatu yang lain. Ini tentu membuat anak
melihat bahwa orang tua telah berbohong. Selanjutnya anak akan menjustifikasi
bahwa berbohong itu biasa.
Keempat, anak memiliki
pikiran bersalah, tetapi ia tidak mempunyai solusi.
Ini juga karena orang tua dianggap tidak bisa
memberi solusi. Atau kalau mempunyai solusi pun, orang tua tidak membantu
tetapi justru menghukum. Akibatnya anak memilih berbohong demi keamanannya.
Kelima, tak sedikit
orang tua yang merasa berbahagia, meski si anak sesungguhnya tengah berbohong.
Anak yang sering dituntut untuk menjadi hebat dalam segala hal akan memiliki
kecenderungan berbohong lebih besar. Ia sering berbohong, karena ia tak
mampu memenuhi tuntutan orang tua, sementara ia tak bisa menolak. Tekanan orang
tua itulah yang akan menyebabkan kebohongan.
Keenam, adanya
perasaan anak tidak dihargai.
Pengakuan anak yang
jujur justru seringkali tidak dihargai. Ketika anak mengatakan ulangan
matematikanya di sekolah mendapatkan nilai jelek karena dia bingung, orang tua
sering marah-marah. Alih-alih memberi semangat atau motivasi, orang tua
memarahinya. Bahkan ketika anak memperoleh nilai 9 dan bukan10 pun, anak tetap
dimarahi dan tidak dihargai. Maka ketika anak kemudian tidak mengatakan
yang jujur, lantas siapa yang disalahkan?
Jadi bagaimana
seharusnya?
Dengarlah anak ketika
ia akan mengatakan yang sejujurnya.
Berilah ia penghargaan
ketika anak mengatakan yang jujur, meski itu sebuah kesalahan.
Jangan membentaknya,
menyalahkannya, dan tak mendengarkan pendapatnya. Jangan sampai anak menjadi
merasa tak berguna berkata jujur kepada orang tua. Hal yang paling parah,
jika si anak kemudian menjatuhkan pilihannya untuk selalu berbohong demi
mengamankan dirinya. Itu hal terburuk yang tidak diinginkan oleh siapapun.
Sumber :
Sahabat pendidikan
Kemendikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar