[MENGKERAMATKAN KUBURAN]
1. Awalnya
semua manusia mentauhidkan Allah ta’ala :
كَانَ
النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ
وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ
النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ
Dulunya manusia adalah umat yang satu (di atas Islam). Kemudian (setelah mereka berselisih) Allah mengutus Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan Allah menurunkan al-Kitab secara haq bersama para Nabi itu. Agar Nabi menetapkan hukum di antara manusia berdasarkan Kitab tersebut dalam hal-hal yang mereka perselisihkan…(Q.S al-Baqoroh ayat 213).
Dulunya manusia adalah umat yang satu (di atas Islam). Kemudian (setelah mereka berselisih) Allah mengutus Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan Allah menurunkan al-Kitab secara haq bersama para Nabi itu. Agar Nabi menetapkan hukum di antara manusia berdasarkan Kitab tersebut dalam hal-hal yang mereka perselisihkan…(Q.S al-Baqoroh ayat 213).
2. Awal
pertama kali kesyirikan di muka bumi karena mengkeramatkan kuburan orang
shalih.
وَقَالُوا
لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ
وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Dan mereka (pembesar-pembesar kaum Nuh) berkata: Jangan sekali-kali kalian meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian. Jangan sekali-kali kalian meninggalkan Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr (Q.S Nuh ayat 23)
Dan mereka (pembesar-pembesar kaum Nuh) berkata: Jangan sekali-kali kalian meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian. Jangan sekali-kali kalian meninggalkan Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr (Q.S Nuh ayat 23)
Sahabat Nabi Ibnu Abbas
radhiyallahu anhu menyatakan:
أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
(Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr) itu adalah nama-nama orang-orang Shalih dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal, syaithan membisikkan kepada kaum mereka agar membuatkan monument/ patung di tempat-tempat yang mereka biasa duduk dan memberi penyebutan monumen-monumen itu dengan nama-nama mereka. Maka mereka (kaum Nuh) melakukan hal itu. (waktu itu) monumen/ patung itu belum disembah. Hingga saat generasi pembuat monumen itu telah meninggal, dan ilmu terhapus (hilang orang-orang berilmu), maka monumen-monumen itu kemudian disembah (diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahihnya).
أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
(Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr) itu adalah nama-nama orang-orang Shalih dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal, syaithan membisikkan kepada kaum mereka agar membuatkan monument/ patung di tempat-tempat yang mereka biasa duduk dan memberi penyebutan monumen-monumen itu dengan nama-nama mereka. Maka mereka (kaum Nuh) melakukan hal itu. (waktu itu) monumen/ patung itu belum disembah. Hingga saat generasi pembuat monumen itu telah meninggal, dan ilmu terhapus (hilang orang-orang berilmu), maka monumen-monumen itu kemudian disembah (diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahihnya).
3. Bentuk-bentuk
pengkeramatan kuburan yang terlarang :
a. Menjadikan
kuburan sebagai tempat ibadah :
أَلَا وَإِنَّ مَنْ
كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ
مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ
ذَلِكَ
Dari Jundab, dia
berkata: Lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, aku
mendengar beliau bersabda: Ketahuilah,
sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dahulu telah menjadikan kubur-kubur
Nabi-Nabi mereka dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid-masjid! Ingatlah,
maka janganlah kamu menjadikan kubur-kubur sebagai masjid-masjid, sesungguhnya
aku melarang kamu dari hal itu!” (HSR. Muslim no:532).
b. Menjadikan
kuburan tempat wisata :
“Janganlah kalian menjadikan
rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku
sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat
untukku, niscaya akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud)
c. Membangun
kuburan :
عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ
لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ
طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari
Abul Hayyaj Al Asadi, ia berkata, “‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku,
“Sungguh aku mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa
sallam- pernah mengutusku dengan perintah tersebut. Yaitu jangan engkau biarkan
patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan biarkan kubur tinggi dari
tanah melainkan engkau ratakan.” (HR. Muslim no. 969).
d. Mengecat
dan menulis kuburan
Berdasarkan hadits
Jabir, berkata:
نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن يجصص
القبر وأن يقعد عليه وأن يبنى عليه وأن يكتب عليه
“Nabi
sallallahu alaihi wa sallam melarang mengapur kuburan, mendudukinya, membangun
dan menulis di atasnya.”
Ibnu
majah 1552
Tidak ada komentar:
Posting Komentar