HUKUM-HUKUM
YANG BERKAITAN DENGAN IBADAH KURBAN
BAGIAN
3
Permasalahan
:
“Jika
seseorang membeli kambing yang sehat dan gemuk dengan niatan untuk disembelih
saat ibadah kurban, sebulan sebelum idul Adha, dalam selang waktu pemeliharaan
terjadi cacat pada kambing tersebut, misalnya kakinya pincang, apakah orang
tersebut harus membeli kambing yang baru yang sehat, atau kambing yang cacat
tersebut boleh untuk dikurbankan”?
Jawaban :
Dalam
permasalahan ini diantaranya ada 2 pendapat dikalangan ulama :
1.
Pendapat pertama :
boleh untuk menyembelihnya dan dianggap sah bagi orang tersebut berkurban
dengan kambing cacat tersebut.
Ini merupakan pendapat : Atho’
bin Abi Rabbah, Al Hasan Al Bashri, Ibrahiin An Nakho’i, Imam Az Zuhri, Imam
Sufyan Ats Tsaury, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal.
Dalil-dalil mereka :
a. Hadits
riwayat Imam Baihaqi 9/289 dari shahabat Abi Sa’id Al Khudry.
(أن
رجلاً سأل النبي - صلى الله عليه وسلم - عن شاة قطع الذئب ذنبها، يضحي بها؟ قال:
ضح بها)
[Sesungguhnya seorang
laki2 bertanya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, tentang kambing yang
seekor serigala memutus telingannya, apakah boleh berkurban dengannya ?
jawabnya : boleh berkurban dengannya].
b.
Ucapan
shahabat Abdullah bin Zubair –semoga Allah meridhainya- saat melihat unta yang
buta, untuk kurban dalam kitab Nailul Author 5/134
[إن كان أصابها بعدما اشتريتموها فأمضوها، وإن
كان أصابها قبل أن تشتروها فأبدلوها]
“Jika cacat itu terjadi
setelah kalian membelinya, maka lanjutkan, tetapi jika cacat itu ada sebelum
kalian membelinya maka ganti dengan yang lain”
2.
Pendapat kedua :
tidak boleh menyembelih hewan cacat tersebut, dan membeli hewan yang baru dan
sehat.
Ini merupakan pendapat : Hanafiyah dan Malikiyah.
Dalil-dalil mereka :
Keumuman hadits :
(أربعٌ
لا تجوز في الأضاحي: العوراء البين عورها والمريضة البين مرضها والعرجاء البين
عرجها والكسير التي لا تنقي.
“Ada empat hewan yang tidak boleh dijadikan kurban:
buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas
pincangnya ketika jalan, dan hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki
sumsum.”
(HR. Nasai, Abu
Daud dan disahihkan Al-Albani).
TARJIIH DAN KESIMPULAN :
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama,
bolehnya berkurban dengan hewan cacat tersebut, jika dalam keadaan membelinya
sehat, karena kuatnya dalil dalil yang mereka sampaikan.
Dengan catatan, bahwa cacat tersebut bukan karena
kesengajaan dari pemilik ataupun keteledorannya.
Syekh
Ibnu Utsaimin menjelaskan dalam Ahkam
al-Udhiyah wa Dzakah,
Hal.
10.
Jika
hewan yang hendak dijadikan kurban mengalami cacat, maka ada dua keadaan:
a. Cacat tersebut disebabkan perbuatan atau keteledoran pemiliknya maka wajib diganti dengan yang sama sifat dan ciri-cirinya atau yang lebih baik dari hewan tersebut. Selanjutnya, hewan yang cacat tadi menjadi miliknya dan dapat dia manfaatkan sesuai keinginannya.
b. Cacat tersebut bukan karena perbuatannya dan bukan karena keteledorannya, maka dia dibolehkan untuk menyembelihnya dan hukumnya sah sebagai kurban. Karena hewan ini adalah amanah yang dia pegang, sehingga ketika mengalami sesuatu yang di luar perbuatan dan keteledorannya maka tidak ada masalah dan tidak ada tanggungan untuk mengganti.
ALLAHU
TA’ALA A’LAM
Referensi
:
((“Al
Mufashol Fi Ahkamil Udhiyah”)) ((Ahkam Al Udhiyah ))
©
Abul Hasan Ali Cawas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar