POLITIK, KEKUASAAN ATAU PERBAIKAN TAUHID DAN AQIDAH
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ ۖ
Dan sungguhnya Kami telah
mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah Thaghut itu", [ An Nahl : 36 ].
لَقَدْ
أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا
لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
·
Nabi
Nuh :
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada
kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak
ada Tuhan bagimu selain-Nya". Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah
Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). [ Al A’raf
59 ]
·
Nabi Hud :
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Dan kepada kaum ‘Aad, Kami utus saudara mereka yaitu Hud. Dia
berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan
selain-Nya.” (QS. al-A’raaf: 65).
·
Nabi Shalih :
Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dan kepada kaum Tsamud, Kami utus saudara mereka yaitu Shalih.
Dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan
selain-Nya.” (QS. Al-A’raaf: 73).
·
Nabi Syuaib :
Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dan kepada kaum Madyan, Kami utus saudara mereka yaitu
Syu’aib. Dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian
sesembahan selain-Nya.” (QS. Al-A’raaf: 85).
·
Sampai dengan Rasulullah –shalallahu
‘alaihi wa sallam- :
Buktinya
pertanyaan Raja Heraklius kepada Abu Sufyan ketika masa perjanjian Hudaibiyah.
Heraklius menanyakan tentang keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam,”Apa yang diperintahkan kepada kalian?” Aku (Abu Sufyan)
berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اعْبُدُوا
اللَّهَ وَحْدَهُ ، وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ، وَاتْرُكُوا مَا يَقُولُ
آبَاؤُكُمْ ، وَيَأْمُرُنَا بِالصَّلاَةِ وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ
“Sembahlah Allah semata, dan
janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Tinggalkanlah perkataan
nenek moyang kalian! Beliau memerintahkan kami untuk mengerjakan shalat, jujur,
menjaga kehormatan diri, dan menyambung persaudaraan.”
Maka
bagi setiap muslim harus menjadikan tauhid dan aqidah sebagai prioritas
dakwahnya.
·
Dakwah ibadah shalat, puasa, zakat dan
haji, hendaknya dilakukan setelah dakwah tauhid dan aqidah.
اِنَّكَ سَتَأْتِى قَوْمًا مِنْ اَهْلِ اْلكِتَابِ، فَاِذَا جِئْتَهُمْ
فَادْعُهُمْ اِلَى اَنْ يَشْهَدُوْا اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ، وَ اَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، فَاِنْ هُمْ طَاعُوْا لَكَ بِذلِكَ فَاَخْبِرْهُمْ
اَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلّ يَوْمٍ وَ
لَيْلَةٍ، فَاِنْ هُمْ طَاعُوْا لَكَ بِذلِكَ فَاَخْبِرْهُمْ اَنَّ اللهَ قَدْ
فَرَضَ عَلَيْكُمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى
فُقَرَائِهِمْ. فَاِنْ طَاعُوْا لَكَ بِذلِكَ فَاِيَّاكَ وَ كَرَائِمَ
اَمْوَالِهِمْ. وَ اتَّقِ دَعْوَةَ اْلمَظْلُوْمِ، فَاِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَ
بَيْنَ اللهِ حِجَابٌ. البخارى 5: 109
(Hai Mu’adz), bahwasanya kamu akan datang kepada orang-orang ahli kitab,
maka apabila kamu telah sampai kepada mereka, pertama kali ajaklah mereka
kepada mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan
bahwasanya Muhammad itu utusan Allah. Maka jika mereka telah mematuhi kamu
dengan yang demikian itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Lalu jika mereka
telah mematuhi kamu dengan yang demikian itu, maka beritahukanlah kepada mereka
bahwa Allah telah mewajibkan kepada kalian membayar zakat, yang diambil dari
orang-orang kaya mereka, kemudian dikembalikan (dibagikan) kepada orang-orang
miskin mereka. Lalu apabila mereka telah mematuhi kamu dengan yang demikian
itu, maka jagalah kehormatan harta benda mereka. Dan takutlah kamu do’anya
orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara dia
dengan Allah. [HR. Bukhari juz 5, hal. 109].
Bukankah Rasululullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- di kota Makkah 10
hanya dakwah tauhid, bukankah kewajiban shalat 5 waktu turun setelah peristiwa
Isra’ mi’raj, tahun berapakan peristiwa Isra mi’raj ?
·
Dakwah politik mencapai kepemimpinan dalam
rangka penegakan syariat Islam, juga harus dilakukan setelah dakwah tauhid,
seperti perjalanan dakwah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam :
pemerintahan Islam dan penegakan hukum Islam beliau laksanakan di kota Madinah,
setelah Tauhid kokoh dan telah merasuk kuat di seluruh umat Islam dan
kesyirikan telah di tinggalkan.
Kisah
Nabi Musa dengan Firaun seorang penguasa yang paling jahat :
Al-Qur'an mengabadikan,
saat Fir’aun sudah sampai pada puncak ketaghutan dengan mengatakan, “Akulah
tuhanmu yang paling tinggi,” maka Allah mengutus Nabi Musa dan Harun untuk
memperingatkannya dan mendakwahinya seraya berpesan,
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا
لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Maka berbicaralah
kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia
ingat atau takut.” (QS. Thaahaa: 44).
Kenapa Musa tidak
menggulingkan dan memberontak kepada Fir’aun,?
tetapi silakan Engkau miliki kekuasaan yang
terpenting adalah Engkau dan rakyatmu mengesakan Allah ta’ala
pelajaran dari sirah nabi :
Hadits pertama, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata,
جَلَسَ جِبْرِيلُ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَنَظَرَ
إِلَى السَّمَاءِ فَإِذَا مَلَكٌ يَنْزِلُ فَقَالَ جِبْرِيلُ إِنَّ هَذَا
الْمَلَكَ مَا نَزَلَ مُنْذُ يَوْمِ خُلِقَ قَبْلَ السَّاعَةِ فَلَمَّا نَزَلَ
قَالَ يَا مُحَمَّدُ أَرْسَلَنِى إِلَيْكَ رَبُّكَ أَفَمَلَكاً نَبِيًّا
يَجْعَلُكَ أَوْ عَبْداً رَسُولاً قَالَ جِبْرِيلُ تَوَاضَعْ لِرَبِّكَ يَا
مُحَمَّدُ. قَالَ « بَلْ عَبْداً رَسُولاً »
Hadits ke dua, ketika dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mulai merisaukan hati orang-orang kafir Quraisy, maka mereka
mengutus ‘Utbah bin Rabi’ah untuk memberikan beberapa penawaran kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Utbah bin Rabi’ah
berkata,
يَا ابْنَ أَخِي ، إنْ كُنْت إنّمَا تُرِيدُ بِمَا جِئْتَ بِهِ مِنْ
هَذَا الْأَمْرِ مَالًا جَمَعْنَا لَك مِنْ أَمْوَالِنَا حَتّى تَكُونَ
أَكْثَرَنَا مَالًا ، وَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ بِهِ شَرَفًا سَوّدْنَاك عَلَيْنَا ،
حَتّى لَا نَقْطَعَ أَمْرًا دُونَك ، وَإِنْ كُنْت تُرِيدُ بِهِ مُلْكًا
مَلّكْنَاك عَلَيْنَا ؛ وَإِنْ كَانَ هَذَا الّذِي يَأْتِيك رِئْيًا تَرَاهُ لَا
تَسْتَطِيعُ رَدّهُ عَنْ نَفْسِك ، طَلَبْنَا لَك الطّبّ ، وَبَذَلْنَا فِيهِ
غَلَبَ التّابِعُ عَلَى الرّجُلِ حَتّى يُدَاوَى مِنْهُ أَوْ كَمَا قَالَ لَهُ .
حَتّى إذَا فَرَغَ عُتْبَةُ
“Wahai
keponakanku! Jika yang Engkau inginkan dari dakwahmu ini adalah harta, maka
akan kami kumpulkan harta-harta yang kami miliki untukmu sehingga Engkau
menjadi orang yang paling banyak hartanya di antara kami. Jika yang Engkau inginkan
adalah kemuliaan, maka akan kami serahkan kemuliaan itu untukmu, sehingga kami
tidak bisa memutuskan suatu perkara tanpa dirimu. Jika yang Engkau
inginkan adalah menjadi Raja, maka akan kami angkat Engkau menjadi Raja atas
kami. Apabila Engkau terkena jin yang dapat Engkau lihat namun Engkau
tidak dapat menolaknya dari dirimu, maka akan kami carikan pengobatan untukmu.
Kami akan mengerahkan seluruh kemampuan kami untuk mengobatimu, karena
seseorang terkadang dikalahkan oleh jin yang mengikutinya sampai dia diobati
darinya”. Atau sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Utbah, sampai dia
menyelesaikan perkataannya.
Setelah
‘Utbah selesai berbicara, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam kemudian membacakan surat Fushshilat, dan ketika sampai ke ayat
as-sajdah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersujud.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
·
قَدْ سَمِعْتَ يَا أَبَا الْوَلِيدِ مَا
سَمِعْتَ فَأَنْت وَذَاكَ
Hadits ke tiga,
sekelompok orang dari kaum kafir Quraisy berkumpul dan
memberikan penawaran kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan penawaran yang hampir sama dengan penawaran yang
disampaikan oleh ‘Utbah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab,
مَا بِي مَا تَقُولُونَ مَا جِئْتُ بِمَا جِئْتُكُمْ بِهِ أَطْلُبُ
أَمْوَالَكُمْ وَلَا الشّرَفَ فِيكُمْ وَلَا الْمُلْكَ عَلَيْكُمْ وَلَكِنّ اللّهَ
بَعَثَنِي إلَيْكُمْ رَسُولًا ، وَأَنْزَلَ عَلَيّ كِتَابًا ، وَأَمَرَنِي أَنْ
أَكُونَ لَكُمْ بَشِيرًا وَنَذِيرًا ، فَبَلّغْتُكُمْ رِسَالَاتِ رَبّي ،
وَنَصَحْتُ لَكُمْ فَإِنْ تَقْبَلُوا مِنّي مَا جِئْتُكُمْ بِهِ فَهُوَ حَظّكُمْ
فِي الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَإِنّ تَرُدّوهُ عَلَيّ أَصْبِرْ لِأَمْرِ اللّهِ
حَتّى يَحْكُمَ اللّهُ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ
Hadits-hadits
di atas menjadi bantahan telak atas pemikiran yang dimiliki oleh banyak
“tokoh-tokoh Islam” saat ini, yang memulai dakwahnya dengan berusaha merebut
kekuasaan atau dengan mendirikan negara (khilafah). Logika
mereka, syari’at Islam tidak akan bisa dijalankan secara sempurna kecuali dengan
mendirikan sebuah negara (khilafah) terlebih dahulu atau minimal
dapat membuat “undang-undang Islami”. Sehingga perhatian dakwah mereka
selanjutnya adalah bagaimana dapat segera mendirikan sebuah khilafah.
Apa pun dan bagaimana pun kondisi umat yang mereka pimpin (apakah di atas
tauhid ataukah di atas kesyirikan; apakah di atas sunnah ataukah di atas
bid’ah), tidaklah menjadi masalah bagi mereka, yang penting mereka
berhasil mendirikan negara (khilafah) Islam.
Akan
tetapi, beliau tetap memegang teguh manhaj dakwah tauhid
sebagaimana para Rasul sebelumnya. Oleh karena itu, sebagaimana Rasulullah
tidak memulai dakwahnya dengan ambisi merebut kekuasaan, maka beliau juga tidak
mengawali dakwahnya dengan perbaikan ekonomi atau perbaikan sosial budaya.
Bahkan secara alami, penerapan hukum Islam khilafah
islamiyah akan muncul dari masyarakat yang beraqidah yang lurus dan bertauhid
yang kokoh.
·
Seperti dalam kisah shahabat Maiz
bin Malik –semoga Allah meridhainya-
Dari
Buraidah dia berkata:
أَنَّ
مَاعِزَ بْنَ مَالِكٍ الْأَسْلَمِيَّ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِي
وَزَنَيْتُ وَإِنِّي أُرِيدُ أَنْ تُطَهِّرَنِي, فَرَدَّهُ. فَلَمَّا كَانَ مِنْ
الْغَدِ أَتَاهُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَرَدَّهُ
الثَّانِيَةَ. فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ: أَتَعْلَمُونَ بِعَقْلِهِ بَأْسًا تُنْكِرُونَ مِنْهُ
شَيْئًا, فَقَالُوا: مَا نَعْلَمُهُ إِلَّا وَفِيَّ الْعَقْلِ مِنْ صَالِحِينَا
فِيمَا نُرَى. فَأَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمْ أَيْضًا فَسَأَلَ
عَنْهُ فَأَخْبَرُوهُ أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ وَلَا بِعَقْلِهِ. فَلَمَّا كَانَ
الرَّابِعَةَ حَفَرَ لَهُ حُفْرَةً ثُمَّ أَمَرَ بِهِ فَرُجِمَ. قَالَ فَجَاءَتْ
الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ
فَطَهِّرْنِي, وَإِنَّهُ رَدَّهَا. فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ لِمَ تَرُدُّنِي لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا
فَوَاللَّهِ إِنِّي لَحُبْلَى. قَالَ: إِمَّا لَا, فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي.
فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ قَالَتْ: هَذَا قَدْ
وَلَدْتُهُ. قَالَ: اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّى تَفْطِمِيهِ, فَلَمَّا
فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ كِسْرَةُ خُبْزٍ فَقَالَتْ: هَذَا
يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَدْ فَطَمْتُهُ وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ. فَدَفَعَ
الصَّبِيَّ إِلَى رَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا
إِلَى صَدْرِهَا وَأَمَرَ النَّاسَ فَرَجَمُوهَا. فَيُقْبِلُ خَالِدُ بْنُ
الْوَلِيدِ بِحَجَرٍ فَرَمَى رَأْسَهَا فَتَنَضَّحَ الدَّمُ عَلَى وَجْهِ خَالِدٍ
فَسَبَّهَا, فَسَمِعَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبَّهُ
إِيَّاهَا فَقَالَ:
مَهْلًا يَا خَالِدُ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ
تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ. ثُمَّ أَمَرَ بِهَا
فَصَلَّى عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ
“Ma’iz bin Malik Al Aslami pergi menemui Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
aku telah menzhalimi diriku, karena aku telah berzina, oleh karena itu aku
ingin agar anda berkenan membersihkan diriku.” Namun beliau menolak
pengakuannya. Keesokan harinya, dia datang lagi kepada beliau sambil berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Namun beliau tetap menolak
pengakuannya yang kedua kalinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengutus seseorang untuk menemui kaumnya dengan mengatakan: “Apakah kalian tahu
bahwa pada akalnya Ma’iz ada sesuatu yang tidak beres yang kalian ingkari?”
mereka menjawab, “Kami tidak yakin jika Ma’iz terganggu pikirannya, setahu kami
dia adalah orang yang baik dan masih sehat akalnya.” Untuk ketiga kalinya,
Ma’iz bin Malik datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk
membersihkan dirinya dari dosa zina yang telah diperbuatnya. Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengirimkan seseorang menemui kaumnya untuk
menanyakan kondisi akal Ma’iz, namun mereka membetahukan kepada beliau bahwa
akalnya sehat dan termasuk orang yang baik. Ketika Ma’iz bin Malik datang
keempat kalinya kepada beliau, maka beliau memerintahkan untuk membuat lubang
ekskusi bagi Ma’iz. Akhirnya beliau memerintahkan untuk merajamnya, dan hukuman
rajam pun dilaksanakan.”
·
Kisah
kedua : Wanita Ghamidiyah :
Buraidah melanjutkan, “Suatu ketika ada seorang wanita
Ghamidiyah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya
berkata, “Wahai Rasulullah, diriku telah berzina, oleh karena itu sucikanlah
diriku.” Tetapi untuk pertama kalinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
tidak menghiraukan bahkan menolak pengakuan wanita tersebut. Keesokan harinya
wanita tersebut datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil
berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa anda menolak pengakuanku? Sepertinya engkau
menolak pengakuanku sebagaimana engkau telah menolak pengakuan Ma’iz. Demi
Allah, sekarang ini aku sedang mengandung bayi dari hasil hubungan gelap itu.”
Mendengar pengakuan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sekiranya kamu ingin tetap bertaubat, maka pulanglah sampai kamu melahirkan.”
Setelah melahirkan, wanita itu datang lagi kepada beliau sambil menggendong
bayinya yang dibungkus dengan kain, dia berkata, “Inilah bayi yang telah aku
lahirkan.” Beliau lalu bersabda: “Kembali dan susuilah bayimu sampai kamu
menyapihnya.” Setelah mamasuki masa sapihannya, wanita itu datang lagi dengan membawa
bayinya, sementara di tangan bayi tersebut ada sekerat roti, lalu wanita itu
berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi kecil ini telah aku sapih, dan dia sudah dapat
menikmati makanannya sendiri.” Kemudian beliau memberikan bayi tersebut kepada
seseorang di antara kaum muslimin, dan memerintahkan untuk melaksanakan hukuman
rajam. Akhirnya wanita itu ditanam dalam tanah hingga sebatas dada. Setelah itu
beliau memerintahkan orang-orang supaya melemparinya dengan batu. Sementara
itu, Khalid bin Walid ikut serta melempari kepala wanita tersebut dengan batu,
tiba-tiba percikan darahnya mengenai wajah Khalid, seketika itu dia mencaci
maki wanita tersebut. Ketika mendengar makian Khalid, Nabi Allah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Tenangkanlah dirimu wahai Khalid, demi Zat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar
bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang
pemilik al-maks niscaya dosanya akan diampuni.” Setelah itu beliau
memerintahkan untuk menyalati jenazahnya dan menguburkannya.” (HR. Muslim no. 1695).
Hukum
Islam dipraktekkan dengan sukarela oleh rakyat, tanpa paksaan, tanpa kekerasan…
Darimana
semua itu berasal ?
Jelas
sekali dari tauhid yang kokoh yang ada di dalam hati-hati para shahabat.
Kemudian
jika “mereka” mengatakan… apa peran dakwah tauhid dalam perbaikan ekonomi
masyarakat ?
Maka
jawabannya jelas : tauhid dan aqidah yang lurus akan membawa keberkahan hidup
dari langit dan bumi.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ
وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)
Akan membawa kemakmuran hidup rakyatnya, buktinya
Saudi Arabia Negara tandus, padang pasir hanya bergantung dari Minyak, rakyatnya
hidup makmur, pendidikan gratis, kesehatan gratis, semua penduduk mendapatkan
gaji dari Negara walaupun seorang pengangguran.
Seorang pengangguran di Saudi Arabia bisa menggaji
sopir dan pembantu rumah tangga dari Indonesia.
Semua berkat berkah dakwah tauhid.
Bandingkan dengan Negara kita yang kaya sumber daya
laut, kaya sumber daya alam, hutan, kaya minyak dan juga kaya sumber daya
manusia, jumlah penduduk terbesar ke 4, akan tetapi masih banyak kemiskinan,
salah satu sebabnya adalah masih tersebarnya kesyirikan di masyarakat kita.
Semoga
bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar