Rabu, 20 Desember 2017

Sebab-sebab penyimpangan seorang anak #2

[ KETIDAK HARMONISAN KELUARGA ]

Ketika seorang anak membuka matanya dan menyaksikan di depan matanya percekcokan antara orang tuanya, maka dia akan merasa kehilangan kenyamanan sebuah rumah, dia akan lari dari ikatan kehangatan sebuah keluarga. Mencari sebuah ketenangan di luar sana yang malah akan menjerumuskannya di jurang penyimpangan dan kehancuran.

Dari ketidak harmonisan keluarga ini akan timbul kerusakan-kerusakan lain yang banyak, sehingga syaithan sangat bersemangat dalam memecah sebuah rumah tangga.

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau”
 (HR Muslim IV/2167 no 2813)

Oleh sebab itu Islam, telah mewanti-wanti sejak jauh ... dalam rangka memperoleh  keharmonisan sebuah keluarga.

1.   Mencari pendamping hidup yang shalih-shalihah :
§  Seorang laki-laki memilih calon istrinya :
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.”
§  Seorang wanita memilih calon suaminya :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda

ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀﻛﻢ ﻣﻦ ﺗﺮﺿﻮﻥ ﺩﻳﻨﻪ ﻭﺧﻠﻘﻪ ﻓﺰﻭﺟﻮﻩ ﺇﻻ ﺗﻔﻌﻠﻮﻩ ﺗﻜﻦ ﻓﺘﻨﺔ
ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻓﺴﺎﺩ ﻛﺒﻴﺮ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian
ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoiri.
2.   Pengajian taklim bersama :

Ilmu agama ini merupakan resep yang ampuh dalam memperbaiki kehidupan rumah tangga, biasakan suami istri anak kajian bersama, harian, pekanan, bulanan dan insidental...harus dijadwalkan.
Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam).” [HR Bukhori Muslim]
Akan baik suami kita, akan baik istri kita, akan baik anak-anak kita maka akan baik keluarga kita.
3.   Jadikan rumah sebagai tempat ibadah :

Dengan dibacakan ayat-ayat Al Qur’an, doa doa harian, shalat sunnah, kajian dan yang lainnya.
عن زيد بن ثابت رضي الله عنه أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال : (( عَلَيْكُمْ بِالصَلَاةِ فِيْ بُيُوْتِكُمْ ، فَإِنَّ خَيْرَ صَلَاةِ المَرْءِ فِيْ بَيْتِهِ إلَّا الصَلَاةَ المَكْتُوْبَةَ ))
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Hendaknya kalian mengerjakan salat di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya sebaik-baik salat seseorang adalah di rumahnya, kecuali salat maktubah (fardhu)”.[HR Bukhari Muslim].
4.   Sabar
Suami kita bukan malaikat, istri kita bukan bidadari yang tidak punya cela dan kekurangan, semua akan terasa ringan dan semua akan ada jalan keluar dengan kesabaran.
DI ANTARA MUTIARA HIKMAH DARI ASY-SYAIKH SHALIH AL-FAUZAN  حفظه الله تعالى Manusia, sebagian mereka menjadi ujian atas sebagian yang lain. Allah Ta’ala berfirman,
 {{ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَ كَانَ رَبُكَ بَصِيرًا}}
 “Kami jadikan sebagian kalian sebagai ujian atas sebagian yang lainnya. Apakah kalian bersabar? Rabbmu Maha Melihat.” Manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji sebagian mereka dengan sebagian yang lainnya. Allah menguji orang mukmin dengan orang kafir dan dengan orang munafik. Allah menguji hamba-hamba-Nya, sebagian mereka dengan sebagian ...

وَعَنْ أَبي سَعيد سَعْدِ بْنِ مَالكِ بْنِ سِنَانٍ الْخُدْري رَضِيَ اللهُ عَنْهٌمَا :
 وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ . وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْراً وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْر .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Said yaitu Sa'ad Ibn Malik Ibn Sinan al-Khudri ra. Rasulullah shalallah a’alihi wa sallam beliau bersabda:
Barangsiapa yang menjaga dirinya dari meminta-minta, maka Allah akan menjaganya, dan barangsiapa yang merasa dirinya cukup maka Allah akan mencukupinya, dan barangsiapa yang berlaku sabar maka Allah akan memberikan kesabaran. Tiada seorangpun yang dikaruniai suatu pemberian yang lebih baik serta lebih luas dari karunia kesabaran.
(Muttafaq 'alaih)



Abul Hasan Ali Cawas


Selasa, 19 Desember 2017

Sebab-sebab penyimpangan seorang anak #1 :

[ WAKTU LUANG ]

Dunia anak, biasanya dunia bermain, dunia bersenang-senang.
Banyak waktu luang dan waktu kosong bagi mereka, ini bisa menjadi salah satu faktor penyimpangan perilaku anak, yang harus diwaspadai oleh orang tua.

Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)
Maka bagi orang tua harus pinter-pinter dalam mengatur waktu bagi putra putrinya.
Cara pemanfaatan waktu untuk anak :
·        Shalat 5 waktu :
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُـرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّـلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).” [ HR Ahmad dan Abu Dawud , sanad hasan ]
Yaa...shalat adalah suatu sarana yang sangat ampuh dan efektif dalam mengatur waktu, boleh bermain, tetapi saat adzan harus pulang harus berhenti, boleh istirahat tetapi saat adzan harus bangun, dan lain-lainnya.
·        Olah raga yang sesuai syariat dan bermanfaat :
Dikeluarkan oleh Imam An Nasa’i dalam Sunan-nya,
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ وَهْبٍ الْحَرَّانِيُّ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحِيمِ ، قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحِيمِ الزُّهْرِيُّ ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ ، قَالَ رَأَيْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ ، وَجَابِرَ بْنَ عُمَيْرٍ الأَنْصَارِيَّيْنِ يَرْمِيَانِ ، فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ” كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ ذِكْرُ اللَّهِ ، فَهُوَ لَهُوٌ وَلَعِبٌ ، إِلا أَرْبَعَ مُلاعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ ، وَتَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ ، وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ ، وَتَعْلِيمُ الرَّجُلِ السَّبَّاحَةَ 
Muhammad bin Wahb Al Harrani mengabarkan kepadaku, dari Muhammad bin Salamah, dari Abu Abdirrahim, ia berkata: Abdurrahim Az Zuhri menuturkan kepadaku, dari ‘Atha bin Abi Rabbah, ia berkata: aku melihat Jabir bin Abdillah Al Anshari dan Jabir bin Umairah Al Anshari sedang latihan melempar. Salah seorang dari mereka berkata kepada yang lainnya: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “setiap hal yang tidak ada dzikir kepada Allah adalah lahwun (kesia-siaan) dan permainan belaka, kecuali empat: candaan suami kepada istrinya, seorang lelaki yang melatih kudanya, latihan memanah, dan mengajarkan renang”.
Tentu saja anak-anak tidak bisa terus ibadah dan belajar di rumah, tetapi perlu ada selingan dan variasi untuk tetap menjaga keistiqomahan dalam kebaikan.
Salah satu variasi dalam memanfaatkan waktu adalah dengan olah raga, berkuda, memanah atau renang.

maka kesimpulannya bapak ibu...mari kita lihat waktu anak kita masing-masing, kapan waktu sekolah, pulang jam berapa, setelah itu kegiatannya apa dari bangun tidur sampai tidur...dan mulai kita atur sebaik-baiknya.

Semoga bermanfaat
Abul Hasan Ali





Senin, 18 Desember 2017

رحم الله امرؤ عرف قدر نفسه
” (Semoga Allah merahmati orang yang mengenali kadar (kapasitas) dirinya) “
Sebuah pepatah Arab yang indah maknanya....
Pada zaman ini banyak orang-orang yang pandai berbicara, pandai mengemukakan pendapat, dalam keadaan mereka kosong dari ilmu.
Yang paling berbahaya adalah berbicara dalam masalah agama tanpa didasari dengan ilmu.
Ini termasuk dosa besar bahkan dosa yang paling besar :
Alloh Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” (Al-A’raf:33)
Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: 
“Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Alloh tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34.
Syaithan dengan kecerdikannya menyesatkan melalui pintu ini, pemuda-pemuda yang baru mengenal ilmu, baru semangat mengaji, untuk berbicara agama, berbicara halal dan haram, dengan modal sedikit Bahasa Arabnya.
Berbicara berkaitan dengan permasalahan “nawazil” kontemporer tanpa merujuk pendapat ulama kibar.
Dulu mereka mencela para ulama yang mendukung pemerintah Saudi meminta bantuan Amerika saat invasi Iraq....sekarang baru kita tahu siapa yang benar....siapa Saddam Husain.
dulu mereka mencela ulama Saudi saat mendukung penyerangan Arab Saudi ke Houtsi Yaman....sekarang baru kita tahu siapa Houtsi dan siapa dalang dibalik perang Yaman.
Dan kejadian-kejadian lainnya...yang sebagian pemuda merasa sok tahu dan merasa lebih berilmu daripada ulama rabbani.
Allah berfirman:

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلا قَلِيلا (٨٣)

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS An-Nisaa : 83)
عن ابن عباس- رضى الله عنهما- قال: أن- رسول الله صلى اللهُ عليهِ وسلَّمَ- قال :
((البركة مع أكابركم )) (الصحيحة /1778)

وقال -صلى اللهُ عليهِ وسلَّمَ- : ((إن من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عند الأصاغر)).(الصحيحة/695)

وعن ابن مسعود- رضي الله عنه-:
(( لا يزال الناس بخير ما أخذوا العلم عن أكابرهم , وعن أمنائهم وعلمائهم , فإذا أخذوا من صغارهم وشرارهم هلكوا .))

_________________

Dari ('Abdullah) Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma - berkata: Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam - bersabda: 

البركة مع أكابركم

“Keberkahan itu bersama para pembesar diantara kalian ('Ulama Kibar).” [Ash-Shahihah / 1778]

⚡ Dan bersabada Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam: 

إن من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عند الأصاغر 

“Sesungguhnya diantara tanda-tanda hari kiamat (yakni) diambilnya 'ilmu disisi al-Ashoghir .” [Ash-Shahihah / 695]

⚡ Dan dari ('Abdullah) Ibnu Mas’ud - Radhiyallahu 'anhu - 

لايزال الناس بخير ما أخذوا العلم عن أكابرهم، وعن أمنائهم وعلمائهم، فإذا أخذوا من صغارهم وشرارهم هلكوا 

“Manusia senantiasa dalam (keadaan) baik apabila mereka mengambil 'ilmu disisi para pembesar (kibar ulama), dan dari orang-orang terpercaya mereka, dan para 'ulama mereka, maka apabila mereka mengambil dari orang-orang kecil mereka dan orang-orang jelek mereka, BINASALAH mereka.”
Marilah kita menjadi orang yang mengetahui kadar kapasitas diri kita....
marilah kita kembalikan segala urusan agama kita kepada para ulama...

Abul Hasan Ali Cawas




Senin, 11 Desember 2017

 PEDOMAN PENTING DALAM MEMAHAMI HUBUNGAN ANTARA AL QUR’AN DENGAN SUNNAH


Diriwayatkan dari Makhul, ia berkata : 
“Al-Qur’an lebih membutuhkan As-Sunnah daripada As-Sunnah membutuhkan Al-Qur’an”,
 diriwayatkan oleh Said bin Mansur.
Diriwayatkan dari Yahya bin Abu Katsir, ia berkata :
 ‘As-Sunnah memutuskan (menetapkan) Al-Qur’an dan tidaklah Al-Qur’an memutuskan (menetapkan) As-Sunnah”, 
diriwayatkan oleh Ad-Darimi dan Said bin Manshur.
Al-Baihaqi berkata : “Maksud dari ungkapan di atas, bahwa kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur’an adalah sebagai yang menerangkan sesuatu yang datang dari Allah, sebagaimana firman Allah.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”. [An-Nahl/16 : 44]
Bukan berarti bahwa sesuatu dari As-Sunnah bertentangan dengan Al-Qur’an, karena sunnah yang shahihah tidak mungkin bertentangan dengan Al Qur’an dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin dan tidak berani menentang Al Qur’an.
Allah ta’ala berfirman,
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan dia tidaklah berbicara dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada lain adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (QS. An Najm: 3-4)

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ (44) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (45) ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (46) فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ (47) وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (48)
Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan kedustaan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu. Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. [Al Haaqah 44-47]

Seorang ulama tabiin, Hassan bin Athiyah pernah mengatakan,
كان جبريل ينزل على النبي صلى الله عليه وسلم بالسنة كما ينزل عليه بالقرآن
Jibril turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa sunnah sebagaimana Jibril turun kepada beliau dengan membawa al-Quran. (HR. ad-Darimi dalam Sunannya no. 588 & al-Khatib dalam al-Kifayah no. 12).

Dengan demikian tidak mungkin terjadi kontradiksi antara Al-Qur-an dengan As-Sunnah selama-lamanya.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada Kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga. Sebagaimana Allah mengabarkan kepada kita dalam firman-Nya :
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ َ صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ أَلَا إِلَى اللَّهِ تَصِيرُ الْأُمُورُ
“…Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.” [Asy-Syura: 52-53]
Fungsi Hadits Rasulullah SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu bermacam–macam. Imam Malik bin Anas menyebutkan lima macam fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba’ts, bayan al-tasyri’.

Agar masalah ini lebih jelas, maka dibawah ini akan di uraikan satu per satu :

  1. Bayan Taqrir
Bayan al-taqrir : Yang dimaksud dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Bukhari dari Abu Hurairah, yang berbunyi sebagai berikut:
قَالَ رَسُلُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَتُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Artinya: “Rasulullah s.a.w telah bersabda: Tidak diterima shalat seseorang yang berhadas sebelum ia berwudhu”. (HR. Bukhari).
Hadis ini mentaqrir QS Al-Maidah (5):6 mengenai keharusan berwudhu ketika seseorang akan mendirikan shalat. Yang artinya:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki……” (QS. Al-Maidah (5): 6).

  1. Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan al-tafsir adalah kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rinciaan dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhsish) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum.
Sebagai contoh,
·         merinci ayat yang global :
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Artinya: “Shalatlah sebagaimana engakau melihat aku shalat”. (HR. Bukhari).
Salah satunya ayat yang memerintahkan shalat adalah:
Artinya: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku” . (QS. Al-Baqarah (2): 43).
·         Memberi kekhususan ayat yang umum

Surat al-Maidah ayat 3 tentang darah yang diharamkan, yaitu:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ (المائدة:3)
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah  daging babi…”
Rasulullah SAW bersabda tentang halalnya dua bangkai dan dan dua darah :
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَال
Telah dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dua darah itu adalah hati dan limpa. (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)

  1. Bayan at-Tasyri’

Yang dimaksud dengan Bayan Al-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an, atau dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja.
Hadits-hadits Rasulullah yang termasuk kedalam kelompok ini diantaranya hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara isteri dengan bibinya),
صحيح البخاري (16/ 63)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا وَلَا بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang wanita tidak boleh dimadu dengan bibinya baik dari jalur ibu atau ayah.” (H.R.Bukhari)
  1. Bayan al-Nasakh
Ketiga bayan yang pertama yang telah diuraikan di atas disepekati oleh para ulama, meskipun untuk bayan yang ketiga ada sedikit perbedaan yang terutama menyangkut defenisi (pengertian) nya saja.hadits yang berbunyi :
لاَ وَصِيَةَ لِوَارِثٍ
Artinya:  “ tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Hadits ini menurut mereka menasakh isi firman Allah SWT :

Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah (2): 180).

Dari keterangan ini menunjukkan bahwa memang ada hukum2 Islam yang ada didalam Sunnah tetapi tidak ada didalam Al Qur'an, dan seperti itu bukan berarti As Sunnah bertentangan dengan Al Qur'an, tetapi menjelaskan dan menjabarkan Al Qur'an, karena Al Qur'an adalah pedoman pokok, perlu ada penjabaran.
dan sunnah adalah wahyu dari Allah ta'ala sama dengan Al Qur'an, jadi tidak mungkin bertentangan antara Al Qur'an dan Sunnah yang shahihah, karena semua berasal dari Allah ta'ala.

Allahu a'lam

abul hasan ali cawas

Minggu, 10 Desember 2017

Kenapa harus berpegang dengan Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman para shahabat / salaf.


A.                 Berpegang dengan Al Qur’an.

 Jelas.... semua orang Islam wajib berpegang dengan Al Qur’an :
Allah Ta’ala berfirman,
الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Alif lam mim. Ini adalah kitab yang tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. al-Baqarah: 1-2)

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا ٨٢

“Dan Kami turunkan dari al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (Al-Isra`: 82)

B.                 Berpegang dengan sunnah.

Karena As Sunnah termasuk wahyu yang turun dari Allah juga sama dengan Al Qur’an :
firman Allåh:
وَالنَّجْم إِذَا هَوَىٰ . مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ . وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) TIDAK SESAT dan TIDAK PULA KELIRU. dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
(an-najm: 1-4)
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan ingatlah nikmat Allah kepada kamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. [al-Baqarah/2:231].
Seorang ulama tabiin, Hassan bin Athiyah pernah mengatakan,
كان جبريل ينزل على النبي صلى الله عليه وسلم بالسنة كما ينزل عليه بالقرآن
Jibril turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa sunnah sebagaimana Jibril turun kepada beliau dengan membawa al-Quran. (HR. ad-Darimi dalam Sunannya no. 588 & al-Khatib dalam al-Kifayah no. 12).
·         Hati-hati ada orang yang mengaku Islam, mengaku berpegang kepada Al Qur’an tetapi tidak mau berpegang kepada Sunnah, sudah diramalkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :
Dalam hadis dari al-Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ القُرآنَ وَمِثلَهُ مَعَهُ ، أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ شَبعَان عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ : عَلَيكُم بِهَذَا القُرآنِ ، فَمَا وَجَدتُم فِيهِ مِن حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ ، وَمَا وَجَدتُم فِيهِ مِن حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ ، أَلَا وَإِنَّ مَا حَرَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ كَمَا حَرَّمَ اللَّهُ
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi al-Qur’an dan sesuatu yang sama dengan al-Qur’an. Ketahuilah, akan ada orang yang suka kekenyangan, bertelekan di ranjang mewah, dan berkata, “Berpeganglah kalian kepada al-Qur’an. Apapun yang dikatakan halal di dalam al-Qur’an, maka halalkanlah, sebaliknya apapun yang dikatakan haram dalam al-Qur’an, maka haramkanlah. –tanpa merujuk sunnah-
Sesungguhnya apapun yang diharamkan oleh Rasulullah, Allah juga mengharamkannya.” 
(HR. Turmudzi 2664 dan dishahihkan al-Albani).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Ibnu Mas’ud rodhiyallohu anhu berkata:
”Kalian akan menjumpai suatu kaum, mereka mengaku mengajak kamu kepada kitab Alloh, padahal mereka membuang al-Qur’an ke balik punggung me­reka. Maka kalian wajib berpe­gang kepada ilmu, jauhkan dirimu dari perkara bid’ah, jauhkan dirimu dari mendalami perkara (berlebihan) , dan kamu wajib berpegang kepada Sunnah.” (Sunan ad-Darimi 1/66)
·        Contoh kesesatan orang yang mengingkari sunnah :
1.     Masalah adzab kubur :
Sekadar contoh, simaklah ucapan Agus Mustofa berikut:

“Maka, dalam hal azab kubur ini pun kita harus mengambil al-Qur’an sebagai sumber utama terlebih dahulu. Jika al-Qur’an ada, maka hadits-hadits itu berfungsi sebagai penjelasan. Akan tetapi jika di al-Qur’an tidak ada, kita harus menyeleksi secara ketat hadits-hadits tentang azab kubur. Apalagi yang bercerita tentang siksaan badan sebagaimana azab neraka, al-Qur’an tidak berbicara sedikitpun tentang siksaan badan dalam alam barzakh.”.

Jawaban :

·         Dalam Al Qur’an ada berita tentang adzab kubur :

Allah Ta’ala berfirman,
وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45) النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ (46)

Dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang , dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras“.” (QS. Al Mu’min: 45-46)

Mari kita perhatikan penjelasan para pakar tafsir mengenai potongan ayat ini:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا

“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.”

Al Qurtubhi –rahimahullah- mengatakan,

“Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini tentang adanya adzab kubur. … Pendapat inilah yang dipilih oleh Mujahid, ‘Ikrimah, Maqotil, Muhammad bin Ka’ab. Mereka semua mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan adanya siksa kubur di dunia.” (Al Jaami’ Li Ahkamil Qur’an, 15/319)
Asy Syaukani –rahimahullah- mengatakan, 
“Yang dimaksud dengan potongan dalam ayat tersebut adalah siksaan di alam barzakh (alam kubur). ” (
Fathul Qodir, 4/705)
Fakhruddin Ar Rozi Asy Syafi’i –rahimahullah- mengatakan,
“Para ulama Syafi’iyyah berdalil dengan ayat ini tentang adanya adzab kubur. Mereka mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa siksa neraka yang dihadapkan kepada mereka pagi dan siang (artinya sepanjang waktu) bukanlah pada hari kiamat nanti

·         Dari sunnah :

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الآخِرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Jika salah seorang di antara kalian selesai tasyahud akhir (sebelum salam), mintalah perlindungan pada Allah dari empat hal: [1] siksa neraka jahannam, [2] siksa kubur, [3] penyimpangan ketika hidup dan mati, [4] kejelekan Al Masih Ad Dajjal.” (HR. Muslim)

2. masalah hukum mencabut alis
Dalam satu riwayat yang shahih dari Ibnu mas’ud, datang seorang wanita kepadanya kemudian berkata :
“kamukan orangnya yang berkata bahwa Allah melaknat namishat (wanita yang mencabut rambut alis) dan Mutamishat (wanita yang minta dicabutkan) dan Wasyimat (wanita yag mentato), Ibnu Mas’ud berkata : ya, benar. Aku telah membaca Al-Qur’an dari awal sampai akhir tetapi aku tidak menemukan apa yang kamu katakan. Maka ibnu mas’ud berkata : ‘jika kamu betul-betul membacanya maka kamu akan menemukannya. Tidakkah engkau membaca : “apa yang disampaikan oleh rasul ambillah dan apa yang dilarang oleh rasul maka tinggalkanlah ” [QS. Al-Hasyr :7], aku telah mendengar rasulullah bersabda : “allah melaknat namishat ” [ HR. Bukhari-Muslim]

C.                 Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman shahabat/salaf ....kenapa ?

1.                  Kisah khawarij saat berdebat dengan shahabat Ibni Abbas :


Kaum Khawarij adalah sekte pertama yang menyimpang dalam sejarah Islam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahkan berwasiat khusus mengenai kaum khawarij, beliau bersabda
تمرق مارقة على حين فرقة من أمتي يحقر أحدكم صلاته مع صلاتهم، وقراءته مع قراءتهم، يمرقون من الإسلام مروق السهم من الرمية، أينما لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجراً لمن قتلهم
Mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara umatku. Salah seorang diantara kalian (sahabat Nabi) akan menganggap remeh shalatnya dibanding shalat mereka. Kalian menganggap remeh baca’an Al Qur’an kalian dibanding bacaan mereka. Mereka itu keluar dari agama ini sebagaimana keluarnya panah keluar dari busurnya. Dimanapun kalian menemui mereka, bunuhlah mereka. Karena membunuh mereka itu berpahalanya bagi yang membunuhnya” (HR. Bukhari 3611)
Kisah perdebatan :
Abdullah bin ‘Abbas berkata:
لما خرجت الحرورية اعتزلوا في دار و كانوا ستة آلاف فقلت لعلي يا أمير المؤمنين أبرد بالصلاة لعلي أكلم هؤلاء القوم قال إني أخافهم عليك قلت كلا
Ketika kaum Haruriyyah (Khawarij) memberontak, mereka berkumpul menyendiri di suatu daerah. Ketika itu mereka ada sekitar 6000 orang. Maka aku pun berkata kepada ‘Ali bin Abi Thalib: “wahai Amirul Mu’minin, tundalah shalat zhuhur hingga matahari tidak terlalu panas, mungkin aku bisa berbicara dengan mereka kaum Khawarij”. Ali berkata: “aku mengkhawatirkan keselamatanmu”. aku berkata: “tidak perlu khawatir”
فلبست وترجلت و دخلت عليهم في دار نصف النهار وهم يأكلون فقالوا مرحبا بك يا ابن عباس فما جاء بك قلت لهم أتيتكم من عند أصحاب النبي المهاجرين والأنصار ومن عند ابن عم النبي وصهره وعليهم نزل القرآن فهم أعلم بتأويله منكم و ليس فيكم منهم أحد لأبلغكم ما يقولون وأبلغهم ما تقولون فانتحى لي نفر منهم
Aku lalu memakai pakaian yang bagus dan berdandan. Aku sampai di daerah mereka pada waktu tengah hari, ketika itu kebanyakan mereka sedang makan. Mereka berkata: “marhaban bik(selamat datang) wahai Ibnu ‘Abbas, apa yang membuatmu datang ke sini?”. Aku berkata: “Aku datang mewakili para sahabat Nabi dari kaum Muhajirin dan Anshar dan mewakili anak dari paman Nabi (Ali bin Abi Thalib). Merekalah yang membersamai Nabi, Al Qur’an di turunkan di tengah-tengah mereka, dan mereka lah yang paling memahami makna Al Qur’an. Dan tidak ada salah seorang pun dari kalian yang termasuk sahabat Nabi. Akan aku sampaikan perkataan mereka yang lebih benar dari perkataan kalian”....
sampai akhir kisah yang menunjukkah penyebab utama kesesatan kaum khawarij adalah karena mereka tidak mau mengembalikan pemahaman Al Qur’an dan sunnah kepada para shahabat.

2.                  Kisah kelompok qodariyah :


Imam Muslim rahimahullah di awal kitab beliau, Shahih Muslim, meriwayatkan sebuah atsar yang panjang yang mengisahkan kemunculan paham qadariyyah,
“Dari Yahya bin Ya’mar, beliau mengatakan, “Orang yang pertama kali berbicara masalah takdir di Bashrah adalah Ma’bad Al Juhani. Aku dan Humaid bin ‘Abdirrahman kemudian pergi berhaji –atau ‘umrah- dan kami mengatakan, “Seandainya kita bertemu salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita akan mengadukan pendapat mereka tentang takdir tersebut”
Kami pun bertemu dengan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang sedang memasuki masjid. Lalu kami menggandeng beliau, satu dari sisi kanan dan satu dari sisi kiri. Aku menyangka sahabatku menyerahkan pembicaraan kepadaku sehingga akupun berkata kepada Ibnu ‘Umar, “Wahai Abu ‘Abdirrahman (panggilan Ibnu ‘Umar –pen), sungguh di daerah kami ada sekelompok orang yang berpandangan takdir itu tidak ada, dan segala sesuatu itu baru ada ketika terjadinya (tidak tertulis di catatan takdir dan tidak pula diketahui oleh Allah sebelumnya –pen).
Maka Ibnu ‘Umar berkomentar, “Kalau kamu bertemu dengan mereka, beritahukan mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku! Demi Dzat yang Ibnu ‘Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya mereka memiliki emas sebanyak gunung Uhud lantas menginfaqkannya, niscaya Allah tidak akan menerima infaq mereka tersebut sampai mereka mau beriman kepada takdir” (HR. Muslim)
Al-Imam Abu Bakr Muhammad bin al-Husain al-Ajurri rahimahullah meriwayatkan dari jalan ‘Amr bin Muhajir, ia berkata,

“Telah sampai informasi kepada Khalifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah bahwa Ghailan bin Muslim mengatakan, ‘Takdir itu tidak ada’. Maka beliau mengutus seseorang untuk memanggil Ghailan. (Setelah datang), ia dibiarkan (tidak ditemui) selama beberapa hari. Kemudian setelah itu dibawa menghadap beliau. ‘Umar bin Abdul ‘Aziz berkata, ‘Ghailan, apa ini yang aku dengar tentang dirimu?!’
‘Amr bin Muhajir memberikan isyarat agar ia tidak menjawab, namun Ghailan tetap menjawabnya, ‘Ya, wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berfirman:

هَلۡ أَتَىٰ عَلَى ٱلۡإِنسَٰنِ حِينٞ مِّنَ ٱلدَّهۡرِ لَمۡ يَكُن شَيۡ‍ٔٗا مَّذۡكُورًا ١  إِنَّا خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ مِن نُّطۡفَةٍ أَمۡشَاجٖ نَّبۡتَلِيهِ فَجَعَلۡنَٰهُ سَمِيعَۢا بَصِيرًا ٢ إِنَّا هَدَيۡنَٰهُ ٱلسَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرٗا وَإِمَّا كَفُورًا ٣

“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum berupa sesuatu yang dapat disebut. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), oleh karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (al-Insan: 1—3)[2]
‘Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, ‘Bacalah akhir dari surat tersebut!’

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمٗا ٣٠ يُدۡخِلُ مَن يَشَآءُ فِي رَحۡمَتِهِۦۚ وَٱلظَّٰلِمِينَ أَعَدَّ لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمَۢا ٣١

 “Dan kalian tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dia memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan bagi orang-orang yang zalim, Ia sediakan azab yang pedih.” (al-Insan: 30—31)
Kemudian beliau berkata, ‘Bagaimana pendapatmu, wahai Ghailan?’
Ghailan berkata, ‘Sungguh sebelumnya aku buta lalu engkau menerangiku, aku tuli lalu engkau membuka pendengaranku, dan aku sesat lalu engkau menunjukiku.’
Maka ‘Umar bin Abdul ‘Aziz berkata, ‘Ya Allah, semoga hamba-Mu Ghailan jujur. Kalau tidak, maka saliblah ia!’.....Maka Ghailan pun tidak lagi berkata tentang takdir, sehingga ia diangkat oleh ‘Umar bin Abdul ‘Aziz sebagai penanggung jawab kantor pembayaran kas khilafah di Damaskus. Ketika ‘Umar bin Abdul ‘Aziz wafat dan khilafah dipegang Hisyam bin Abdul Malik, ia kembali berbicara tentang tidak adanya takdir. Maka akhirnya Hisyam mengirim utusan untuk memotong tangannya. Ketika tangannya (setelah dipotong, pen.) sedang dikerumuni lalat, lewatlah seorang laki-laki seraya berkata kepadanya, ‘Wahai Ghailan, ini adalah qadha dan qadar.’ Maka ia menjawab, ‘Engkau berdusta, demi Allah ini bukan qadha dan bukan pula qadar.’ Maka Hisyam mengirim utusan kembali untuk menyalib Ghailan.” (asy-Syari’ah, hlm. 208—209)
Kisah ini menunjukkan pula bahwa sebab kesesatan qodariyah adalah berpegang Al Qur’an tetapi tanpa pemahaman shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka dari uraian ini bisa kita ambil kesimpulan, wajibnya bagi semua umat Islam untuk berpegang teguh dengan Al Qur’an dan sunnah dengan pemahaman shahabat.