HUKUM-HUKUM
YANG BERKAITAN DENGAN KURBAN
BAGIAN
5 .................
BAGAIMANA HUKUM
- · MEMBERI UPAH DAGING KEPADA JAGAL
- · DAN JATAH KHUSUS PANITIA KURBAN
1) UPAH
JAGAL : Mayoritas ulama melarang memberi upah daging kepada jagal sebagai
imbalan atas kerja menyembelih dan menguliti.
Berdasarkan :
v Hadits
Ali, riwayat Bukhori dan Muslim.
(أمرني رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أن أقوم على بدنه، وأن
أتصدق بلحمها وجلودها وأجلتها، وأن لا أعطي الجزَّار منها.) رواه البخاري ومسلم صحيح البخاري مع الفتح 4/ 303، صحيح مسلم مع شرح النووي 3/ 435.
“Rasulullah-shalallahu
‘alaihi wa sallam- memerintahkan Aku untuk mengurusi penyembelihan unta dan
menyedekahkan daging dan kulitnya dan kulit bagian atas, dan tidak boleh
memberikan kepada jagal dari daging tersebut”.
Kesimpulan :
§ Dilarangnya
memberikan upah kepada jagal berupa daging kurban atau kulit atau kepala atau
bagian lain dari hewan kurban.
§ Jagal
diberikan upah berupa uang atau barang lain bukan dari hewan kurban.
§ Jika
jagal tersebut termasuk orang miskin, maka boleh mendapat jatah daging sedekah,
diluar upah, misalnya : “ini upah jagal 100 rb dan ini ada daging shadaqah
untuk bapak”.
§ Kalau
jagalnya bukan orang miskin, boleh juga juga memberikan daging kepadanya
sebagai hadiah, tetapi tetap diluar upah dan tanpa mengurangi upah, misalnya : “
Pak ini upah jagal 100 rb dan ini ada daging sebagai hadiah untuk bapak”.
§ Semua
pemberian daging tadi diperbolehkan dengan catatan tidak boleh mengurangi nilai
upah sedikitpun.
Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah (5: 105)
disebutkan :
“Ulama Syafi’iyah dan Hambali
berpendapat: Haram memberikan tukang jagal upah dari hasil kurban dengan alasan
hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu yang telah disebutkan. Namun kalau diserahkan kepada tukang
jagal tersebut karena statusnya miskin atau dalam rangka memberi hadiah, maka
tidaklah mengapa. Tukang jagal tersebut boleh saja memanfaatkan kulitnya. Namun
tidak boleh kulit dan bagian hasil kurban lainnya dijual.”
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan (anggota Majelis Ulama Besar, Saudi
Arabia ) mengatakan :
“Namun jika hasil kurban diberikan
kepada tukang jagal karena statusnya yang miskin, atau sebagai status hadiah
(jika dia orang kaya, pent), maka tidaklah mengapa. Ia berhak untuk mengambil
jatah tersebut karena posisinya sama dengan yang lain, bahkan ia lebih pantas
karena dia yang mengurus langsung proses penyembelihan dst sehingga hatinya
ingin ikut mendapatkannya. Akan tetapi lebih tepat, jika upah kerjanya sebagai
jagal dibayarkan utuh terlebih dahulu, baru diberi hasil kurban (dengan status
sedekah jika dia miskin atau hadiah jika dia kaya, pent). Upah jagal itu lebih
baik diberikan utuh terlebih sebelum diberi bagian dari hasil hewan kurban
dengan pertimbangan supaya upah sebagai jagal tidak dikurangi dengan alasan
sudah diberi jatah dari hewan kurban. Pertimbangan dan alasan semacam ini
menyebabkan status bagian dari hewan kurban yang diberikan kepada jagal
tersebut adalah upah kerjanya sebagai jagal (padahal menjadikan daging hewan
kurban untuk upah jagal adalah tindakan terlarang, pent)” (Minhatul ‘Allam,
9: 299)
2) JATAH
KHUSUS PANITIA KURBAN :
Inti permasalahan :
“Apakah panitia
kurban sama dengan jagal ? sehingga hukumnya juga sama, tidak boleh mereka
mengambil jatah khusus sebagai upah panitai kurban ?
·
Arti jagal :
Ibnu Mulaqqin Asy Syafi’i dalam Al I’lam bi Fawaid Umdah Al Ahkam (6: 286),
“Yang dimaksud jagal itu sudah diketahui bersama yaitu orang yang menangani
pengulitan dan memotong daging hewan yang disembelih.
·
Ada perbedaan antara JAGAL dan PANITIA KURBAN :
1.
Tugas jagal hanya sebatas menyembelih dan
menguliti, sedangkan tugas panitia lebih luas, banyak dan komplek daripada itu,
mulai dari : mencari, mendata orang yang akan kurban, mengkumpulkan uang
kurban, membeli sapi, memelihara sapi, transportasi sapi, mencari jagal, menimbang
daging,mendata jumlah warga, mendistribusikan daging, kebersihan paska
penyembelihan dll.
2.
Panitia dianggap sebagai wakil orang yang
berkurban, bahkan di sebagian wilayah panitia kurban terdiri dari orang yang
berkurban itu sendiri, dibantu oleh beberapa orang lain. Sedangkan jagal
bukanlah wakil orang yang berkurban.
·
KESIMPULAN :
1.
BEDA antara jagal dan panitia kurban, yang
menyebabkan pula beda hukumnya.
2.
Lebih amannya dan bagusnya panitia mendapat upah khusus dari orang yang
berkurban berupa uang untuk operasional kurban dan bukan upah dari daging
kurban.
3.
Boleh bagi panitia kurban untuk mendapatkan jatah
khusus dari daging kurban yang lebih dari jatah warga biasa, kalau diniatkan
dari orang yang berkurban sebagai sedekah baginya atau hadiah kepadannya,
diluar upah tadi.
4.
Boleh panitia kurban untuk memanfaatkan sebagian
daging kurban untuk acara makan makan bersama, bagi panitia yang mengurusi
kurban dengan syarat meminta ijin dari orang yang berkurban, bukan dari jatah
daging warga, dan bukan sebagai upah baginya, tetapi mengambil jatah dari
daging orang yang berkurban.
ALLAHU A’LAM
Referensi :
((Al Mufashol
fi ahkaamil udkhiyah)) ((rumaisho.com))
© Abul Hasan
Ali Cawas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar