Tahapan Pendidikan Anak 09
[ AQIQAH
UNTUK KELAHIRAN ANAK ]
Berdasarkan
hadits :
«كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ
السَّابِعِ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ، وَيُسَمَّى»
“ Setiap
bayi tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ke tujuh,
digundul kepalanya dan diberi nama” [ HR Abu
Dawud, An Nasai dan yang lainnya dengan sanad yang shahih ]
Untuk bayi laki-laki 2 ekor
kambing sedangkan perempuan 1 ekor kambing, berdasarkan :
«عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا
يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا»
Untuk bayi
laki-laki 2 ekor kambing dan untuk bayi perempuan 1 ekor kambing, tidak mengapa
kambingnya jenis kelamin jantan atau betina [ HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah
dan yang lainnya dengan sanad yang shahih ]
Sedangkan ketentuan usia dan keadaan
fisik hewan aqiqah sama dengan ketentuan untuk hewan kurban.
Adapun tujuan, manfaat dan hikmah
dari pelaksanaan aqiqah adalah :
1.
Ibadah
mendekatkan diri kepada Allah dengan berkurban menyembelih kambing, sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah ta’ala.
2. Latihan
diri untuk menjadi orang dermawan dan mengalahkan sifat kekikiran.
3. Memberikan
jamuan makan kepada sesama manusia, untuk menciptakan hubungan yang lebih baik.
4. Membebaskan
hambatan syafaat anak kepada orang tua dan sebaliknya syafaat orang tua kepada
anak, saat nanti di akherat.
5. Melestarikan
ajaran Islam dan memberantas upacara-upacara adat jahiliyah yang tidak ada
tuntunannya saat kelahiran anak.
6.
Menyiarkan
nama dan nasab seorang anak.
§ Hukum
Aqiqah setelah hari ke tujuh.
Dalam permasalahan ini ada perbedaan
pendapat di kalangan ulama, maka bagi yang mampu dalam harta dan waktu,
hendaklah melakukannya pada hari ke 7, untuk lebih aman, menghindari perbedaan
pendapat dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Adapun
jika orang tua, belum mampu meng-aqiqah-i pada hari ke tujuh atau masih ada
kesibukan, menurut pendapat yang rojih boleh untuk mengaqiqahi pada hari-hari
kelipatan 7 atau hari-hari lain kapan saja saat dia mampu. Diriwayatkan dari ‘Aisyah
secara mauquf, beliau berkata :
فيأكل ويطعم ويتصدق
وليكن ذلك يوم السابع فإن لم يكن ففي أربعة عشر
فإن لم يكن ففي إحدى وعشرين) وقال الحاكم: صحيح الإسناد ووافقه الذهبي
“Hendaknya
makan, dan memberi makan orang lain, dan bersedekah(dari daging aqiqahnya),
hendaknya dilakukan pada hari ke 7, kalau belum terlaksana, maka pada hari ke
14, kalau belum terlaksana maka pada hari ke 21”.
[Berkata Imam Al Hakim,
Sanadnya shahih dan disepakati Imam Dzahabi]
قال الإمام النووي:
[مذهبنا أن العقيقة لا تفوت بتأخيرها عن اليوم السابع وبه قال جمهور العلماء منهم
عائشة وعطاء وإسحاق] (4). (4) المجموع 8/ 448.
Berkata Imam Nawawi :
”Madzhab kami, aqiqah
tidaklah lepas dengan telah berakhirnya hari ke tujuh, dan ini merupakan
pendapat jumhur(mayoritas) ulama diantara mereka ‘Aisyah, Atho’ dan Ishaq”.
[Majmuu’ 8/448]
وقال الشيخ ابن
قدامة المقدسي: [وإن ذبح قبل ذلك أو بعده أجزأه، لأن المقصود يحصل، (3) المغني 9/ 461.
Berkata Asy Syaikh Ibnu Qudamah Al Maqdisi :
“Kalau seandainya
menyembelih(aqiqah) sebelumnya (hari ke tujuh) atau sesudahnya maka sah
perbuatannya. Karena tujuan utama telah terpenuhi”.
[Al Mughni 9/461]
Dan ini merupakan pendapat ibnu Hazm Adz Dzahiri, Laits bin Saad
dan Muhammad bin Siirin [ Muhalla 6/234, Al Majmuu’ 8/431].
§ Hukum aqiqah untuk
dirinya sendiri :
Dalam permasalahan ini, ada diantaranya 2
pendapat dari kalangan ulama.
1. Boleh
2. Tidak boleh.
Dan kesimpulan dari pendapat mereka adalah :
1.
Kewajiban aqiqah adalah bagi orang tua yang
mampu untuk melaksanakannya.
2.
Sedangkan seorang anak, yang waktu kecil
orang tuanya belum melaksanakan aqiqah untuknya, kemudian anak tersebut setelah
dewasa mempunyai kemampuan dan orang tuanya sudah meninggal misalnya maka BOLEH
dan merupakan hal yang BAIK untuk melaksanakan aqiqah kepada dirinya sendiri.
Berdasarkan :
(أن
النبي - صلى الله عليه وسلم - عق عن نفسه بعد النبوة)
“Sesungguhnya
Nabi-shalallahu ‘alaihi wa sallam, melakukan aqiqah untuk dirinya setelah
beliau diangkat sebagai nabi”.
[HR Baihaqi dan Abdur Razzaq]
Hadits ini diperselisihkan ulama, ada yang
menshahihkan dan ada yang melemahkan, akan tetapi didukung dengan sebagian ‘atsar(perbuatan/ucapan)
salaf :
1. عن الحسن البصري قال: [إذا لم يعق عنك فعق عن
نفسك وإن كنت رجلاً] (2).
2. وقال محمد بن سيرين: [عققت عن نفسي بعد أن
كنت رجلاً] (3).
3. ونقل عن الإمام
أحمد أنه استحسن إن لم يعق عن الإنسان صغيراً أن يعق
عن نفسه كبيراً
وقال: [إن فعله إنسان لم أكرهه] (4).
1. Dari Al Hasan Al Bashri berkata : “Jika
Engkau belum di aqiqahi maka, aqiqahilah dirimu sendiri”.[ Syarh Sunnah 11/264]
2. Dari Muhammad bin Siirin : “Aku
mengaqiqahi diriku sendiri setelah aku dewasa”. [Syarh Sunnah : 11/264]
3. Dari Imam Ahmad saat ditannya tentang
hal tersebut :”Jika dilakukan, aku tidak memakruhkan(melarangnya)”. [Tuhfatul
Mauluud 69]
Berbagi
ilmu dan faidah
Kunjungi
kami
sditalfalahblogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar