PEDOMAN PENTING DALAM MEMAHAMI HUBUNGAN ANTARA AL QUR’AN DENGAN SUNNAH
Diriwayatkan dari Makhul, ia berkata :
“Al-Qur’an lebih membutuhkan
As-Sunnah daripada As-Sunnah membutuhkan Al-Qur’an”,
diriwayatkan oleh Said bin
Mansur.
Diriwayatkan dari Yahya bin Abu Katsir, ia berkata :
‘As-Sunnah
memutuskan (menetapkan) Al-Qur’an dan tidaklah Al-Qur’an memutuskan
(menetapkan) As-Sunnah”,
diriwayatkan oleh Ad-Darimi dan Said bin Manshur.
Al-Baihaqi berkata : “Maksud dari ungkapan di atas, bahwa kedudukan
As-Sunnah terhadap Al-Qur’an adalah sebagai yang menerangkan sesuatu yang
datang dari Allah, sebagaimana firman Allah.
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”. [An-Nahl/16 : 44]
Bukan berarti bahwa sesuatu dari As-Sunnah bertentangan dengan
Al-Qur’an, karena sunnah yang shahihah tidak mungkin bertentangan dengan Al
Qur’an dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin dan tidak
berani menentang Al Qur’an.
Allah
ta’ala berfirman,
وَمَا يَنطِقُ عَنِ
الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan
dia tidaklah berbicara dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada
lain adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (QS. An Najm: 3-4)
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ (44) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (45) ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (46) فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ (47) وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (48)
Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan kedustaan
atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.
Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak
ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat
nadi itu. Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar suatu pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa. [Al Haaqah 44-47]
Seorang ulama tabiin, Hassan bin Athiyah pernah mengatakan,
كان
جبريل ينزل على النبي صلى الله عليه وسلم بالسنة كما ينزل عليه بالقرآن
Jibril turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
membawa sunnah sebagaimana Jibril turun kepada beliau dengan membawa al-Quran.
(HR. ad-Darimi dalam Sunannya no. 588 & al-Khatib dalam al-Kifayah no. 12).
Dengan demikian tidak mungkin terjadi kontradiksi antara Al-Qur-an
dengan As-Sunnah selama-lamanya.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah
disunnahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada
Kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga. Sebagaimana Allah
mengabarkan kepada kita dalam firman-Nya :
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ
مُّسْتَقِيمٍ َ صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي
الْأَرْضِ ۗ أَلَا إِلَى اللَّهِ تَصِيرُ الْأُمُورُ
“…Sesungguhnya kamu
benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang
kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah,
bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.” [Asy-Syura: 52-53]
Fungsi Hadits Rasulullah SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu
bermacam–macam. Imam Malik bin Anas menyebutkan lima macam fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan
al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba’ts, bayan al-tasyri’.
Agar masalah ini lebih jelas, maka dibawah ini akan di uraikan satu per
satu :
- Bayan Taqrir
Bayan al-taqrir : Yang dimaksud dengan bayan ini adalah menetapkan
dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Suatu contoh
hadis yang diriwayatkan Bukhari dari Abu Hurairah, yang berbunyi sebagai
berikut:
قَالَ رَسُلُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لاَتُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Artinya: “Rasulullah s.a.w telah bersabda: Tidak diterima shalat
seseorang yang berhadas sebelum ia berwudhu”. (HR.
Bukhari).
Hadis ini mentaqrir QS Al-Maidah (5):6 mengenai
keharusan berwudhu ketika seseorang akan mendirikan shalat. Yang artinya:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki……” (QS.
Al-Maidah (5): 6).
- Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan al-tafsir adalah kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan
rinciaan dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan
persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan
mengkhususkan (takhsish) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat
umum.
Sebagai contoh,
·
merinci ayat yang
global :
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Artinya: “Shalatlah sebagaimana engakau melihat aku shalat”. (HR.
Bukhari).
Salah satunya ayat yang memerintahkan shalat
adalah:
Artinya: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah
beserta orang-orang yang ruku” . (QS. Al-Baqarah (2): 43).
·
Memberi kekhususan ayat
yang umum
Surat al-Maidah ayat 3 tentang darah yang diharamkan,
yaitu:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ (المائدة:3)
“Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah daging babi…”
Rasulullah SAW bersabda tentang halalnya dua bangkai
dan dan dua darah :
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا
الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ
وَالطِّحَال
Telah dihalalkan bagi kami
dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dua darah
itu adalah hati dan limpa. (HR. Ahmad dan
Al-Baihaqi)
- Bayan at-Tasyri’
Yang dimaksud dengan Bayan Al-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran
yang tidak didapati dalam al-Qur’an, atau dalam al-Qur’an hanya terdapat
pokok-pokoknya saja.
Hadits-hadits Rasulullah yang termasuk kedalam kelompok ini diantaranya
hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara
isteri dengan bibinya),
صحيح البخاري (16/ 63)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا
وَلَا بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Seorang wanita tidak boleh dimadu dengan bibinya baik dari
jalur ibu atau ayah.” (H.R.Bukhari)
- Bayan al-Nasakh
Ketiga bayan yang pertama yang telah diuraikan di
atas disepekati oleh para ulama, meskipun untuk bayan yang ketiga ada sedikit
perbedaan yang terutama menyangkut defenisi (pengertian) nya saja.hadits yang
berbunyi :
لاَ وَصِيَةَ لِوَارِثٍ
Artinya: “ tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Hadits ini menurut mereka menasakh isi firman Allah
SWT :
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah
(2): 180).
Dari keterangan ini menunjukkan bahwa memang ada hukum2 Islam yang ada didalam Sunnah tetapi tidak ada didalam Al Qur'an, dan seperti itu bukan berarti As Sunnah bertentangan dengan Al Qur'an, tetapi menjelaskan dan menjabarkan Al Qur'an, karena Al Qur'an adalah pedoman pokok, perlu ada penjabaran.
dan sunnah adalah wahyu dari Allah ta'ala sama dengan Al Qur'an, jadi tidak mungkin bertentangan antara Al Qur'an dan Sunnah yang shahihah, karena semua berasal dari Allah ta'ala.
Allahu a'lam
abul hasan ali cawas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar