Sabtu, 22 April 2017

Tanya Jawab Syariat 01

HUKUM MAKAN MAKANAN
ACARA YANG TIDAK SESUAI SYARIAT

Hukum makan makanan dalam acara-acara yang tidak sesuai syariat, seperti acara mauludan, acara tahlilan, yasinan dan yang lainnya, terbagi menjadi 3 :
1.    Jika seseorang makan makanan tersebut dan hadir dalam acara tersebut.
Maka hukumnya TIDAK BOLEH, karena termasuk di dalam bentuk dukungan dalam acara tersebut, sedangkan Allah ta’ala melarang seseorang mendukung perbuatan dosa dan permusuhan.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
[Al Maidah :2 ]

2.    Jika makanan tersebut diantar ke rumah kita, tapi terdapat unsur kesyirikan di dalam makanan tersebut.
Seperti jika makanan tersebut terdapat daging ayam, atau kambing atau sapi, yang disembelih diperuntukkan kepada selain Allah ta’ala, seperti ayam disembelih dikorbankan untuk “danyang” untuk “yang Mbau Rekso” dan lain-lain.
Atau makanan tersebut yang menyembelih adalah dukun, atau orang-orang yang terkenal sebagai tokoh kesyirikan. Maka hukumnya juga TIDAK BOLEH  untuk memakannya, dagingnya dan makanan lain yang terkena kuahnya.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,
[Al Maidah : 3]

3.    Jika makanan tersebut diantar ke rumah kita, dan tidak unsur kesyirikan di atas.
Hukumnya BOLEH untuk memakannya.
Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu menerima hadiah dari orang yang merayakan hari raya Nayruz.[3] Aisyah Radhiyallahu anhuma juga ditanya tentang hukum menerima hadiah dari orang Mâjusi saat mereka berhari raya, maka beliau Radhiyallahu anhuma menjawab:

أَمَّا مَا ذُبِحَ لِذَلِكَ الْيَوْمِ فَلَا تَأْكُلُوا، وَلَكِنْ كُلُوا مِنْ أَشْجَارِهِمْ
Adapun yang disembelih untuk acara itu, jangan kalian makan. Makanlah makanan selain sembelihan (sayur, buah dan semacamnya) [HR. Ibnu Abi Syaibah no. 24.371][4]

Setelah menukil atsar ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

“Semua atsar ini menunjukkan bahwa ‘ied (hari raya) tidak berpengaruh pada bolehnya menerima hadiah dari mereka. Jadi tidak ada bedanya antara menerima hadiah dari mereka, saat ‘ied maupun di luar ‘ied, karena hal itu tidak mengandung unsur mendukung syi’ar kekafiran mereka.”

Syeikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullah (Muhaddits kota Medinah dan pengajar di Masjid Nabawy saat ini) pernah ditanya:
هل يجوز أكل الذبيحة التي تقدم بمناسبة بدعية مثل المولد النبوي أو في العزاء؟
“Bolehkah memakan sembelihan yang dihidangkan pada acara bid’ah seperti maulud nabi atau ketika ta’ziyah?”
Beliau menjawab:
يجوز أكل الذبائح التي تقدم في مناسبات بدعية، ومن كانت بدعته مكفرة لا تؤكل ذبيحته.
“Boleh memakan sembelihan yang dihidangkan untuk acara-acara bid’ah, dan barangsiapa yang jenis bid’ahnya adalah jenis yang mengkafirkan maka tidak boleh dimakan.”
 (Pertanyaan ini diajukan kepada beliau di Masjid Nabawy ketika mensyarh Sunan Abi Dawud, Kitab Adh-DhahayaBab Fi An-Nahy an tushbara Al-Baha’im wa Ar-rifq bi Adz-dzabihah).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar