[ LARANGAN POTONG RAMBUT DAN KUKU PADA BULAN DZULHIJJAH ]
مَن كانَ لَهُ ذِبحٌ
يَذبَـحُه فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ
شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
”Apabila engkau
telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan Dzulhijjah) sedangkan diantara
kalian ingin berkurban maka janganlah dia
menyentuh (memotong) sedikitpun bagian dari rambut dan kukunya.”
(HR. Muslim)
1) Larangan ini berlaku untuk siapa ?
Larangan ini berlaku
bagi orang yang akan berkurban, dia tidak boleh memotong kukunya dan rambutnya,
bukan pada hewannya, karena dalam hadits tersebut jelas sekali “dhomir” (kata
ganti) larangan tersebut kepada orang yang akan berkurban.
2) Larangan tersebut apakah berlaku khusus bagi orang yang
berkurban saja, ataukah juga berlaku kepada keluarganya, istri dan anak-anaknya
?
Larangan ini hanya
khusus berlaku khusus bagi orang yang akan berkurban saja dan tidak berlaku
bagi keluarganya. Berikut ini Fatwa Lajnah Daimah :
Secara jelas pula, larangan hadits ini
khusus bagi orang yang ingin berqurban. Adapun anggota keluarga yang diikutkan
dalam pahala qurban, baik sudah dewasa atau belum, maka mereka tidak terlarang
memotong bulu, rambut dan kuku. Meraka (selain yang berniat qurban) dihukumi
sebagaimana hukum asal yaitu boleh memotong rambut dan kulit dan kami tidak
mengetahui adanya dalil yang memalingkan dari hukum asal ini.
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala
nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Baz sebagai Ketua, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil
Ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Mani’ dan Syaikh ‘Abdullah bin Ghodyan sebagai
Anggota.
[Diambil dari Fatwa
Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal lIfta’, soal ketiga
dari Fatwa no. 1407, 11/426-427, Darul Ifta’]
3)
Apa yang dimaksud
dengan memotong dan rambut dalam larangan diatas ?
Yang dimaksud dengan larangan mencabut kuku dan
rambut di sini adalah dengan cara apapun baik, memotong, memecahkan atau cara
lainnya. Larangan di sini termasuk mencukur habis, memendekkannya, mencabutnya,
membakarnya, atau memotongnya dengan bara api. Rambut yang dilarang dipotong
tersebut termasuk bulu ketiak, kumis, bulu kemaluan, rambut kepala dan juga
rambut yang ada di badan.
4)
Apa hikmah
dibalik larangan tersebut ?
Berikut penjelasan dari syaikh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah,
“Jika ada orang yang bertanya, apa
hikmah larangan memotong kuku dan rambut, maka kita jawab dengan dua alasan:
Pertama:
Tidak diragukan lagi bahwa larangan dari
Rasulullah shallallahu
‘alaih wa sallam pasti mengandung hikmah. Demikian
juga perintah terhadap sesuatu adalah hikmah, hal ini cukuplah menjadi
keyakinan setiap orang yang beriman (yaitu yakin bahwa setiap perintah dan
larangan pasti ada hikmahnya baik yang diketahui ataupun tidak diketahui,
pent).
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا
كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya
jawaban orangorang mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya
agar Rasul menghukumi (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, “Kami
mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orangorang yang beruntung. (QS. an-Nur: 51)
Kedua:
Agar manusia di berbagai penjuru dunia
mencocoki orang yang berihram haji dan umrah karena orang yang berihram untuk
haji dan umrah juga tidak boleh memotong kuku dan rambut.
Ketiga :
hikmah larangan di sini adalah agar rambut dan kuku tadi tetap ada
hingga qurban disembelih, supaya makin banyak dari anggota tubuh ini terbebas
dari api neraka.
© Abul Hasan Ali
SDIT AL FALAH CAWAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar