Rabu, 28 Maret 2018

Karakteristik Ahlus Sunnah Wal Jama’ah #2

[ UNIVERSAL ]

Manhaj Ahlis Sunnah Wal Jama’ah bersifat universal, umum dan berlaku untuk segala zaman, tempat, keadaan dan seluruh umat manusia di dunia, berlaku bagi generasi awal maupun generasi modern, baik orang Arab maupun non Arab.
Dalam urusan agama selalu merujuk pada tuntunan masa lalu, Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, tidak boleh ada kreasi dan inovasi, karena tuntunan Rasulullah dan shahabatnya paling sempurna dan paling baik.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
( Al Maidah : 3 )
Berkata Imam Malik -rahimahullah- :
: لَنْ يَصْلُحَ آخِرُ هذِهِ الْأُمَّةِ إِلَّا بِمَا صَلَحَ بِهِ أَوَّلُهَا
Tidak akan pernah baik akhir umat ini kecuali dengan cara yang telah membuat baik generasi awalnya.”.

Sedangkan dalam urusan dunia, senantiasa mendorong umatnya untuk maju, berkembang, berkreasi, berinovasi untuk kemanfaatan manusia.
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.”  (HR. Muslim, no. 2363)


خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia
(HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’no:3289).
  
Berbeda dengan kelompok-kelompok yang hanya membatasi ajarannya kepada ras tertentu, atau hanya ada pada negara tertentu. Atau orang-orang yang jumud dan kaku tidak mengikuti perkembangan zaman, demikian juga tidak seperti orang yang hanya melihat ke masa depan tanpa mengambil ibrah dan pelajaran dari sejarah masa lalu, tentu saja hal itu bertentangan dengan ajaran Islam yang bersifat Rahmatan Lil ‘Alamin.

Forum Salafy Klaten


Pelajaran Berharga Bagi Setiap Muslim
Dari Surat Ash Shaaf 1-4
----------------------------------------------------------------
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ (٤)


1. Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
4.  Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.

PELAJARAN YANG BISA DIPETIK :

1.       DZIKIR : Merupakan bekal yang penting bagi setiap muslim dalam kehidupannya dalam menjalani setiap aktivitasnya. Jika seorang hamba dekat dan erat hubungannya dengan Allah ta’ala, maka hubungannya dengan sesame manusia juga akan diperbaiki oleh Allah ta’ala.

2.      JUJUR            : Senantiasa sesuai antara ucapan dan perbuatan. Menjadi contoh dan suri teladan bagi orang-orang disekitarnya.

3.      JIHAD            : Secara bahasa adalah “mengerahkan seluruh kemanpuan”. Punya kinerja yang kuat, semangat selalu dalam kebaikan dan dalam amal shalih. Jihad dalam mencari ilmu, jihad dalam beramal, jihad melawan orang kafir dan dalam segala aspek kehidupan yang positif harus semangat tidak boleh bermalas-malasan.

4.      BERSATU       : Dalam beraktivitas seorang muslim harus menjalin ukhuwah, kerja sama dan persatuan. Mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu berkolaborasi dengan rekan-rekannya.







Minggu, 25 Maret 2018

§  Karakteristik Ahlus Sunnah Wal Jama’ah # 01

[ SUMBER  AGAMA YANG BERSIH DAN MURNI ]

          Dari mata air yang bersih, murni dan segar  mereka Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengambil konsep aqidah, ibadah, mu’amalah, akhlak dan perilaku. Apa saja yang sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para Shahabat mereka terima dan segala yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah pasti mereka tolak siapapun yang mengatakannya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ 
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
 (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

Berbeda dengan kelompok-kelompok yang sesat, seperti kaum Shufi yang masih mau mengambil ajaran agamanya dari mimpi, kyai dan perasaan walau bertentangan dengan Al Qur’an, bahkan ada sebagian mereka yang mengaku telah mencapai derajat hakikat, sehingga tidak perlu berpedoman dengan syariat Al Qur’an dan Sunnah.
Atau kaum Syiah yang mengambil konsep ajaran agamanya dari Imam Imam mereka yang mereka klaim bebas dari dosa.
Atau seperti kaum Mu’tazilah yang mendahulukan akal dan rasio daripada dalil Al Qur’an dan Sunnah. Juga berbeda dengan kelompok-kelompok yang ajaran agamanya sangat dipengaruhi oleh pimpinan organisasi tertentu, walau tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah.
Inilah salah satu yang membedakan antara Ahlus Sunnah dan firqah-firqah yang menyimpang.
Allahu Ta’ala A’lam Bis Shawab.

Forum Salafy Klaten



Jumat, 23 Maret 2018

Fatwa Fatwa Pendidikan :

[ POTONG RAMBUT QAZA’ ]


Pertannyaan :

Bagaimana hukum potong rambut qaza’ ?

Jawaban :         
                          
Qaza’ adalah mencukur sebagian kepala dan membiarkan sebagian yang lain tetap berambut. Modelnya bermacam-macam :

Pertama : mencukur sebagian kepala dengan tidak teratur, mencukur sisi kanan, mencukur  ubun-ubun kebelakang, kemudian mencukur sisi kiri.
Kedua : mencukur tengah kepala saja dan membiarkan sisi-sisinya.
Ketiga : mencukur sisi-sisi kepala dan membiarkan panjang, tengah kepala.
Keempat : mencukur ubun-ubun saja dan membiarkan yang lain.

Segala macam qaza’ tersebut makruh hukumnya, karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat anak kecil, sebagian kepalanya dicukur. Maka beliau menyuruh untuk mencukur semuanya atau dibiarkan semuanya. HR. Bukhari no. 5921 dan Muslim no. 2120

Akan tetapi jika qaza’ tersebut disertai niat meniru gaya rambut orang-orang kafir maka hukumnya meningkat jadi haram, karena menyerupai orang kafir haram.
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.

Syaikh Muhammad bin shalih al Utsaimin.

(Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 4/118) 

Selasa, 20 Maret 2018

Fatwa-Fatwa Pendidikan :

[ MURID BERDIRI MEMBERI HORMAT KEPADA GURU ]

Pertannyaan :

                Bagaimana hukum murid-murid berdiri dalam rangka memberi hormat kepada guru ?

Jawaban   :

                Murid-murid perempuan berdiri memberi hormat kepada guru wanita dan murid laki-laki berdiri memberi hormat kepada guru laki-laki, ini adalah sesuatu hal yang tidak patut dilakukan. Minimal hukumnya adalah makruh berat, berdasarkan perkataan Anas -semoga Allah meridhainya- “ tidak ada seorangpun yang lebih sahabat cintai selain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Namun demikian, mereka tidak pernah berdiri kepada beliau ketika beliau dating menemui mereka, karena mereka tahu, beliau tidak menyukai hal tersebut.

                Dan juga, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang ingin supaya orang-orang berdiri menghormat kepadanya, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka.” [HR Ahmad dengan sanad shahih]

Syaikh Abdul Aziz bin baz.

(Majmu’ fatawa wa maqalat mutanawi’ah : 5/349)

Kamis, 15 Maret 2018


Fatwa-Fatwa Pendidikan

[ BERGOYANG KE KANAN KIRI KETIKA MEMBACA AL QUR’AN ]

Pertanyaan :

“Sejak kecil kami terbiasa ketika menghafal Al Qur’an dengan memegang mushaf, kami bergoyang ke kanan dan ke kiri ketika membacanya. Goyangan ini kami rasakan mempermudah kami dalam membaca Al Qur’an. Akhir –akhir ini ada salah seorang teman menegur kami, dan mengatakan bahwa perbuatan itu bid’ah terlarang, tetapi dia tidak bisa menyampaikan dalil. Oleh sebab itu kami berharap penjelasan dari anda. Semoga Allah membalas kebaikan Anda dan menadikan Anda penolong kaum muslimin.

Jawab :
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulnya, beserta segenap keluarga dan para sahabatnya. Wa ba’du.
                Tidak mengapa Anda bergoyang ke kanan dan ke kiri ketika membaca Al Qur’an seperti yang Anda sebutkan itu. Goyangan ini bukan termasuk ibadah sehingga tidak bisa dikategorikan bid’ah dalam agama. Itu hanya kebiasaan sebgaian orang saja.

Lajnah Daimah

(Fatwa Al Lajnah Daimah : 4/116)

Selasa, 13 Maret 2018

Catatan Kajian
Tsalatsatul Ushuul.
Masjid Al Falah, Tlingsing.
Senin, 12 Maret 2018

[ MENGENAL ALLAH TA’ALA ]

Dengan 3 cara :
1.    Melihat ayat-ayat syar’iyah berupa Al Qur’an dan Sunnah.
2.    Melihat ayat-ayat kauniyah alam sekitar kita.
3.    Melihat ayat ayat nafsiyah yang ada di tubuh kita
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ma’rifatullâh (yang benar) adalah mengenal zat-Nya, mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta mengenal perbuatan-perbuatan-Nya.”[ Majmû’ul Fatâwâ (17/104)]
Demikian pula memperhatikan dan merenungi keadaan alam semesta beserta semua makhluk Allâh Azza wa Jalla di dalamnya yang merupakan tanda-tanda kemahakuasaan-Nya dan bukti kesempurnaan ciptaan-Nya [8] . Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ﴿٢٠﴾وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allâh Azza wa Jalla ) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan?” [adz-Dzâriyât/51:20-21][9]
Jadi memahami nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla dengan benar adalah satu-satunya pintu untuk bisa mengenal Allâh (ma’rifatullâh) dengan pengenalan yang benar, yang ini merupakan landasan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Karena salah satu landasan utama ibadah adalah al-mahabbah (kecintaan) kepada Allâh Azza wa Jalla , yang ini tidak mungkin dicapai kecuali dengan mengenal Allâh Azza wa Jalla[10] dengan pengenalan yang benar melalui pemahaman terhadap nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Maka orang yang tidak memiliki ma’rifatullah (mengenal Allâh) yang benar, tidak mungkin bisa beribadah dengan benar kepada-Nya.[11]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mengenal Allâh Azza wa Jalla dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya maka dia pasti akan mencintai-Nya.”[ Madârijus Sâlikîn (3/17)


Senin, 12 Maret 2018

Fatwa-fatwa Pendidikan :

[ NASIB ANAK ZINA ]

Pertannyaan :

                Apakah anak zina bisa masuk surga jika dia taat kepada Allah ta’ala atau tidak ? apakah dia ikut menanggung dosa -orang tuanya- atau tidak ?

Jawab   :
                Anak zina tidak menanggung dosa atas perbuatan zina yang dilakukan orang tuanya. Karena bagaimanapun itu bukan perbuatannya. Akan tetapi dosa menjadi tanggung jawab kedua orang tua itu sendiri, berdasarkan firman Allah ta’ala :

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.

Al Baqarah : 286

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ
dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Al An’am 164

                Soal nasib anak zina itu kelak di akhirat, sama dengan nasib manusia yang lainnya, jika dia taat kepada Allah semasa hidup di dunia, beramal shalih dan meninggal dalam keadaan Islam, maka dia akan masuk surga. Jika dia durhaka kepada Allah dan meninggal dalam keadaan kekafiran, maka dia termasuk penghuni neraka. Dan jika dia beramal shalih dan beramal jahat, dan meninggal dalam keadaan Islam, maka urusannya terserah Allah, jika Allah kehendaki Dia bisa mengampuninya dan jika Dia kehendaki bisa untuk menghukumnya. Dan kalau masuk surga, itu karena anugrah dan rahmat dari Allah ta’ala.
                Adapun hadits yang menyatakan bahwa anak zina itu tidak akan masuk surga adalah hadits maudhu’ (palsu)
                Wabillahi taufiq, semoga Allah melimpahkan rahmat dan salam kepada Nabi kita Muhammad beserta segenab keluarga dan para sahabatnya.

Lajnah Daimah
(Fatawa Al Islamiyah : 4/522)


UCAPAN GURU

IMAM BUKHARI

Shahih Al Bukhari yang merupakan kitab yang terbaik setelah Al Qur’an Kitabullah, jika seseorang mendengar hadits diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya akan muncul kewibawaan dan ketenangan hati padanya, apa sebab penulisan kitab “Shahih Al Bukhari”.
Sebuah kalimat yang didengar oleh Imam Bukhari sehingga Allah ta’ala memberikan kemudahan penyusunan kitab tersebut.
Sebuah kata dari gurunya Ishaq bin Ruhawih : “ Seandainya ada salah seorang dari kalian menyusun sebuah kitab di dalamnya hadits hadits yang shahih dari Rasulillah -shalallahu ‘alaihi wa sallam, dalam satu kitab”.
Kata-kata ini menjadi inspirasi Imam Bukhari untuk meyusun sebuah kitab yang menjadikannya senantiasa dikenang oleh umat Islam setelahnya. ( Hady As Sary : 9 )

IMAM DZAHABI

Ini Imam Dzahabi yang jarang sekali tandingannya yang merupakan tempat kembali segala persoalan yang rumit, Imam Jarh wa ta’diil.
Apa sebab yang mendorongnya mendalami ilmu hadits ?
Beliau menceritakan sendiri dari gurunya Imam Al Barzaali, saat gurunya melihat gaya berjalannya, maka berkata : “Sesungguhnya gaya berjalanmu  seperti gaya berjalannya ahli hadits. Maka sejak itu Allah menganugrahkan rasa cintaku kepada ilmu hadits.



Minggu, 11 Maret 2018

[MENGKERAMATKAN KUBURAN]

1.    Awalnya semua manusia mentauhidkan Allah ta’ala :

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ

Dulunya manusia adalah umat yang satu (di atas Islam). Kemudian (setelah mereka berselisih) Allah mengutus Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan Allah menurunkan al-Kitab secara haq bersama para Nabi itu. Agar Nabi menetapkan hukum di antara manusia berdasarkan Kitab tersebut dalam hal-hal yang mereka perselisihkan…(Q.S al-Baqoroh ayat 213).

2.    Awal pertama kali kesyirikan di muka bumi karena mengkeramatkan kuburan orang shalih.

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Dan mereka (pembesar-pembesar kaum Nuh) berkata: Jangan sekali-kali kalian meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian. Jangan sekali-kali kalian meninggalkan Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr (Q.S Nuh ayat 23)
Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menyatakan:

أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ

(Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr) itu adalah nama-nama orang-orang Shalih dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal, syaithan membisikkan kepada kaum mereka agar membuatkan monument/ patung di tempat-tempat yang mereka biasa duduk dan memberi penyebutan monumen-monumen itu dengan nama-nama mereka. Maka mereka (kaum Nuh) melakukan hal itu. (waktu itu) monumen/ patung itu belum disembah. Hingga saat generasi pembuat monumen itu telah meninggal, dan ilmu terhapus (hilang orang-orang berilmu), maka monumen-monumen itu kemudian disembah (diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahihnya).

3.    Bentuk-bentuk pengkeramatan kuburan yang terlarang :
a.    Menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah :

أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Dari Jundab, dia berkata: Lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, aku mendengar beliau bersabda: Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dahulu telah menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid-masjid! Ingatlah, maka janganlah kamu menjadikan kubur-kubur sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang kamu dari hal itu!” (HSR. Muslim no:532).

b.    Menjadikan kuburan tempat wisata :

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, niscaya akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud)

c.     Membangun kuburan :

عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul Hayyaj Al Asadi, ia berkata, “‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Sungguh aku mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mengutusku dengan perintah tersebut. Yaitu jangan engkau biarkan patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan biarkan kubur tinggi dari tanah melainkan engkau ratakan.” (HR. Muslim no. 969).

d.    Mengecat dan menulis kuburan

Berdasarkan hadits Jabir, berkata:

نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن يجصص القبر وأن يقعد عليه وأن يبنى عليه وأن يكتب عليه
“Nabi sallallahu alaihi wa sallam melarang mengapur kuburan, mendudukinya, membangun dan menulis di atasnya.”

Ibnu majah 1552





Fatwa-Fatwa Pendidikan :

[ KISAH-KISAH UNTUK ANAK ]

Ditanyakan kepada Syaikh Shalih Utsaimin -semoga Allah merahmatinya- :

“Ada disebagian kisah/cerita tujuan utamanya adalah memberikan pendidikan kepada anak atau hiburan kepada mereka, dengan berbagai bentuk yang berbeda-beda. Sebagian dari kisah tersebut menceritakan ada hewan yang bisa berbicara  di dalam sebuah cerita, agar anak mengetahui akibat jelek dari perbuatan dusta….dst.

Bagaimana menurut pendapat anda dalam cerita semacam ini ?

Jawaban :

“Cerita semacam ini, saya tawaquf  (tidak ada kepastian hukum) berkaitan denganya. Karena cerita tersebut, mengeluarkan hewan dari asal penciptaan mereka dari bisa berbicara, bisa mendapat penghargaan, bisa mendapat hukuman.
Ada yang mengatakan hal tersebut hanya sekedar permisalan untuk pendidikan. Maka aku tawaquf ( tidak kepastian hukum padanya).

Pertanyaan :

Ada bentuk lain dari kisah anak, yaitu : seorang ibu menceritakan kepada anak  dengan sesuatu yang mungkin terjadi walaupun sebenarnya tidak terjadi seperti cerita seorang ibu : “disana ada anak yang namanya Hasan suka mengganggu tetangganya, kemudian naik pagar tetangganya kemudian terjatuh dan patah tangannya.

Bagaimana hukum kisah seperti ini, apakah termasuk dusta ?

Jawaban :

“Yang lebih nampak bagiku, jika diceritakan dalam rangka  sebagai pelajaran, seperti jika dikatakan : “disana ada seorang anak tanpa menyebutkan nama, dijadikan menjadi sesuatu yang seakan akan benar-benar terjadi maka hal ini tidak mengapa. Karena ini hanya sebagai contoh permisalan bukan sesuatu yang benar terjadi. Karena padanya ada manfaat dan tidak ada unsur bahaya padanya.

Kumpulan tanya jawab rumah tangga.


فتاوي ترية الاولاد
 Hal 53

Senin, 05 Maret 2018

Fatwa-Fatwa Pendidikan

[ UANG FITRAH ]
Fatwa no 20195.
Ditanyakan kepada Lajnah Daimah ( Komite Tetap Untuk Fatwa Dan Riset Islam ).

“Di daerah kami ada anak-anak kecil, biasanya kami memberikan kepada mereka suatu pemberian pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha yang dinamakan (Iediyah) – uang fitrah- yaitu uang dalam jumlah sedikit dalam rangka menggembirakan mereka pada hari Raya.
Apakah pemberian ini termasuk bid’ah atau hal yang tidak mengapa ? berikanlah kami bimbingan semoga Allah memberikan bimbingan kepada kalian.

Jawaban :

“ Tidak mengapa akan hal tersebut, bahkan hal tersebut merupakan adat istiadat yang baik dan membuat kebahagian kepada sesama muslim, baik orang dewasa atau anak kecil merupakan sesuatu yang dianjurkan dalam syariat kita yang suci.


Hal 52 فتاوي ترية الاولاد :
Catatan Kajian
Qowaid Arba’ [ 4 pedoman tauhid ]
Masjid Al Falah, Senin 05 Maret 2018.


[ KESYIRIKAN ZAMAN SEKARANG DIBANDINGKAN ZAMAN DULU ]

          Kesyirikan pada zaman sekarang lebih berbahaya, lebih banyak dan lebih parah daripada kesyirikan pada zaman dahulu.

1.   Zaman dulu kesyirikan terjadi hanya pada waktu lapang, sedangkan pada zaman ini kesyirikan terjadi pada setiap waktu baik waktu lapang maupun pada waktu kesempitan.

ü  Dalil yang menunjukkan orang musrik zaman dahulu kesyirikan mereka hanya pada waktu lapang saja, adalah :
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ (53) ثُمَّ إِذَا كَشَفَ الضُّرَّ عَنْكُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْكُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ (54)
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.  Kemudian apabila dia telah menghilangkan kemudharatan itu dari kamu, tiba-tiba sebagian dari kamu mempersekutukan Rabb-nya dengan (yang lain)”.
 (QS. An-Nahl [16]: 53-54).
ü  Pada zaman kita amalan kesyirikan sudah dijadikan adat istiadat yang harus dilakukan rutin setiap waktu, contohnya ritual “larung” setiap bulan Suro di pantai laut selatan dengan menyembelih hewan kerbau kemudian kepalanya dilempar ke laut.
2.   Zaman dulu kesyirikan hanya dalam hal ibadah dalam uluhiyah akan tetapi sekarang kesyirikan dalam rububiyah dan uluhiyah.

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa orang musrik mengimani rububiyah  adalah firman Allah Ta’ala,
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)
“Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ’Maka apakah kamu tidak ingat?’  Katakanlah, ’Siapakah yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ’Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’  Katakanlah, ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’  Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?’”
 (QS. Al-Mu’minuun [23]: 84-89).
ü  Pada zaman sekarang kesyirikan terjadi pada tauhid uluhiyah dan rububiyah :
Pertama, keyakinan mereka bahwa ada “Dewi” khusus yang berjasa untuk menyuburkan tanah sehingga dapat menjadikan hasil panen mereka -terutama padi- berlimpah ruah. Sehingga pada saat-saat tertentu, mereka membuat “jamuan” khusus kepada sang Dewi tersebut sebagai ungkapan rasa terima kasih mereka karena telah diberi hasil panen yang berlimpah. Dalam kasus ini terjadi kesyirikan dalam dua aspek sekaligus. Pertama, dalam tauhid rububiyyah, karena mereka meyakini adanya pemberi rezeki (berupa panen yang melimpah) selain Allah Ta’ala. Kedua, dalam tauhid uluhiyyah, karena mereka menujukan ibadah kepada Dewi tersebut, di antaranya berupa sesajen berupa makanan atau sembelihan.
Kedua, keyakinan sebagian masyarakat kita terhadap Nyi Roro Kidul sebagai “penguasa” laut selatan. Keyakinan ini dapat dilihat dari “budaya” atau kebiasaan mereka ketika melakukan tumbal berupa sembelihan kepala kerbau, kemudian di-larung (dilabuhkan) ke Laut Selatan dengan keyakinan agar laut tersebut tidak ngamuk. Menurut keyakinan mereka, tumbal tersebut dipersembahkan kepada penguasa Laut Selatan yaitu jin Nyi Roro Kidul. Padahal, menyembelih merupakan salah satu aktivitas ibadah karena di dalamnya terkandung unsur ibadah, yaitu merendahkan diri dan ketundukan.
3.   Zaman dahulu menjadikan perantara kepada orang shalih, sedang zaman sekarang pada orang orang shalih dan orang fasik.
Kesyirikan yang pertama kali terjadi di muka bumi ini adalah kesyirikan yang dilakukan oleh kaum Nuh ‘alaihis salaam. Kesyirikan tersebut terjadi karena sikap mereka yang ghulu (berlebih-lebihan dalam memuji) terhadap orang-orang shalih. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr’”
 (QS. Nuh [71]: 23).
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan sesembahan-sesembahan kaum Nuh dalam ayat di atas,
أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ ، فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِى كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا ، وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
“(Itu adalah) nama-nama orang shalih di kalangan umat Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaum Nuh untuk membuat patung-patung di tempat-tempat mereka beribadah, serta menamai patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka. Kaum Nuh pun menuruti bisikan tersebut, namun patung tersebut belum sampai disembah. Ketika kaum Nuh tersebut meninggal, dan hilanglah ilmu, patung-patung itu pun akhirnya disembah” 
(HR. Bukhari no. 4920).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Para ulama salaf mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang shalih di kalangan umat Nuh. Ketika mereka meninggal, umat Nuh beri’tikaf di kubur-kubur mereka serta membuat patung-patung mereka. Kemudian, seiring dengan berjalannya waktu, umat Nuh pun akhirnya menyembah mereka.”
Contoh kesyirikan pada zaman ini :
Marilah kita melihat betapa banyaknya orang yang berbondong-bondong “ngalap berkah” ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah.
Dikisahkan bahwa mereka berdua adalah seorang anak dan ibu tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berselingkuh (baca: berzina). Kemudian mereka diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal dunia. Konon sebelum meninggal, Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan peziarah dapat terkabul jika mereka bersedia melakukan seperti apa yang pernah dia lakukan bersama ibu tirinya (yaitu berzina). Sehingga sebagai syarat “mujarab”untuk mendapat berkah di sana adalah harus dengan berselingkuh terlebih dahulu. Demikianlah kisah salah satu sesembahan orang-orang musyrik zaman sekarang ini yang ternyata adalah seorang pezina (baca: pelaku dosa besar).



Minggu, 04 Maret 2018

Fatwa-fatwa Pendidikan               :

[ Panggilan Mama ]

Fatwa no 8867
Ditanya Lajnah Daimah ( Komite Tetap Untuk Fatwa dan Riset Islam )

“Bagaimana hukum seorang anak memanggil ibunya dengan panggilan “mama”?

Jawaban :

“Tidak mengapa seorang anak memanggil ibunya dengan panggilan “mama”, kecuali jika ibunya tidak menyukai panggilan tersebut maka hendaklah seorang anak memanggil ibunya dengan kata panggilan yang disukainya.

Hal 43 فتاوي ترية الاولاد


Jumat, 02 Maret 2018

Fatwa-Fatwa Pendidikan             :

[ Anting-anting di telinga dan hidung ]

§  Fatwa Lajnah Daimah (Komisi Tetap Dewan Fatwa dan Riset Islam) no : 4084.

“Apakah boleh melobangi telinga anak perempuan kecil dalam rangka untuk dikenakan anting-anting?

Jawaban              :
“Boleh hal tersebut, karena hal tersebut termasuk perhiasan, bukan untuk menyiksa atau merubah ciptaan Allah ta’ala, dan hal tersebut sudah dikenal pada masa Jahiliyah dan pada masa Rasulillah-shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau tidak melarang hal tersebut, bahkan beliau menyetujuinya dan para sahabat juga menyetujuinya –semoga Allah meridhai mereka-
Dan milik Allahlah segala petunjuk, semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad –shalallahu ‘alaihi wa sallam.

§  Pertannyaan juga pernah diajukan kepada Syaikh Muhammad bin shalih Utsaimin :
”tentang melobangi telinga anak perempuan dalam rangka perhiasan dan melobangi hidung untuk hal tersebut ?

Jawab   :

“Yang benar bahwa melobangi telingan untuk anting anting hukumnya boleh, karena ini merupakan sarana untuk berhias dengan sesuatu yang mubah. Dan telah dating keterangan bahwa istri-istri para sahabat mengenakan anting-anting di telinga-telinga mereka. Walaupun pada saat melobangi ada rasa sakit, tetapi rasa sakit yang ringan, apalagi jika dilubangi pada saat masih kecil maka sembuhnya lebih cepat.
Sedangkan melubangi hidung, maka aku tidak mendapati ada keterangan yang jelas dari para ahli ilmi, akan tetapi dengannya akan memperburuk rupa, akan tetapi mungkin ada pendapat yang lain yang berbeda.
Jika seorang wanita berada di suatu tempat yang menganggap memasang perhiasan di hidung termasuk berhias dan sesuatu yang baik maka tidak mengapa untuk melubangi hidung untuk dipasang perhiasan padanya-seperti di India-.

Juz 11 hal 137

Hal 12 فتاوي ترية الاولاد :