Menghindari Hedonisme
Bagi Anak
SAHABAT KELUARGA AL
FALAH-
Hedonisme, yaitu
pandangan hidup yang menganggap kebahagiaan didapat dengan mencari kesenangan
sebanyak-banyaknya dengan kemewahan dunia.
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan :
“ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ
تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ،
فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
Maka demi Allah! Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas
kalian. Akan tetapi aku khawatir akan dibentangkan dunia atas kalian
sebagaimana telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian pun
berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba padanya. Kemudian
dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka.”
(HR. Al-Bukhariy no.3158 dan Muslim no.2961)
Jika kita amati,
game online, mal, bioskop, karaoke, restoran, tempat rekreasi baik dalam dan
luar negeri serta tempat-tempat hiburan lainnya semakin menjamur dan diminati
banyak pengunjung. Tak mengenal usia, dari muda hingga orang tua.
Sebagian besar
beralasan mencari kesenangan untuk refreshing. Masalahnya, benar-benar untuk
refersehing dan menghilangkan kepenatan atau hanya memuaskan rasa haus pada
kesenangan saja?
Atau tanpa kita
sadari sebenarnya kita telah terjebak pada perilaku hedonisme. Perlahan hal ini
menjadi lazim, seiring dengan anggapan bahwa kesenangan menjadi hal yang patut
didapatkan dan dipamerkan sebagai bentuk eksistensi dan aktualisasi diri. Bukan
hanya kalangan dewasa, anak-anak terutama usia remaja menjadi imbas terpapar
virus hedonisme.
Perilaku hedonisme
menjadi salah satu yang dapat merapuhkan mental anak anak kita. Anak-anak
menjadi enggan berusaha, menghindari hal-hal yang berbau pengorbanan serta
perjuangan sehingga mereka cepat puas dengan apa yang mereka usahakan
sekadarnya. Remaja menjadi kurang bertanggung jawab, konsumtif, individualis,
sikap sportif hilang dan kompetitif, egois, serta cenderung menjadi pemalas.
Tak dapat
dipungkiri, fenomena ini sudah terlihat pada remaja di Indonesia saat ini.
Mereka bangga dapat melakukan berbagai hal yang bisa memuaskan dahaga mereka
akan kesenangan, memamerkan, dan menganggap kecil orang lain yang tidak bisa
berlaku seperti mereka. Mengesampingkan usaha, perjuangan, dan pengorbanan.
Keluarga sebagai
tempat pendidikan pertama dan terdekat bagi remaja ternyata mengambil andil
dalam pembentukan perilaku hedonisme. Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan
untuk pencegahan?
1.
Pembatasan dan pengawasan terhadap media sosial
Media sosial adalah
influencer utama. Konten yang menyuguhkan gaya hidup mewah dan bersenang-senang
sedikit banyak menggeser pola pikir remaja bahwa ’kesenangan’ menjadi kebutuhan
primer bagi setiap orang. Kesenangan adalah hak yang harus mereka dapatkan.
Sehingga banyak remaja melakukan apa saja yang bisa memberikan mereka
kesenangan tanpa memikirkan baik dan buruk serta efek yang ditimbulkan
setelahnya. Untuk itu pembatasan dan pengawasan penggunaan media menjadi wajib
bagi orang tua.
Mempertimbangkan
pemberian reward
Pemberian reward
penting bagi anak sebagai bentuk apresiasi. Reward dapat meningkatkan motivasi
dan kepercayaan diri. Namun, pemberiannya harus mendapat perhatian khusus agar
tidak menjadi bumerang bagi anak dan orangtua. Pertimbangkan dengan matang,
usahakan reward yang diberikan sebanding dengan usaha dan hasil yang diperoleh
anak. Jangan memberikan karena sedang tren atau semacamnya. Hindari pemberian
barang mewah yang tidak berkaitan sama sekali dengan statusnya sebagai anak dan
pelajar. Hilangkan pola pikir memberikan barang mewah dan terkini menjadi suatu
kebanggaan bagi orangtua.
Menjadi teladan
terbaik
Orangtua harus bijak
bergaul dan beraktivitas sesuai perannya sebagai suri teladan bagi
anak-anaknya. Orangtua harus jeli dalam berkegiatan sehari-hari karena menjadi
role model anak-anaknya. Banyak orangtua yang justru terjebak pada kehidupan
sosialita demi mendapat label ’ortu gaul’. Tanpa disadari, gaya hidup seperti
ini menjadi bibit hedonisme yang ditanamkan orangtua dan suatu saat akan tumbuh
pada anak-anaknya. Tunjukkan pola hidup sederhana, bekerja keras, pantang
menyerah, rasa syukur dan hal positif lainnya. Sehingga orangtua menjadi role
model yang tepat bagi anak.
Hindari pemberian
fasilitas full service
Memenuhi kebutuhan
anak memang kewajiban orangtua. Sebagai bentuk kasih sayang, tak jarang
orangtua berusaha keras memenuhi keinginan anak-anaknya. Namun, perlu diingat
anak-anak harus menyadari bahwa tidak semua yang mereka inginkan bisa mereka
dapatkan.
Didik mereka untuk
berusaha, menabung atau mengajukan sejumlah syarat tertentu untuk mendapat
sesuatu yang mereka inginkan. Mereka harus bisa menyusun skala prioritas antara
keinginan dan kebutuhan.
Jadikan bersedekah
dan berbagi sebagai kegiatan rutin
Ajak anak-anak
mengumpulkan sebagian yang mereka miliki, baik berupa benda maupun uang untuk
diberikan pada orang yang kurang beruntung secara rutin. Berbagi dapat mengasah
empati, meningkatkan rasa syukur, dan mereduksi sikap hidup bermewah-mewahan.
Tanamkan bahwa pemenuhan terhadap kesenangan tidak selalu melakukan hal-hal
yang menyenangkan bagi dirinya. Tetapi, kebahagiaan bisa juga didapatkan dengan
memberikan kebahagiaan pada orang lain.
Perilaku hedonisme
yang lambat laun mulai melekat pada remaja Indonesia sebaiknya menjadi sebuah
alarm bagi kita. Sebab maju mundurnya suatu negara ditentukan oleh generasi
mudanya. Negara Nauru telah memberi pelajaran bagi kita. Setelah dinobatkan
sebagai negara terkaya di era 1980-an karena kekayaan fosfatnya, menjadikan
penduduk Nauru gemar bersenang-senang dan bermalas-malasan. Hingga pada tahun ini
negara Nauru menjadi salah satu negara termiskin di dunia.
Tentu, kita tidak
ingin hal yang sama terjadi di negara kita tercinta. Untuk itu, pastikan dari
keluarga kita akan terlahir generasi muda yang tangguh yang membawa kejayaan Islam
dan umat Islam.
Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar