Senin, 07 Agustus 2017

HUKUM KURBAN 5

HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN KURBAN

BAGIAN 5 .................

BAGAIMANA HUKUM

  • ·       MEMBERI UPAH DAGING KEPADA JAGAL


  • ·       DAN JATAH KHUSUS PANITIA KURBAN


1)  UPAH JAGAL : Mayoritas ulama melarang memberi upah daging kepada jagal sebagai imbalan atas kerja menyembelih dan menguliti.

Berdasarkan :

v Hadits Ali, riwayat Bukhori dan Muslim.

(أمرني رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أن أقوم على بدنه، وأن أتصدق بلحمها وجلودها وأجلتها، وأن لا أعطي الجزَّار منها.) رواه البخاري ومسلم صحيح البخاري مع الفتح 4/ 303، صحيح مسلم مع شرح النووي 3/ 435.

“Rasulullah-shalallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan Aku untuk mengurusi penyembelihan unta dan menyedekahkan daging dan kulitnya dan kulit bagian atas, dan tidak boleh memberikan kepada jagal dari daging tersebut”.

Kesimpulan :

§  Dilarangnya memberikan upah kepada jagal berupa daging kurban atau kulit atau kepala atau bagian lain dari hewan kurban.

§  Jagal diberikan upah berupa uang atau barang lain bukan dari hewan kurban.

§  Jika jagal tersebut termasuk orang miskin, maka boleh mendapat jatah daging sedekah, diluar upah, misalnya : “ini upah jagal 100 rb dan ini ada daging shadaqah untuk bapak”.

§  Kalau jagalnya bukan orang miskin, boleh juga juga memberikan daging kepadanya sebagai hadiah, tetapi tetap diluar upah dan tanpa mengurangi upah, misalnya : “ Pak ini upah jagal 100 rb dan ini ada daging sebagai hadiah untuk bapak”.

§  Semua pemberian daging tadi diperbolehkan dengan catatan tidak boleh mengurangi nilai upah sedikitpun.

Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah (5: 105) disebutkan :

“Ulama Syafi’iyah dan Hambali berpendapat: Haram memberikan tukang jagal upah dari hasil kurban dengan alasan hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu yang telah disebutkan. Namun kalau diserahkan kepada tukang jagal tersebut karena statusnya miskin atau dalam rangka memberi hadiah, maka tidaklah mengapa. Tukang jagal tersebut boleh saja memanfaatkan kulitnya. Namun tidak boleh kulit dan bagian hasil kurban lainnya dijual.”

Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan (anggota Majelis Ulama Besar, Saudi Arabia ) mengatakan :

“Namun jika hasil kurban diberikan kepada tukang jagal karena statusnya yang miskin, atau sebagai status hadiah (jika dia orang kaya, pent), maka tidaklah mengapa. Ia berhak untuk mengambil jatah tersebut karena posisinya sama dengan yang lain, bahkan ia lebih pantas karena dia yang mengurus langsung proses penyembelihan dst sehingga hatinya ingin ikut mendapatkannya. Akan tetapi lebih tepat, jika upah kerjanya sebagai jagal dibayarkan utuh terlebih dahulu, baru diberi hasil kurban (dengan status sedekah jika dia miskin atau hadiah jika dia kaya, pent). Upah jagal itu lebih baik diberikan utuh terlebih sebelum diberi bagian dari hasil hewan kurban dengan pertimbangan supaya upah sebagai jagal tidak dikurangi dengan alasan sudah diberi jatah dari hewan kurban. Pertimbangan dan alasan semacam ini menyebabkan status bagian dari hewan kurban yang diberikan kepada jagal tersebut adalah upah kerjanya sebagai jagal (padahal menjadikan daging hewan kurban untuk upah jagal adalah tindakan terlarang, pent)”  (Minhatul ‘Allam, 9: 299)


2)  JATAH KHUSUS PANITIA KURBAN :

Inti permasalahan :

“Apakah panitia kurban sama dengan jagal ? sehingga hukumnya juga sama, tidak boleh mereka mengambil jatah khusus sebagai upah panitai kurban ?

·       Arti jagal :

Ibnu Mulaqqin Asy Syafi’i dalam Al I’lam bi Fawaid Umdah Al Ahkam (6: 286), “Yang dimaksud jagal itu sudah diketahui bersama yaitu orang yang menangani pengulitan dan memotong daging hewan yang disembelih.

·        Ada perbedaan antara JAGAL  dan PANITIA KURBAN               :

1.   Tugas jagal hanya sebatas menyembelih dan menguliti, sedangkan tugas panitia lebih luas, banyak dan komplek daripada itu, mulai dari : mencari, mendata orang yang akan kurban, mengkumpulkan uang kurban, membeli sapi, memelihara sapi, transportasi sapi, mencari jagal, menimbang daging,mendata jumlah warga, mendistribusikan daging, kebersihan paska penyembelihan dll.

2.   Panitia dianggap sebagai wakil orang yang berkurban, bahkan di sebagian wilayah panitia kurban terdiri dari orang yang berkurban itu sendiri, dibantu oleh beberapa orang lain. Sedangkan jagal bukanlah wakil orang yang berkurban.


·        KESIMPULAN :

1.   BEDA antara jagal dan panitia kurban, yang menyebabkan pula beda hukumnya.

2.   Lebih amannya dan bagusnya  panitia mendapat upah khusus dari orang yang berkurban berupa uang untuk operasional kurban dan bukan upah dari daging kurban.

3.   Boleh bagi panitia kurban untuk mendapatkan jatah khusus dari daging kurban yang lebih dari jatah warga biasa, kalau diniatkan dari orang yang berkurban sebagai sedekah baginya atau hadiah kepadannya, diluar upah tadi.

4.   Boleh panitia kurban untuk memanfaatkan sebagian daging kurban untuk acara makan makan bersama, bagi panitia yang mengurusi kurban dengan syarat meminta ijin dari orang yang berkurban, bukan dari jatah daging warga, dan bukan sebagai upah baginya, tetapi mengambil jatah dari daging orang yang berkurban.


ALLAHU A’LAM

Referensi :

((Al Mufashol fi ahkaamil udkhiyah)) ((rumaisho.com))

© Abul Hasan Ali Cawas





Tidak ada komentar:

Posting Komentar