SAUDAH BINTI ZAM’A ISTRI YANG TAAT DAN MENYENANGKAN SUAMI
Sebelum menikah
dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Saudah telah menikah
dengan Sakran bin Amr Al-Amiry, mereka berdua masuk Islam dan kemudian
berhijrah ke Habasyah bersama dengan rombongan sahabat yang lainnya.
Ketika Sakran dan istrinya Saudah tiba
dari Habasyah maka Sakran jatuh sakit dan meninggal. Maka jadilah Saudah
menjanda. Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Saudah dan diterima oleh Saudah dan
menikahlah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan Saudah pada
bulan Ramadhan tahun 10 Hijriyah.
Saudah adalah tipe seorang istri yang menyenangkan
suaminya dengan kesegaran candanya, sebagaimana dalam kisah yang diriwayatkan
oleh Ibrahim AN-Nakha’i bahwasanya Saudah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah tadi malam aku shalat di
belakangmu, ketika ruku’ punggungmu menyentuh hidungku dengan keras, maka aku
pegang hidungku karena takut kalau keluar darah,” maka tertawalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Ibrahim berkata, Saudah biasa membuat
tertawa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan candanya.
(Thobaqoh Kubra, 8:54).
Ketika Saudah sudah tua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berniat hendak mencerainya, maka Saudah berkata
kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah janganlah Engkau
menceraikanku. Bukanlah aku masih menghendaki laki-laki, tetapi karena aku
ingin dibangkitkan dalam keadaan menjadi istrimu, maka tetapkanlah aku menjadi
istrimu dan aku berikan hari giliranku kepada Aisyah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabulkan permohonannya dan tetap
menjadikannya salah seorang istrinya sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal. Dalam hal ini turunlah ayat Alquran,
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا
فَلاَجُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ
وَأُحْضِرَتِ اْلأَنفُسُ الشُّحَّ وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللهَ
كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Dan
jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya,
maka tidak mengapa bagi kedauanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya,
dan perdamaian itu lebih baik.”
(QS. An-Nisa: 128)
Itulah Saudah teladan bagi setiap muslimah
menjadi istri yang terbaik.
Kemuliaan seorang wanita adalah dengan
ketundukan kepada suaminya, kepada pemimpinnya.
Kemuliaan seorang wanita adalah dengan
selalu patuh kepada suaminya, kepada pemimpinnya.
Kemuliaan seorang wanita adalah dengan
selalu mengalah kepada suaminya kepada pemimpinnya.
Abul Hasan Ali Cawas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar