Selasa, 04 April 2017

Tahapan Pendidikan Anak ke 09

Tahapan  Pendidikan Anak  09

[ AQIQAH UNTUK KELAHIRAN ANAK ]

Berdasarkan hadits :
«كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ، وَيُسَمَّى»
“ Setiap bayi tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ke tujuh, digundul kepalanya dan diberi nama” [ HR Abu Dawud, An Nasai dan yang lainnya dengan sanad yang shahih ]

Untuk bayi laki-laki 2 ekor kambing sedangkan perempuan 1 ekor kambing, berdasarkan :
«عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا»
Untuk bayi laki-laki 2 ekor kambing dan untuk bayi perempuan 1 ekor kambing, tidak mengapa kambingnya jenis kelamin jantan atau betina [ HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan yang lainnya dengan sanad yang shahih ]

Sedangkan ketentuan usia dan keadaan fisik hewan aqiqah sama dengan ketentuan untuk hewan kurban.
Adapun tujuan, manfaat dan hikmah dari pelaksanaan aqiqah adalah :

1.    Ibadah mendekatkan diri kepada Allah dengan berkurban menyembelih kambing, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah ta’ala.
2.    Latihan diri untuk menjadi orang dermawan dan mengalahkan sifat kekikiran.
3.    Memberikan jamuan makan kepada sesama manusia, untuk menciptakan hubungan yang lebih baik.
4.    Membebaskan hambatan syafaat anak kepada orang tua dan sebaliknya syafaat orang tua kepada anak, saat nanti di akherat.
5.    Melestarikan ajaran Islam dan memberantas upacara-upacara adat jahiliyah yang tidak ada tuntunannya saat kelahiran anak.
6.    Menyiarkan nama dan nasab seorang anak.

§  Hukum Aqiqah setelah hari ke tujuh.

Dalam permasalahan ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, maka bagi yang mampu dalam harta dan waktu, hendaklah melakukannya pada hari ke 7, untuk lebih aman, menghindari perbedaan pendapat dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.

Adapun jika orang tua, belum mampu meng-aqiqah-i pada hari ke tujuh atau masih ada kesibukan, menurut pendapat yang rojih boleh untuk mengaqiqahi pada hari-hari kelipatan 7 atau hari-hari lain kapan saja saat dia mampu. Diriwayatkan dari ‘Aisyah secara mauquf, beliau berkata :
فيأكل ويطعم ويتصدق وليكن ذلك يوم السابع فإن لم يكن ففي أربعة عشر فإن لم يكن ففي إحدى وعشرين) وقال الحاكم: صحيح الإسناد ووافقه الذهبي
“Hendaknya makan, dan memberi makan orang lain, dan bersedekah(dari daging aqiqahnya), hendaknya dilakukan pada hari ke 7, kalau belum terlaksana, maka pada hari ke 14, kalau belum terlaksana maka pada hari ke 21”.
[Berkata Imam Al Hakim, Sanadnya shahih dan disepakati Imam Dzahabi]

قال الإمام النووي: [مذهبنا أن العقيقة لا تفوت بتأخيرها عن اليوم السابع وبه قال جمهور العلماء منهم عائشة وعطاء وإسحاق] (4). (4) المجموع 8/ 448.

Berkata Imam Nawawi :

”Madzhab kami, aqiqah tidaklah lepas dengan telah berakhirnya hari ke tujuh, dan ini merupakan pendapat jumhur(mayoritas) ulama diantara mereka ‘Aisyah, Atho’ dan Ishaq”.
[Majmuu’ 8/448]

وقال الشيخ ابن قدامة المقدسي: [وإن ذبح قبل ذلك أو بعده أجزأه، لأن المقصود يحصل، (3) المغني 9/ 461.

Berkata Asy Syaikh Ibnu Qudamah Al Maqdisi :

“Kalau seandainya menyembelih(aqiqah) sebelumnya (hari ke tujuh) atau sesudahnya maka sah perbuatannya. Karena tujuan utama telah terpenuhi”.

[Al Mughni 9/461]

Dan ini merupakan pendapat ibnu Hazm Adz Dzahiri, Laits bin Saad dan Muhammad bin Siirin [ Muhalla 6/234, Al Majmuu’ 8/431].

§  Hukum aqiqah untuk dirinya sendiri :

Dalam permasalahan ini, ada diantaranya 2 pendapat dari kalangan ulama.
1.  Boleh
2.  Tidak boleh.

Dan kesimpulan dari pendapat mereka adalah :

1.   Kewajiban aqiqah adalah bagi orang tua yang mampu untuk melaksanakannya.

2.   Sedangkan seorang anak, yang waktu kecil orang tuanya belum melaksanakan aqiqah untuknya, kemudian anak tersebut setelah dewasa mempunyai kemampuan dan orang tuanya sudah meninggal misalnya maka BOLEH dan merupakan hal yang BAIK untuk melaksanakan aqiqah kepada dirinya sendiri.

Berdasarkan :

(أن النبي - صلى الله عليه وسلم - عق عن نفسه بعد النبوة)
“Sesungguhnya Nabi-shalallahu ‘alaihi wa sallam, melakukan aqiqah untuk dirinya setelah beliau diangkat sebagai nabi”.
[HR Baihaqi dan Abdur Razzaq]

Hadits ini diperselisihkan ulama, ada yang menshahihkan dan ada yang melemahkan, akan tetapi didukung dengan sebagian ‘atsar(perbuatan/ucapan) salaf :

1. عن الحسن البصري قال: [إذا لم يعق عنك فعق عن نفسك وإن كنت رجلاً] (2).
2. وقال محمد بن سيرين: [عققت عن نفسي بعد أن كنت رجلاً] (3).
3. ونقل عن الإمام أحمد أنه استحسن إن لم يعق عن الإنسان صغيراً أن يعق
عن نفسه كبيراً وقال: [إن فعله إنسان لم أكرهه] (4).

1.   Dari Al Hasan Al Bashri berkata : “Jika Engkau belum di aqiqahi maka, aqiqahilah dirimu sendiri”.[ Syarh Sunnah 11/264]

2.   Dari Muhammad bin Siirin : “Aku mengaqiqahi diriku sendiri setelah aku dewasa”. [Syarh Sunnah : 11/264]


3.  Dari Imam Ahmad saat ditannya tentang hal tersebut :”Jika dilakukan, aku tidak memakruhkan(melarangnya)”. [Tuhfatul Mauluud 69]



Berbagi ilmu dan faidah
Kunjungi kami


sditalfalahblogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar