HUKUM BERDOA SETELAH
SHALAT FARDHU DENGAN MENGANGKAT TANGAN
أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ
تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ
وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Aku wasiatkan padamu wahai Mu’adz. Janganlah engkau tinggalkan
untuk berdo’a setiap dubur shalat (akhir shalat) : Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik.
[Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir pada-Mu, bersyukur pada-Mu, dan
memperbagus ibadah pada-Mu].” (HR. Abu Daud no. 1522. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Dalam hadits ini ada
anjuran berdoa di “DUBUR SHALAT”/ belakang shalat, apa yang dimaksud dubur
shalat yang benar ?
-sebelum salam atau
sesudah salam ?
Untuk memahami hal ini,
alangkah baiknya kita memperhatikan penjelasan Syaikh Ibnu Baz berikut (Majmu’
Fatawa Ibnu Baz 11/194-196) yang kami sarikan berikut ini. Serta ada sedikit
penjelasan dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dan ulama lainnya yang
kami sertakan.
Dubur shalat kadang bermakna
sebelum salam dan kadang pula bermakna sesudah salam.
Terdapat beberapa hadits
yang menunjukkan hal ini. Mayoritasnya menunjukkan bahwa yang dimaksud dubur
shalat adalah akhir shalat SEBELUM SALAM JIKA HAL INI BERKAITAN DENGAN
DO’A.
Sebagaimana dapat
dilihat dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengajarkannya tasyahud padanya, lalu beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ لِيَتَخَيَّرْ مِنْ
الدُّعَاءِ بَعْدُ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ يَدْعُو بِهِ
“Kemudian terserah dia
memilih do’a yang dia sukai untuk berdo’a dengannya.” (HR. Abu Daud no. 825).
Dalam lafazh lain,
ثُمَّ لْيَتَخَيَّرْ بَعْدُ مِنَ
الْمَسْأَلَةِ مَا شَاءَ
“Kemudian terserah dia
memilih setelah itu (setelah tasyahud) do’a yang dia kehendaki (dia sukai).”
(HR. Muslim no. 402, An Nasa’i no. 1298, Abu Daud no. 968, Ad Darimi no. 1340)
Di antara contoh do’a
yang dibaca sebelum salam adalah yang terdapat dalam hadits Mu’adz bahwasanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat padanya,
لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ
صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ
عِبَادَتِكَ
“Janganlah engkau
tinggalkan untuk berdo’a setiap dubur shalat (akhir shalat)[1] : Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik.
[Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir pada-Mu, bersyukur pada-Mu, dan
memperbagus ibadah pada-Mu].” (HR. An Nasa’i no. 1286, Abu Daud no. 1301. Sanad
hadits ini shohih)
Contoh lain dari do’a
yang dibaca sebelum salam adalah do’a yang diajarkan oleh Sa’ad bin Abi Waqosh
radhiyallahu ‘anhu.
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ
مِنَ الْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ
إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ
الْقَبْرِ
“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung
pada-Mu dari hati yang lemah, aku berlindung dari dikembalikan ke umur
yang jelek, aku berlindung kepada-Mu dari musibah dunia dan aku berlindung
pada-Mu dari siksa kubur.”[2]
Adapun setelah salam
yang dituntunkan adalah DZIKIR bukan DOA . berdasarkan
hadits-hadits shohih yang ada.
Contoh yang dimaksud
adalah ketika selesai salam kita membaca :
Astagfirullah, astagfirullah,
astagfirullah. Allahumma antas salam wa minkas salam tabarokta yaa dzal jalali
wal ikrom.
Dzikir ini dibaca oleh
imam, makmum ataupun orang yang shalat sendirian (munfarid). Kemudian setelah
itu imam berbalik ke arah makmum sambil menghadapkan wajahnya ke arah mereka.
Setelah itu imam, makmum, atau orang yang shalat sendirian membaca dzikir :
Kesimpulan :
Yang dimaksud
dengan dubur shalat adalah :
[1]
Setelah tasyahud, sebelum salam. Ini adalah letak kita dianjurkan untuk
berdo’a.
[2]
Setelah shalat, sesudah salam. Ini adalah letak kita dianjurkan untuk
berdzikir.
Kalau Ingin Berdo’a, Sebaiknya
Dilakukan Sebelum Salam
Syaikh Muhammad bin
Sholih Al Utsaimin rahimahullah (Liqo’at Al Bab Al Maftuh,
kaset no. 82) berkata :
Oleh karena itu dapat
kita katakan bahwa apabila engkau ingin berdo’a kepada Allah, maka berdo’alah kepada-Nya sebelum salam. Hal ini karena dua
alasan :
Alasan pertama : Inilah yang diperintahkan oleh Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
membicarakan tentang tasyahud, “Jika selesai (dari tasyahud), maka terserah dia
untuk berdo’a dengan do’a yang dia suka.”
Alasan kedua : Jika engkau berada dalam shalat, maka
berarti engkau sedang bermunajat kepada Rabbmu. Jika engkau telah selesai
mengucapkan salam, berakhir pula munajatmu tersebut. Lalu manakah yang lebih
afdhol (lebih utama), apakah meminta pada Allah ketika bermunajat kepada-Nya
ataukah setelah engkau berpaling (selesai) dari shalat? Jawabannya, tentu yang
pertama yaitu ketika engkau sedang bermunajat kepada Rabbmu.
Adapun ucapan dzikir
setelah menunaikan shalat (setelah salam) yaitu ucapan astagfirullah sebanyak 3 kali. Ini memang do’a,
namun ini adalah do’a yang berkaitan dengan shalat. Ucapan istighfar seseorang
sebanyak tiga kali setelah shalat bertujuan untuk menambal kekurangan yang ada dalam shalat. Maka pada
hakikatnya, ucapan dzikir ini adalah pengulangan dari shalat.
Hukum Mengangkat Tangan untuk
Berdo’a Sesudah Shalat Fardhu
Pembahasan berikut
adalah mengenai hukum mengangkat tangan untuk berdo’a sesudah shalat fardhu.
Berdasarkan penjelasan yang pernah kami angkat, kita telah mendapat
pencerahan bahwa memang mengangkat tangan ketika berdo’a adalah salah satu
sebab terkabulnya do’a. Namun, apakah ini berlaku dalam setiap kondisi?
Sebagaimana penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin bahwa hal ini tidak berlaku pada
setiap kondisi. Ada beberapa contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menunjukkan bahwa beliau tidak mengangkat tangan ketika berdo’a. Agar
lebih jelas, mari kita perhatikan penjelasan Syaikh Ibnu Baz mengenai hukum
mengangkat tangan ketika berdo’a sesudah shalat.
Beliau –rahimahullah-
dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan :
Tidak disyari’atkan
untuk mengangkat kedua tangan (ketika berdo’a) pada kondisi yang kita tidak
temukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan pada saat
itu. Contohnya adalah berdo’a ketika selesai shalat lima waktu, ketika duduk di
antara dua sujud (membaca do’a robbighfirli, pen)
dan ketika berdo’a sebelum salam, juga ketika khutbah jum’at atau shalat ‘ied.
Dalam kondisi seperti ini hendaknya kita tidak mengangkat tangan (ketika
berdo’a) karena memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan
demikian padahal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tauladan kita
dalam hal ini. Namun ketika meminta hujan pada saat khutbah jum’at atau khutbah
‘ied, maka disyariatkan untuk mengangkat tangan sebagaimana dilakukan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka ingatlah kaedah
yang disampaikan oleh beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181)
berikut :
“Kondisi yang
menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan,
maka tidak boleh bagi kita untuk mengangkat tangan. Karena perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam termasuk sunnah,
begitu pula apa yang beliau tinggalkan juga termasuk sunnah.”
Bagaimana Jika Tetap Ingin
Berdo’a Sesudah Shalat?
Ini dibolehkan setelah
berdzikir, namun tidak dengan mengangkat tangan.
Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/178) mengatakan :
“Begitu pula berdo’a
sesudah shalat lima waktu setelah selesai berdzikir, maka tidak terlarang untuk
berdo’a ketika itu karena terdapat hadits yang menunjukkan hal ini. Namun perlu
diperhatikan bahwa tidak perlu mengangkat tangan ketika itu. Alasannya, karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian. Wajib bagi setiap
muslim senantiasa untuk berpedoman pada Al Kitab dan As Sunnah dalam setiap
keadaan dan berhati-hati dalam menyelisihi keduanya. Wallahu waliyyut taufik.”
Bahkan Berdo’a Sesudah Shalat
dan Dzikir adalah Perkara yang Dianjurkan
Dianjurkan seseorang
berdo’a sesudah shalat dan setelah dzikir disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah sebagaimana yang dinukil oleh Syaikh Ali Basam dalam Tawdihul Ahkam
(1/776-777). Syaikhul Islam –rahimahullah- mengatakan :
“Dianjurkan bagi setiap
hamba sesudah shalat dan setelah membaca dzikir semacam istigfar, tahlil,
tasbih, tahmid dan takbir, lalu dia bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dan dia boleh berdo’a sesuai yang dia inginkan. Karena berdo’a
sesudah melakukan aktivitas ibadah semacam ini adalah waktu yang tepat untuk
terkabulnya do’a, apalagi sesudah berdzikir kepada-Nya dan menyanjug-Nya, juga
setelah bershalawat kepada Nabi-Nya. Ini adalah sebab yang sangat ampuh untuk
tercapainya manfaat dan tertolaknya mudhorot (bahaya). ”
Namun yang perlu
diperhatikan sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawanya
(11/168) bahwa do’a sesudah shalat boleh dilakukan, namun tanpa mengangkat
tangan dan tidak bareng-bareng (jama’i). Beliau mengatakan bahwa hal ini tidak
mengapa.
Mengangkat Tangan Untuk Berdo’a
Sesudah Shalat Sunnah
Syaikh Ibnu Baz
–rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan :
Adapun shalat sunnah,
maka aku tidak mengetahui adanya larangan mengangkat tangan ketika berdo’a
setelah selesai shalat. Hal ini berdasarkan keumuman dalil. Namun lebih baik berdo’a sesudah selesai shalat sunnah tidak
dirutinkan. Alasannya, karena tidak terdapat dalil yang menjelaskan
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal ini. Seandainya beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya, maka hal tersebut akan dinukil
kepada kita karena kita ketahui bahwa para sahabat –radhiyallahu ‘anhum
jami’an- rajin untuk menukil setiap perkataan atau perbuatan beliau baik ketika
bepergian atau tidak, atau kondisi lainnya.
Adapun hadits yang
masyhur (sudah tersohor di tengah-tengah umat) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Di dalam shalat, seharusnya engkau merendahkan diri dan
khusyu’. Lalu hendaknya engkau mengangkat kedua tanganmu (sesudah shalat), lalu
katakanlah : Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” Hadits ini adalah hadits yang dho’if
(lemah), sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Ibnu Rajab dan ulama
lainnya. Wallahu waliyyut taufiq.
Demikian pembahasan kami
tentang hukum bedo’a sesudah shalat. Masalah ini adalah masalah ijtihadiyah, yang masih terdapat
perselisihan ulama di dalamnya. Namun demikianlah pendapat yang kami pilih dan
lebih menenangkan hati kami. Kami pun masih menghormati pendapat lainnya dalam
masalah ini.
Semoga Allah senantiasa
memberikan pada kita ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib dan amalan yang
diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar