Rabu, 25 April 2018

Bekal Puasa # 2

Syarat seseorang wajib berpuasa bulan Ramadhan :

1.   MUSLIM

Tidak sah dan tidak berpahala puasa yang dilakukan orang kafir, sebelum mereka bersyahadat memeluk agama Islam.
فَلاَ نُقِيْمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
“Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.” (QS. Al-Kahfi: 105).
Jika orang kafir masuk Islam, maka baru diwajibkan mereka berpuasa dan tidak perlu mengqodho’ puasa yang mereka tinggalkan saat masih kafir.
قُل لِّلَّذِينَ كَفَرُوا إِن يَنتَهُوا يُغْفَرْ لَهُم مَّا قَدْ سَلَفَ وَإِن يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّتُ الْأَوَّلِينَ
“Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu [ Al Anfal : 38 ]
2.  BALIGH

Tidak ada kewajiban puasa bagi anak kecil yang belum baligh, berdasarkan :
"رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يبلغ، وعن المجنون حتى يعقل" (رواه الإمام أحمد في مسنده)
Pena(catatan amal) diangkat dari 3 golongan : orang yang tidur sampai bangun, dari anak kecil sampai baligh, dari orang gila sampai sadar.
[HR Ahmad dalam musnadnya]

Anak kecil yang belum baligh, terbagi menjadi 2 macam :
§  Anak kecil yang belum baligh tapi sudah mumayyiz.
§  Anak kecil yang belum baligh dan belum mumayyiz.

a.  Mumayyiz artinya akalnya sudah mampu membedakan dan memahami syariat, memahami niat, memahami puasa mengharap pahala dari Allah ta’ala, biasanya saat usia menginjak 7 tahun. Anak usia mumayyiz disunnahkan berpuasa walaupun belum baligh, seperti diriwayatkan dari sebagian shahabat :
Disebutkan dalam hadis dari Rubayi’ binti Muawidz radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sahabat di pagi hari Asyura (10 Muharam) untuk mengumumkan, “Barang siapa yang sejak pagi sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya. Barang siapa yang sudah makan, hendaknya dia puasa di sisa harinya.” Para sahabat mengatakan, “Setelah itu, kami pun puasa dan menyuruh anak-anak kami untuk puasa. Kami pergi ke masjid dan kami buatkan mainan dari bulu. Jika mereka menangis karena minta makan, kami beri mainan itu hingga bisa bertahan sampai waktu berbuka.”
(H.r. Bukhari, no. 1960; Muslim, no. 1136)
Mereka belum wajib berpuasa, karena belum baligh, jika tidak berpuasa tidak berdosa, tetapi kalau mereka berpuasa sah dan berpahala di sisi Allah ta’ala.

b.  Anak kecil belum mumayyiz yang belum memahami niat, belum memahami tujuan ibadah, biasanya dibawah usia 7 tahun. Anak-anak usia tersebut belum diwajibkan berpuasa dan tidak sah dan tidak berpahala puasa yang mereka lakukan karena tidak adanya niat.

3.  Berakal sehat.

Orang yang akalnya tidak sehat, seperti orang gila, idiot tidak diwajibkan puasa, karena puasa adalah ibadah yang butuh niat dan orang yang tidak berakal sehat tidak bisa berniat ibadah.
Termasuk golongan ini adalah orang tua yang sudah pikun, tidak diwajibkan bagi mereka berpuasa dan tidak wajib membayar fidyah.
Berdasarkan hadits “diangkatnya pena pencatatan amal” yang telah lewat.

4.  Berbadan sehat.

Orang sakit jika berpuasa menambah parah penyakitnya atau memperlambat penyembuhan penyakitnya boleh tidak berpuasa.
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)


Jika mereka berpuasa sah puasanya, yang lebih utama adalah yang lebih mempermudah bagi mereka.
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
[ Al Baqarah 185 ]
5.  Mukim

Seseorang dalam perjalanan boleh tidak berpuasa, berdasarkan :
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.

(QS. Al Baqarah: 185)

Jika perjalanannya mudah dan tidak memberatkan maka boleh dan tetap dianjurkan untuk berpuasa.
Jarak safar adalah tujuan yang akan dicapai lebih dari 80 km, menurut perdapat yang terkuat dari kalangan ulama.

Inilah pendapat dari mayoritas ulama dari kalangan Syafi’i, Hambali dan Maliki. Dalil mereka adalah hadits,

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَابْنُ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهم – يَقْصُرَانِ وَيُفْطِرَانِ فِى أَرْبَعَةِ بُرُدٍ وَهْىَ سِتَّةَ عَشَرَ فَرْسَخًا

“Dahulu Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum mengqashar shalat dan tidak berpuasa ketika bersafar menempuh jarak 4 burud (yaitu: 16 farsakh)./ 80 km” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad-. Diwasholkan oleh Al Baihaqi 3: 137. Lihat Al Irwa’ 565 Syaikh Albani)




6.  Bebas haid dan nifas.

Wanita haid dan nifas tidak boleh berpuasa, jika mereka berpuasa tidak sah puasanya.

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِ وَلَمْ تَصُمْ؟ قُلْنَ: بَلَى. قَالَ: فَذلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِيْنِهَا

“Bukankah wanita itu bila haid ia tidak shalat dan tidak puasa?” Para wanita menjawab, “Iya.” Rasulullah berkata, “Maka itulah dari kekurangan agamanya.” (HR. Al-Bukhari no. 304)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar