Mencegah Radikalisme Bagi Remaja
وَلَا
تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan“.
(QS. Al Baqarah: 195).
SAHABAT KELUARGA AL FALAH-
Pernahkah kita jeli mengamati, bahwa para pelaku
bom bunuh diri dan teroris sebagian besar merupakan anak muda di bawah 30
tahun. Yang baru terjadi di Medan, berusia 24 tahun, teror di Sarinah, Jalan
Thamrin. Salah seorang pelakunya ternyata bernama Afif Sunakim yang baru
berusia 20 tahun dan pelaku lain adalah Ahmad Muhazan. Pelaku peledakan dan
lantas bunuh diri di sebuah gerai kopi itu baru berusia 25 tahun. Contoh
lain adalah Nana Ikwan Maulana, pelaku bom bunuh diri di JW Marriot, Jakarta
tahun 2009 lalu. Ia ternyata baru berusia 28 tahun. .
Kita makin terhenyak dan tak habis pikir, para
pelaku peledakan bom bunuh diri di Surabaya beberap tahun lalu, di tiga
tempat itu masing-masing merupakan satu keluarga. Pada peledakan bom di tiga
gereja, pelakunya merupokan pasangan suami istri dam empat orang anaknya. Di
Sidoarjo, satu keluarga dengan dua anak diketahui juga pelaku peledakan,
sedangkan di Mapolresta Surabaya, pelaku peledakan juga merupakan satu keluarga
dengan tiga orang anak, namun satu diantaranya selamat karena terlempar.
Bagaimana dengan pola pendidikan dan pengasuhan mereka sehingga bisa memiliki
paham radikal? .
Pertama : Bentengi Anak Dengan Pendidikan Agama
Yang Benar.
Pelaku bom bunuh diri, pelaku peledakan dan pelaku
terorisme semuanya dari orang orang yang mempunyai pemahaman agama yang sempit,
dan pemahaman agama yang dangkal.
Karena Islam tidak pernah mengajarkan bunuh diri
dan membunuh orang Islam yang lain tanpa sebab yang benar.
وَمَن
يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُّتَعَمِّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ
اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً
“Dan barang siapa
yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahanam, ia
kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan
azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa: 93)
Maka dengan pemahaman agama yang benar dan lurus,
otomatis mampu mencegah kejahatan tersebut.
Orang Tua wajib rajin mengaji untuk mengetahui mana
yang benar dan mana yang salah, tanpa mengaji bagaimana orang tua bisa tahu.
Pilih sekolah yang mengajarkan agama yang benar,
agama yang lurus dan mendalam. Lihatlah gurunya, lihatlah kurikulum, lihatlah
buku pelajarannya.
Kedua :
Selektif Dalam Memilih Teman.
المرء على دين خليله
فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama Seseorang sesuai
dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi
teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
Khususnya dalam kajian kelompok
kelompok keagamaan, seperti kerohanian, mentoring khususnya yang melibatkan pihak
pihak luar sekolah dan orang tua.
Ketiga : Memperkuat Komunikasi Dan Sosialisasi.
Jika melihat anak tiba-tiba mengurung diri, tidak mau
bergaul dan bersosialisasi dengan keluarga maka segera tanggap ada masalah apa
dan cari solusinya.
Juga di dalam masyarakat jika menemukan sebuah keluarga,
anak anaknya tidak sekolah, orang tua tidak mau bergaul dengan masyarakat sama
sekali, menutup diri, ini tanda yang kurang baik.
Diantaranya juga sabda
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
المؤمنُ الذي يخالطُ
الناسَ ويَصبرُ على أذاهم خيرٌ منَ الذي لا يُخالطُ الناسَ ولا يصبرُ على أذاهمْ
“Seorang mukmin yang bergaul
di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari
pada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar
terhadap gangguan mereka” (HR. At Tirmidzi 2507, Al Bukhari dalam Adabul
Mufrad 388, Ahmad 5/365,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar