UNTUK ALLAH TA’ALA
Kita hidup di alam dunia tujuan kita yang utama
adalah untuk beribadah kepada Allah ta’ala. Akan tetapi terkadang dalam
beribadah kepada Allah kita menghadapi ujian, cobaan, kesusahan dan rasa berat.
Salah satu bentuk perintah dan ibadah kepada Allah ta’ala yang susah
dan berat untuk dikerjakan adalah ibadah dalam bentuk ketaatan kepada para pemimpin, kepada para
penguasa, kepada pemerintah.
Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah rasul, dan ulil amri diantara kalian.” (QS.
an-Nisaa’: 59)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,
“Para ulama mengatakan: Yang dimaksud dengan ulil amri adalah orang-orang yang
Allah wajibkan untuk ditaati yaitu penguasa dan pemerintah. Inilah
pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama salaf/terdahulu dan kholaf/belakangan
dari kalangan ahli tafsir maupun ahli fikih dan selainnya.
Terlebih lagi jika kita melihat kekurangan pemimpin kita, keadaan para
pejabat pemerintah yang banyak terjatuh dalam dosa, kemaksiatan dan kedzaliman
kepada para rakyatnya.
Akan tetapi kita sebagai seorang muslim harus senantiasa tunduk, patuh
dan merendah kepada dalil Al Qur’an dan Sunnah.
Kita berjalan dan melangkah jika dalil memerintahkan kita untuk
berjalan.
Dan kita berhenti jika dalil memerintahkan kita untuk berhenti.
Kita sebagai seorang muslim taat kepada pemerintah, karena semata-mata
melaksanakan ketaatan kepada Allah ta’ala.
مَنْ
أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ
أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي.
“Barangsiapa
yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang
durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah, barangsiapa yang taat
kepada pemimpin (yang muslim) maka ia
taat kepadaku dan barangsiapa yang maksiat kepada pemimpin, maka ia maksiat
kepadaku.” [ HR Bukhori Muslim ].
maka hendaknya seorang muslim mengharap pahala dari Allah dengan taat kepada pemerintah, seperti dia berharap pahala dengan ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah -ibadah lainnya.
Kita sebagai seorang muslim ahlus sunnah taat kepada pemerintah bukan
basa-basi kepada mereka,
Kita taat kepada pemerintah bukan berarti menjilat mereka.
Kita taat kepada pemerintah karena semata-mata melaksanakan
perintah Allah dan patuh terhadap sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
عَلَيْكَ
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ
وَأَثَرةٍ عَلَيْكَ
“Hendaknya engkau tetap mendengar dan taat kepada
pemimpin dalam keadaan susah ataupun senang, dalam keadaan rela ataupun
terpaksa, bahkan sekalipun dalam keadaan dia bertindak sewenang-wenang terhadap
kalian.”
(HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Walaupun mereka berbuat dhalim, walaupun mereka berbuat
sewenang-wenang,
Umat Islam ahlus sunnah akan memberikan sikap yang terbaik kepada
mereka...
يا نبي
الله "، ارأيت إن قامت علينا أمراء يسألونا حقهم، ويمنعونا حقنا، فما تأمرنا؟
فأَعرضَ عنه، ثم سأله، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : اسمعوا وأطيعوا؛ فإنما
عليهم ما حُملوا، وعليكم ما حملتم)
رواهُ
مسلم
Wahai Nabi Allah, bagaimana menurut
pendapatmu, jika berkuasa atas kami para pemimpin yang menuntut hak mereka atas
rakyat, tetapi tidak memberikan hak rakyat, apa yang Engkau perintahkan kepada
kami ? Rasulullah berpaling darinya, kemudian orang tersebut bertanya lagi,
maka berkatalah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :
“ Tetap dengar dan taatilah
mereka....sesungguhnya mereka akan menanggung dari perbuatan mereka, dan kalian
akan menanggung perbuatan kalian. [ HR Muslim ]
« يَكُونُ بَعْدِى
أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ
فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ
قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ «
تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ
وَأَطِعْ ».
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat
petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal,
pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah
hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus
aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada
pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah
mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim no. 1847. Lihat
penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykah Al Mashobih,
15/343, Maktabah Syamilah)
Sikap para ulama dalam melaksanakan perintah
pemimpin :
·
Kisah Ammar bin Yasir berkaitan dengan hadits
bolehnya tayammum bagi orang yang junub, Ammar pernah mendengar hadits tersebut
dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi Amiirul Mukminin Umar lupa
hadits tersebut.
Umar
berkata :”Bertaqwalah kepada Allah wahai Ammar “. –hati-hati dalam menyampaikan
hadits-
Ammar
berkata : “Jika Engkau inginkan.... aku tidak akan menyampaikan hadits tersebut
[ HR Muslim 368 ].
·
Kisah Abu Hanifah saat dilarang oleh penguasa
untuk berfatwa, pada saat putrinya bertanya tentang perkara agama, maka jawab
Abu Hanifah : “bertanyalah kepada saudaramu Hammad, karena pemerintah
melarangku untuk berfatwa”.
Mari kita
renungkan sikap Ammar bin Yassir dan Abu Hanifah diatas, menyampaikan hadits
dan menyampaikan ilmu agama adalah sesuatu yang sangat dianjurkan (disunnahkan)
bahkan bisa sampai tingkat kewajiban, tetapi jika pemerintah melarang maka
kepentingan dan maslahat umum lebih di dahulukan daripada maslahat pribadi.
ALLAHU
TA’ALA A’LAM
Abul Hasan
Ali Cawas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar