Selasa, 27 Februari 2018

Pertanyaan Pertama,  Fatwa Nomor4499
Pertanyaan 2: Apakah zakat pertanian itu dikeluarkan setelah dikurangi biaya operasional penggarapan lahan pertanian ataukah sebelum kalkulasi biaya operasional tersebut?
Jawaban 1, 2: Zakat biji-bijian dan buah-buahan dikeluarkan jika telah mencapai nisab atau lebih, tanpa menghitung biaya operasional penggarapan lahan pertanian ini, karena Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam memerintahkan para amil zakatnya untuk menaksir hasil pertanian pemiliknya, lalu mengambil zakat berdasarkan taksiran ini, tanpa menanyakan biaya operasionalnya.
Adapun besaran kewajiban berzakat untuk tanaman yang diairi menggunakan peralatan adalah seperdua puluh (5%). Sedangkan tanaman yang diairi dengan air hujan, air sungai dan lain sebagainya tanpa beban biaya dan tenaga adalah sepersepuluh (10%).
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Anggota
Anggota
Wakil Ketua Komite
Ketua

Promosi Dengan Menggunakan Hadiah


HUKUM PROMOSI DENGAN MENGGUNAKAN HADIAH
Pada masa sekarang ini, untuk meningkatkan angka penjualan produk,para produsen melakukan penawaran dengan iming-iming hadiah. Corak promosi seperti ini bisa kita dapatkan di pasaran, dengan beragam jenis dan kiatnya. Tinjauan fikih sendiri menyikapo promosi dengan iming-iming hadiah ini amat terperinci. Karena di balik semaraknya berbagai jenis “hadiah” ini, ternyata terselubung tipu muslihat dan perjudian.
Pandangn Fikih Secara Umum
Berkaitan dengan hadiahnya tersebut, bisa ditinjau dari dua sudut pandang.
A. Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian tersebut, disyaratkan dengan membeli produk tertentu.
1). Hadiah tersebut, tidak semua konsumen bisa mendapatkannya.
Dengan kata lain, ada yang mendapatkan hadiah tersebut dan ada juga yang tidak.
Cara promosi berhadiah seperti ini tidak diperbolehkan atau haram. Alasannya, di dalamnya mengandung unsur maysir dan qimar. Sebab, setiap konsumen sudah mengeluarkan biaya, tetapi tidak mendapatkan kepastian dalam hal mendapatkan hadiahnya. Yakni, tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah dan siapa yang tidak. Dari sisi ini juga mengandung unsur gharar.
2). Semua Mendapatkan Hadiah
Metode ini terbebas dari ketidakpastian dan jahalah (tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah).Jadi, jika semua konsumen mendapatkan hadiah, maka jenis promosi seperti ini diperbolehkan, karena tidak termasuk ke dalam maysir ataupun qimar. Hadiah seperti ini termasuk sebagai discount, atau sebagai pemberian secara cuma-cuma (atau Hadiah dalam bahasa Arab).
Dalam promosi menggunakan hadiah ini, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a). Hadiahnya diketahui secara pasti
b). Tidak ada unsur penipuan atau mengelabui konsumen
c). Tidak ada penambahan harga jual produk
d). Bila ada penambahan harga karena hadiah tersebut, maka pihak produsen harus memberitahukannya.
e). Tidak bersifat memaksa konsumen atau memanfaatkan mereka, karena siapa pun ternyata membutuhkan produk yang dimaksud manakala tidak ada hadiahnya. Dengan kata lain, harus diberikan pilihan, membayar lebih dan mendapatkan hadiah sekaligus, atau membayar dengan harga biasa, tetapi tidak mendapatkan hadiah.
B. Ditinjau dari segi keberhasilannya
Yaitu hadiah yang tidak ada kepastian apakah konsumen akan mendapatkan atau tidak. Dari sudut pandang ini, maka hadiah tersebut ada dua macam.
1). Untuk mendapatkan hadiah atau ikut undian diharuskan membayar sejumlah biaya tertentu. Jenis pertama ini hukumnya haram, karena termasuk memakan harta orang lain secara batil. Dan lagi, setiap orang yang terlibat, ia membayar sama kepada penyedia hadiah, tetapi masing-masing tidak memiliki kepastian akan mendapatkan hadiah atau tidak. Demikian inilah bentuk maysir atau qimar.
Di sisi lain, terkadang konsumen berbondong-bondong membeli produk tersebut bukan karena memerlukannya, tetapi semata-mata karena hadiah dibalik undiannya. Yang seperti ini diharamkan, karena mengandung unsur perjudian.
Adapun apabila produknya dapat dijual dengan harga yang biasa (tidak dinaikkan), dan ternyata konsumen juga membelinya karena membutuhkannya, bukan semata-mata karena hadiahnya, maka dalam memandang kasus seperti ini, para ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama
Apabila kemungkinan dari undian tersebut antara untung (mendapatkan hadiah) dan selamat (tidak sampai merugi jika tidak mendapatkan hadiah), maka hukumnya diperbolehkan, sepanjang konsumen membelinya karena membutuhkannya, baik konsumen itu mengetahui tentang adanya undian tersebut maupun tidak.
Adapun jika konsumen mengetahui tentang undian tersebut, lalu ia membeli produk tersebut agar bisa ikut undian, maka hukumnya haram. Sebab, nantinya akan timbul kemungkinan beruntung mendapatkan hadiah, atau merugi karena tidak mendapatkan hadiah.[1>
Pendapat Kedua
Memandang bahwa yang lebih utama, undian seperti ini adalah haram. Pendapat ini beralasan dengan beberapa hal.
a). Tujuan ketika membeli produk adalah urusan hati, dan ini tidak bisa diketahui begitu saja.
b). Undian seperti ini merupakan celah yang membawa kepada taruhan atau perjudian
c). Undian seperti ini lebih sering mengandung unsur gharar, sebab ketika konsumen membeli produk, ia merasa mendapatkan hadiah.
d). Dalam undian seperti ini, juga menimbulkan efek negatif adanya unsur judi. Misalnya memicu sifat iri dengki sesama konsumen, dan mengkondisikan konsumen untuk malas dan mengharapkan sesuatu yang khayal
e). Menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut, walaupun ia tidak benar-benar membutuhkannya, sehingga menimbulkan perbuatan israf dan menyia-nyiakan harta.
f). Membuka celah untuk melakukan tipu daya dan mengelabui orang lain.
Tarjihnya, yang lebih utama adalah haram.
2). Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian, konsumen tidak dibebankan biaya apapun.
Jenis undian seperti ini dipebolehkan. Sebab, hadiah yang disediakan oleh konsumen layaknya pemberian cuma-cuma dan atas kerelaan produsen.
Wallahu ‘alam
Oleh Syaikh Muhammad bin Ali Al-Kamili
Diringkas dari Ahkamul I’lanat At-Tijariyyah, Penerjemah Ustadz Muhammad As-Sundee


Fatwa-Fatwa Pendidikan :

[ Anak kecil shalat di shaf awal ]

§  Ditanyakan kepada Syaikh Abdul Aziz bin baz –semoga Allah merahmatinya- :

“Ada sebagian anak kecil datang awal pada hari Jum’at-duduk di shaf awal di masjid, kemudian datang setelahnya orang yang lebih dewasa dari mereka, kemudian anak kecil tersebut diminta pindah dari tempat duduknya dan orang yang lebih dewasa itu pun menempati tempat duduk mereka, beralasan dengan hadits Nabi –shalallahu ‘alaihi wa sallam- (( hendaknya yang dibelakangku orang-orang yang dewasa dan berilmu )).
Apakah perbuatan itu boleh…?

§  Jawaban :

“Ini merupakan pendapat sebagian ahlil ilmu bahwa anak kecil lebih baik saat shalat posisi shaf mereka dibelakang orang dewasa, akan tetapi pendapat ini kurang tepat, dan yang lebih benar adalah jika mereka telah mendahului menempati suatu tempat tidak boleh memindah mereka ke belakang. Jika mereka dahulu menempati shaf pertama atau shaf kedua maka orang yang datang setelah mereka tidak boleh memindah tempat duduk mereka, karena mereka telah datang terlebih dahulu sebelum orang lain maka mereka lebih berhak di tempat tersebut berdasarkan keumuman hadits yang berkaitan dengan hal itu.
 Memindahkan tempat duduk mereka ke belakang akan mengakibatkan mereka menjauh dari dari pelaksanaan shalat dan bersegera dalam mendatangi shalat, maka tidak layak hal tersebut dilakukan.
Tetapi jika ada rombongan datang secara bersama sama seperti pada saat bepergian atau sebab lain maka hendaknya menyusun shof laki-laki dewasa di depan, kemudian anak laki-laki dibelakangnya kemudian baru para wanita, jika mereka dating secara rombongan dalam waktu yang bersamaan.
Sedangkan yang dimaksud dalam hadits (( hendaknya yang dibelakangku orang-orang yang dewasa dan berilmu)) adalah himbauan agar orang-orang tersebut yang mempunyai ilmu dan kedewasaan untuk bersegera dalam mendatangi shalat dan seyogyanya mereka berada di depan(memberi contoh) kepada yang lainnya, bukan artinya mengakhirkan atau memindah orang lain yang datang duluan dalam rangka ditempati mereka, karena hal itu tidak sesuai dengan dalil yang telah kami sebutkan di depan.”

Juz 12 hal : 399.
Referensi :
فتاوي ترية الاولاد : 35




Senin, 26 Februari 2018

Fatwa-Fatwa Pendidikan :
[Melukis Makluk Bernyawa]

ü  Ditanyakan kepada Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin –rahimahullah- :
“Sebagian siswa di sekolah diminta untuk melukis makluk bernyawa, atau diberikan kepada siswa potongan gambar ayam, kemudian diminta untuk melengkapi gambar tersebut. Kadang-kadang siswa juga diminta untuk menggunting gambar tersebut kemudian menempelnya di kertas lain. Terkadang juga diberikan kepada siswa gambar binatang kemudian diminta kepada siswa untuk mewarnainya.
Bagaimana menurut anda, hal-hal tersebut diatas ?
ü  Jawaban :
Menurut pendapatku hal-hal tersebut haram, wajib untuk melarangnya. Hendaknya pihak-pihak yang berwenang dalam masalah pendidikan melaksanakan amanah dengan baik dalam masalah ini, dan melarang hal ini.
Jika menginginkan untuk melatih kreativitas siswa, bisa diperintahkan untuk melukis mobil, pohon atau benda lain yang mereka ketahui.
Dengan hal tersebut akan diketahui tingkat kecerdasan dan kreativitas mereka.
Dan hal ini yaitu melukis makluk-makluk bernyawa merupakan musibah yang menimpa manusia yang berasal dari syaithan.
Karena tidak ada perbedaan –sama sekali- antara melukis dan menyambung garis benda berbentuk pohon atau kendaraan atau gedung bangunan dengan melukis manusia (dari sisi melatih kreativitas).
Maka menurut pendapatku wajib bagi pihak-pihak yang berwenang untuk melarang hal-hal tersebut dan jika dalam ujian-dari pemerintah- diharuskan hal tersebut maka hendaknya melukis binatang tanpa kepala.
Pertannyaan      :
“…seorang siswa bisa dianggap tidak lulus dalam ujian, jika tidak melukis kepalanya. Bagaimana sikap kita ?

Jawab   :
“Jika keadaan sampai sampai seperti itu, maka siswa tersebut dianggap dalam keadaan terdesak maka boleh untuk melukis kepalanya dan dosanya ditanggung oleh pihak-pihak yang mengharuskan hal tersebut.
Akan tetapi harapan saya kepada pihak-pihak yang berwenang untuk tidak sampai dalam keadaan seperti itu, mengharuskan hamba-hamba Allah untuk bermaksiat kepada Allah.
Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin : Juz 12 hal 332-333

Referensi :
فتاوي ترية الاولاد : 23



Selasa, 20 Februari 2018

Fatwa-Fatwa Lajnah Daimah :
[HUKUM WARIA]
Fatwa Nomor:21058
Alhamdulillah Wahdah (segala puji hanya bagi Allah). Selawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad yang tidak ada nabi setelahnya. Wa ba`du;
Penanya mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
Saya seorang mahasiswi. Satu tahun lagi saya akan lulus kuliah. Saat ini saya berusia dua puluh lima tahun dan hingga saat ini saya tidak pernah haid seperti gadis-gadis yang lain. Saya memiliki kemaluan laki-laki yang bentuknya kecil dan lemah. Terkadang panjangnya seperti jari. Hidup saya sangat menderita dan saya pun ragu dengan keabsahan ibadah saya. Oleh karena itu, saya tidak menemukan seorang pun untuk bertanya kecuali Anda, sebagai lembaga fatwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya:
1. Apa pandangan Islam terhadap kondisi saya ini yang dalam dugaan saya disebut dengan khuntsa (waria)?
2. Apakah kami berdosa jika kami merasakan sesuatu yang bertentangan dengan kondisi yang sebenarnya?
3. Sejauh mana keabsahan ibadah yang saya lakukan, seperti salat dan puasa?
4. Apakah di dalam syariat terdapat perbedaan hukum waria, baik dia laki-laki maupun perempuan, dalam masalah warisan dan masalah-masalah lainnya yang mengharuskan pembedaan antara laki-laki dan perempuan?
5. Apa hukum mengubah jenis kelamin, yakni melakukan operasi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi?

Apabila kondisi darurat mengharuskan seseorang melakukan operasi untuk mengubah pasien menjadi berjenis kelamin yang berbeda dengan jenis kelamin yang dimilikinya selama bertahun-tahun dan masyarakat pun mengenalnya dengan jenis berkelamin tersebut, seperti saya yang dilihat orang-orang sebagai seorang gadis, apakah ada masalah jika saya kemudian berubah menjadi seorang pemuda? Bagaimana jika kedua orang tua saya menolak keinginan ini dengan alasan takut omongan orang, malu, dan sejenisnya, apakah saya terhitung durhaka jika tetap melakukan operasi tersebut? Mohon penjelasannya. Semoga Allah membalas kebaikan Anda. Mohon penjelasannya berbentuk surat yang dikirim ke rumah saya langsung karena saya khawatir akan dipermalukan orang-orang. Terimakasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.
Jawaban :

Setelah melakukan pengkajian terhadap permasalahan yang diajukan, maka Komite memberikan jawaban bahwa seseorang wajib beriman kepada ketetapan dan takdir Allah; yang baik dan yang buruk, yang pahit dan yang manis. Dia juga wajib rida dan pasrah dengan takdir Allah dan bersabar dengan hal-hal yang tidak dia sukai, seperti jika pada fisiknya terdapat kekurangan dan cacat yang berbeda dengan bentuk manusia pada umumnya dan jika seseorang terlahir khuntsa (waria). Apabila seorang hamba bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah, maka Allah akan memberinya balasan pahala. Hendaknya dia tidak berkeluh kesah dan kesal dengan kondisinya karena hal itu akan melemahkan imannya dan membuatnya berdosa.
Setelah hal ini diketahui, maka orang yang terlahir khuntsa (waria) paling tidak mempunyai dua kondisi:
Kondisi pertama, Khuntsa ghairu musykil (waria yang tidak rumit), yaitu orang yang memiliki tanda-tanda jenis kelamin laki-laki yang dominan. Jika tanda-tandanya sebagai laki-laki lebih dominan, maka dia diperlakukan sebagai laki-laki dalam hal ibadah dan lainnya. Dia juga boleh ditangani secara kedokteran (operasi kelamin) untuk menghilangkan ketidakjelasan pada kelelakiannya. Kondisi lainnya adalah tanda-tanda sebagai perempuan dalam dirinya lebih dominan sehingga diketahui bahwa dia adalah perempuan. Dia diperlakukan sebagai perempuan dalam masalah ibadah dan lainnya. Dia boleh ditangani secara kedokteran untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam keperempuanannya.
Kedua, Khuntsa musykil (waria yang rumit) adalah orang yang tanda-tandanya sebagai laki-laki atau perempuan ketika sudah balig tidak diketahui sama sekali, mati ketika masih kecil atau tanda-tanda kelaminnya saling bertentangan. Dalam kondisi ini dia diperlakukan dengan status yang lebih hati-hati dalam masalah ibadah dan lainnya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa


AnggotaAnggotaAnggotaKetua
Bakar Abu ZaidShalih al-FawzanAbdullah bin GhadyanAbdul Aziz bin Abdillah Alu al-Syaikh

Fatwa Ulama :

Menjadi Seorang Muslim adalah Kebanggaan dan Kemuliaan Terbesar

Pertanyaan Kedua dari Fatwa Nomor (5845):



Pertanyaan 2: Apakah hukumnya haram jika seorang Mukmin mengatakan saya nasionalis? Apakah juga haram seseorang berbicara mengenai politik luar negeri dan politik dalam negeri?

Jawaban 2: Kebanggaan terbesar, kemuliaan dan derajat yang paling tinggi adalah dengan masuk agama Islam, membela serta berjuang sungguh-sungguh untuk menegakkan ayat-ayat Allah. Maka seorang Muslim hendaklah berkata dengan bangga: "Saya seorang Muslim." Dengan demikian akan mulia kedudukannya dan tinggi derajatnya. Dengan Islam dan ukhuwah ( persaudaraan ) di dalamnya, Allah akan menyatukan seluruh kaum Muslimin. Adapun kebanggan atas nasionalisme adalah alat penghancur dan pemecah belah kaum Muslimin jika dimaksudkan sebagai sarana berbangga-bangga kepada saudara Muslim yang bukan satu negaranya. Akan tetapi jika yang dimaksud hanya bertujuan untuk menunjukkan identitas kewarganegaraannya maka itu tidak menjadi masalah. Ketua umum Syaikh Abdul `Aziz bin Baz telah menulis sebuah buku yang membahas mengenai nasionalisme ini.
Kemudian berbicara mengenai politik dalam negeri dan luar negeri umat ini bukanlah sesuatu yang haram selama itu membawa manfaat bagi Islam dan kaum Muslimin, tidak menyulut fitnah yang mengakibatkan perpecahan, kegagalan, kehancuran dan kekalahan bagi kaum Muslimin.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

AnggotaAnggotaWakil Ketua KomiteKetua
Abdullah bin Qu'udAbdullah bin GhadyanAbdurrazzaq `AfifiAbdul Aziz bin Abdullah bin Baz



Fatwa-Fatwa Pendidikan :

[Lewatnya seorang anak di depan ibunya saat shalat]

Ditanyakan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin -semoga Allah memuliakannya-           :
“Apakah wajib bagi seorang wanita, jika dalam keadaan shalat untuk menghalangi  anaknya yang masih kecil lewat di depannya, dan hal itu terjadi secara berulang-ulang saat shalat dan menyebabkan -menghalangi tersebut- hilangnya kekhusukan di dalam shalatnya. Juga kalau shalat sendirian -tidak diajak saat shalat- khawatir keselamatan anak tersebut.”

Jawaban              :

“Tidak mengapa baginya-dalam kondisi seperti itu- untuk membiarkannya lewat di depannya jika memang sering mondar mandir dan khawatir rusak shalatnya jika banyak bergerak menghalangi anak untuk lewat, seperti itulah anjuran para ulama-semoga Allah merahmati mereka-.
Seyogyanya dalam kondisi seperti itu, seorang wanita menyiapkan sesuatu yang bisa menjadikan anak asyik (mainan atau lainnya) dan hendaknya tetap diletakkan di dekatnya. Karena seorang anak jika diletakkan disekitarnya sesuatu yang mengasikkannya, maka dia akan tersibukkan dengannya.
Akan tetapi jika seorang anak sedang dalam keadaan lapar dan haus yang membutuhkan ibunya, hendaknya mengakhirkan pelaksanaan shalat sampai selesai kebutuhannya, baru setelah itu mendirikan shalat.

-kumpulan tanya jawab rumah tanggal, hal 38-

Referensi :
Kitab “Fatawa Tarbiyatul Aulad”.


Metode Salaf
dalam pendidikan anak

ثانيًا: تعويدهم على الصيام:

روى البخاري ومسلم عن الربيِّع بنت معوذ قالت:: فكنا نصومه بعد ونصوِّم صبياننا، ونجعل لهم اللعبة من العهن؛ فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه ذلك حتى يكون عند الإفطار'.
 وجيء بسكران في رمضان إلى عمر بن الخطاب رضي الله عنه فقال له موبخًا وزاجرًا: 'في رمضان ويلك وصبياننا صيام؟!' فضربه.

Yang Kedua : Pembiasaan ibadah puasa

Imam Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat wanita bernama Rubayyi’ binti Mu’awidz -semoga Allah meridhainya- berkata : “Kami berpuasa-pada hari Asy Syura(10 Muharram) dan mempuasakan anak-anak kami, dan kami membuatkan untuk mereka mainan dari bahan kain, jika mereka menangis minta makan maka kami berikan padanya mainan itu, sampai menjelang buka puasa”.


Dan ada kisah, suatu hari didatangkan orang yang sedang mabuk pada siang hari bulan Ramadhan dihadapan Umar bin Khattab-semoga Allah meridhainya-maka Umar berkata kepadanya sebagai celaan dan peringatan : “Pada bulan Ramadhan-Engkau mabuk- celaka…dalam keadaan anak-anak kami berpuasa ? maka Umar pun memukulnya sebagai hukuman. 
[riwayat Said bin Manshur dan Imam Al Baghowi]

sditalfalahblogspot.com

Senin, 19 Februari 2018


Fatwa-Fatwa Pendidikan.

[ANAK-ANAK BERMAIN-MAIN SAAT SHALAT]

Ditanya Fadhilatus Syaikh Abdullah bin Baz -rahimahullah- :

“Kalau ada anak-anak tengak-tengok pada saat shalat, sedangkan dia masih di dalam shaf saat shalat, atau bergerak-gerak yang banyak selain gerakan shalat, bagaimana pengarahan antum wahai Syaikh yang mulia ?

Jawaban :

“Diingatkan dengan isyarat/gerakan dengan tetap menjaga ketenangan, diharapkan anak tersebut bisa tenang dengan isyarat gerakan tersebut, selama masih di dalam shalat maka boleh mengingatkan dengan isyarat. Anak kecil memang harus senantiasa diarahkan sampai menjadi terbiasa dalam kebaikan.

“Fatawa Nuur ‘ala darb” kaset no : 301.

-sditalfalahblogspot.com
-abul hasan ali cawas


Minggu, 18 Februari 2018



Metode Salaf

Dalam Pendidikan Anak


أولاً: تعويدهم على الصلاة:

يقول الله تعالى:{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُواأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}[التحريم: 6]، قال علي رضي الله عنه: 'علموهم وأدبوهم' وعن الحسن البصري مثله، وقال تعالى مادحًا نبيه إسماعيل عليه السلام: {وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِوَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيّاً} [مريم:55]، وقال تعالى: {وَأْمُرْأَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا} [طـه: 132]، قال ابن مسعود رضي الله عنه: 'حافظوا على أبنائكم في الصلاة، ثم تعوَّدوا الخير؛ فإن الخير بالعادة'، ولا مانع من إعطائهم الهدايا التشجيعية على أداء الصلاة؛ فقد روت عائشة ـ رضي الله عنها ـ أنهم كانوا يأخذون الصبيان من الكُتَّاب ليقوموا بهم في رمضان، ويرغبوهم في ذلك عن طريق الأطعمة الشهية،

Yang pertama : Pembiasaan Shalat

Allah ta’ala berfirman : […jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka…] {At Tahriim : 6}. Berkata Ali bin Abi Thalib : “Ajari keluarga kalian-ilmu agama- dan bimbinglah mereka etika kesopanan”.
 [Al Bir wa Sillah : Al Mawarzi]

Dan Allah ta’ala berfirman memuji Nabi Ismail : [ bahwasana senantiasa memerintahkan keluarganya untuk mendirikan shalat dan membayar zakat, dan -Ismail-termasuk orang yang diridhai di sisi Rabbnya.].

Allah ta’ala juga berfirman : [“Perintahkan keluarga kalian untuk senantiasa mendirikan shalat dan selalu bersabarlah dalam memerintahkan hal tersebut”.] {Thaha :132}.
Berkata Ibnu Mas’ud-semoga Allah meridhainya- : “jagalah anak-anak kalian untuk senantiasa mendirikan shalat, kemudian setelah itu biasakan mereka melakukan amalan-amalan yang baik, karena amalan baik akan bisa terlaksana kalau dibiasakan.
[Ath Thabrani : Al Kabiir]

Dan tidak mengapa untuk memberi hadiah dalam rangka memberi semangat anak-anak untuk melaksanakan shalat.

Dari ‘Aisyah -radhiallah ‘anha- meriwayatkan bahwasanya para shahabat, mereka membawa anak-anak ke tempat belajar khusus anak-anak untuk mendirikan -shalat- pada bulan Ramadhan dan memberi semangat mereka dengan membawakan makanan-makanan yang mereka sukai”.

Referensi :

دروس من تربية السلف لأبنائهم
sditalfalah.blogspot.com

PEMBELAAN DAN NASIHAT ULAMA SALAF KEPADA ULAMA SALAF LAINNYA.

SYAIKH ABDUL MUHSIN AL ABBAD KEPADA SYAIKH ROBI’ BIN HADI HAFIZHAHUMULLAH


Pertanyaan: 

Telah tersebar pada akhir-akhir ini celaan dari sebagian pelajar yang ditujukan kepada sebagian Masyaikh Ahlu Sunnah yang membela al haq dengan ucapan dan tulisan mereka semisal Syaikh Robi’ Al Madkholi dan selainnya, dengan anggapan bahwa Masyaikh ini tidak menyisakan seorang pun (untuk dibantah) dan umat butuh untuk bersatu dan meninggalkan saling membantah antar mereka.
Apa nasihat Anda wahai Syaikh yang mulia kepada para pemuda ini?

Jawaban:

Yang wajib adalah saling menasihati dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Dan sepantasnya seseorang menjaga lisannya dari ucapan yang bisa membahayakannya.
Bantahan adalah perkara yang perlu jika keadaan mengharuskannya. Apa yang menghalangi dari yang namanya bantahan?
Apakah dikatakan hikmah jika membiarkan kemungkaran dan kebatilan tanpa membantahnya?
Dan orang yang membantah kemungkaran tersebut lantas kita cela?
Ini tidak boleh.
Bahkan bantahan merupakan bentuk nasihat dan bentuk amar ma’ruf nahi mungkar.
Kesimpulannya: sepantasnya seorang untuk menjaga lisannya dari ucapan yang bisa membahayakannya.
Dan seorang ulama semisal Syaikh Robi’ Al Madkholi, jika beliau membantah dengan bantahan yang tepat, maka ini adalah bentuk nasihat dan kemanfaatannya akan kembali kepada umat manusia.
[ Pelajaran Syarh Sunan Abi Dawud.  Rekaman Fatwa No: 217 ]
* Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Syaikh Abdul Muhsin Al-'Abbad juga berkata tentang Syaikh Robii' ;

الشيخ ربيع من المشتغلين بالعلم في هذا الزمان، وله جهود جيدة وعظيمة في الاشتغال بالسنة، وكذلك التأليف، فله تآليف جيدة وعظيمة ومفيدة؛ ولكنه في الآونة الأخيرة انشغل بأمور ما كان ينبغي له أن ينشغل بها، وكان ينبغي له أن يشتغل بما كان عليه أولاً من الجد والاجتهاد في الكتابة المفيدة، وفي الآونة الأخيرة حصل منه بعض أمور لا نوافقه عليها، ونسأل الله عز وجل أن يوفقنا وإياه لكل خير، وأن يوفق الجميع لما تحمد عاقبته. وأنا لا أطعن فيه، ولا أحذر منه، وأقول: إنه من العلماء المتمكنين، ولو اشتغل بالعلم وجد فيه لأفاد كثيراً، وقبل مدة كانت جهوده أعظم من جهوده في الوقت الحاضر، فأنا أعتبر الشيخ ربيعاً من العلماء الذين يسمع إليهم، وفائدتهم كبيرة؛ ولكن كل يؤخذ من قوله ويرد، وليس أحد بمعصوم، ونحن نخالفه في بعض الأمور التي حصلت لا سيما في هذا الزمان مما حصل من الفتنة التي انتشرت وعمت، وصار طلاب العلم يتهاجرون ويتنازعون ويتخاصمون بسبب ما جرى بينه وبين غيره، حيث انقسم الناس إلى قسمين، وعمت الفتنة وطمت، وكان عليه وعلى غيره أن يتركوا الاستمرار في هذا الذي حصلت به الفتنة، وأن يشتغل الكل بالعلم النافع دون هذا الذي حصل به التفرق والتشتت

"Syaikh Robi' termasuk orang-orang yang sibuk dengan ilmu di zaman ini, dan beliau memiliki jasa yang baik dan besar dalam hal kesibukan beliau dengan sunnah, demikian pula tulisan-tulisan yang baik, agung, dan bermanfaat. Akan tetapi di masa-masa terakhir ini ia tersibukan dengan perkara-perkara yang tidak selayaknya ia tersibukan dengan perkara-perkara tersebut. Seyogyanya ia sibuk kembali kepada kesibukannya dahulu berupa kesungguhan dan ijtihad dalam penulisan yang bermanfaat. Di masa-masa terakhir muncul darinya beberapa perkara yang kami tidak setuju dengannya, dan kami berharap Allah memberikan taufiq kepada kami dan kepadanya kepada seluruh kebaikan, dan juga memberi taufiq kepada parkara yang indah kesudahannya. Aku tidak mencelanya dan tidak pula mentahdzirnya, dan aku berkata : Syaikh Robi' termasuk ulama yang mutamakkin, kalau seandainya ia menyibukan diri dengan ilmu dan bersungguh-sungguh maka ia akan memberikan manfaat yang besar. Beberapa waktu yang lalu usaha/jasa beliau lebih besar daripada sekarang. Aku menganggap Syaikh Robi' termasuk ulama yang didengar dan faedah para ulama tersebut besar, akan tetapi semua orang diambil perkataannya dan ditolak, tidak ada seorang ulamapun yang maksum. Kami menyelisihi beliau dalam beberapa perkara yang telah terjadi, terlebih lagi di zaman ini yang menimbulkan fitnah yang tersebar dan beredar. Maka jadilah para penuntut ilmu saling menghajr dan saling berselisih dan bermusuhan dikarenakan perselsisihan yang terjadi antara Syaikh Robi' dengan selain beliau. Sehingga terpecalah oring-orang menjadi dua kubu, dan fitnah tersebar dan besar. Seharusnya ia dan yang lainnya hendaknya meninggalkan sikap terus menerus pada perkara ini yang menimbulkan fitnah, dan hendaknya semuanya sibuk dengan ilmu yang bermanfaat bukan sibuk dengan perkara yang menimbulkan perpecahan dan percerai-beraian"

(silahkan lihat http://www.youtube.com/watch?v=jy4ooTR8hyE)

Asy-Syaikh Al-Abbad berjumpa Asy-Syaikh (Robi’) Al-Madkhaly hafizhahumallah.
Bertemunya Syaikh kami Al-Muhaddits Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad dengan Syaikh kami Al-Muhaddits singa Sunnah dan penolongnya Robi’ Al-Madkhaly hafizhahumallahu yang semoga Allah memberkahi umur beliau berdua. Hal itu terjadi di Masjid Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.
Maka kemarin sesudah shalat isya, tatkala Asy-Syaikh Robi’ keluar dari pintu As-Salam, mereka berkata : ”Asy-Syaikh Al-Abbad datang, beliau ingin mengucapkan salam kepada anda.” Maka Asy-Syaikh Robi’ berkata : ”Hayyahullahu.” Dan benar datanglah Asy-Syaikh Al-Abbad di atas kursi roda beliau dan keduanya saling berjabat tangan. Dan demi Allah sebelumnya Asy-Syaikh Robi yang menyambut sambil mengatakan : ”Hayyakumullah, hayyakumullah”.
Maka demi Dzat Yang mengangkat langit dengan tanpa tiang, sebuah pemandangan yang menentramkan hati dan menyejukkan hati. 
التقاء شيخنا المحدث العلامة عبدالمحسن العباد
بشيخنا المحدث وأسد السنة وناصرها ربيع المدخلي -حفظهما الله وبارك في أعمارهما-
وذلك في مسجد رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
فبالأمس و بعد صلاة العشاء لما خرج الشيخ ربيع في باب السلام قالوا له : جاء الشيخ العباد يريد أن يسلم عليك!
فقال الشيخ ربيع :حياه الله
وفعلاً جاء الشيخ العباد على كرسيه المتحرك، وتصافحا، ووالله قبله الشيخ ربيع من الجابين وكان يقول حياكم الله حياكم الله.
فبالذي رفع السماء بغير عمد كان مشهد يقر العين و يثلج الصدر




Demikianlah para ulama kita, saling mendukung dan saling membela satu dengan yang lainnya, jika ada kekurangan saling memberi nasihat dan tetap menjaga persatuan dan kasih sayang antara mereka.

Mari kita tiru dan teladani mereka….


Forum Salafy Solo Raya.