Tahapan
Pendidikan Anak 08
[ MEMBERI NAMA YANG BAIK ]
Nama dari orang tua yang
diberikan kepada anak merupakan harapan, doa dan ciri pengenal untuk anak kelak
dikehidupannya mendatang, oleh sebab itu Islam memerintahkan orang
tua untuk memilihkan nama kepada anak dengan nama yang terbaik.
Pentingnya Pemberian Nama
يَا زَكَرِيَّا
إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ
سَمِيًّا (7) سورة مريم
“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah
menciptakan orang yang serupa dengan dia” (QS. Maryam: 7).
Allah Ta'ala dalam ayat ini memberikan nama kepada anak Nabi Zakariya dengan nama Yahya. Hakikat pemberian nama kepada anak adalah agar ia dikenal serta dimuliakan. Oleh sebab itu para ulama bersepakat akan wajibnya memberi nama
kapada anak laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu pula apabila seseorang tidak
diberi nama, maka ia akan menjadi seorang yang majhul(=tidak dikenal) oleh masyarakat.
Waktu Pemberian Nama
Telah datang sunnah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu
pemberian nama, yaitu:
a) Memberikan nama kepada anak pada saat ia lahir
b) Memberikan nama kepada anak pada hari ketujuh setelah ia lahir.
Pemberian Nama Kepada Anak Adalah Hak
Bapak.
Tidak ada perbedaan pendapat bahwasannya seorang bapak lebih berhak
dalam memberikan nama kepada anaknya dan bukan kepada ibunya. Hal ini
sebagaimana telah tsabit (=tetap)
dari para sahabat radhiallahu ‘anhum bahwa apabila mereka mendapatkan anak maka
mereka pergi kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam agar Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama kepada anak-anak mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa kedudukan bapak lebih tinggi daripada ibu. Tetap dengan
bermusyawarah dengan ibu dan keluarga yang lain.
Urutan Nama Yang Baik :
Urutan Pertama:
Dua nama Abdullah dan Abdurrahman, hal ini
berdasarkan hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang shahih bahwa
beliau bersabda:
أحب الأسماء إلى الله عبد الله
وعبد الرحمن ) رواه مسلم في صحيحه 1398 .(
“Nama-nama yang paling dicintai oleh Allah
adalah Abdullah dan Abdurrahman”. (HR. Muslim dalam kitab Shahihnya: 1398)
Urutan Kedua:
Semua nama yang menghamba kepada Allah
–‘Azza wa Jalla-, seperti: Abdul Aziz, Abdurrahim, Abdul Malik, Abdul Ilah,
Abdussalam dan lain sebagainya.
Urutan Ketiga:
Nama-nama para Nabi dan Rasul –‘alaihimus
shalatu was salam-, dan tidak diragukan lagi bahwa sebaik-baik nama di antara
mereka adalah sayyid para Nabi adalah Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi
wa sallam-, dan di antara nama-nama beliau adalah Ahmad, kemudian baru para
Nabi Ulum Azmi, mereka adalah Ibrahim, Musa, Isa dan Nuh –‘alaihis shalatu wa
salam- kemudian baru semua para Nabi dan Rasul –‘alaihimus shalatu was salam-
lainnya.
Urutan Keempat:
Nama-nama para hamba Allah yang sholeh,
yang lebih utama dari mereka adalah para sahabat Nabi kita yang mulia, maka
disunnahkan memberi nama dengan nama-nama mereka yang baik; agar terdorong
untuk mentauladani mereka dan meminta diangkat derajatnya. Seperti Umar,
Utsman, Ali, Thalhah, Maryam, Fatimah, Aisyah dan lain-lainnya.
Urutan Kelima:
Semua nama-nama yang baik dan yang
mempunyai arti yang benar dan bagus secara syariat dan bahasa.
Nama Yang Terlarang (Haram) :
1.
Jika mengandung
penghambaan kepada selain Allah –‘Azza wa Jalla-, baik penghambaan kepada Nabi
yang diutus atau malaikat yang dekat dengan Allah. Contohnya Abdur Rasul, Abdun
Nabi, Abdul Amir, dan nama-nama lainnya yang mempunyai arti penghambaan atau
kehinaan kepada selain Allah –‘Azza wa Jalla-. Bagi pemilik nama-nama tersebut
dan orang yang akan memberi nama bagi anggota keluarganya dengan nama-nama
tersebut wajib dirubah. Seorang sahabat Nabi yang mulia Abdurrahman bin ‘Auf
–radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Dulu nama saya adalah Abdu ‘Amr –menurut riwayat
lainnya- Abdul Ka’bah, setelah saya masuk Islam Rasulullah –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- merubah nama saya dengan Abdurrahman”. (HR. Hakim; 3/306 dan setujui
oleh Imam Dzahabi)
2. Memberi nama dengan salah satu
Nama-nama Allah –Tabaraka wa Ta’ala- yang bermakna khusus hanya untuk-Nya,
seperti; Nama Al Khalik (Maha Pencipta), Ar Raziq (Maha Permberi Rizeki), Ar
Rabb (Maha Pemelihara), Ar Rahman (Maha Pengasih) atau yang serupa dengannya.
Atau dengan Nama-nama yang tidak pantas untuk disandang oleh selain Allah,
seperti Malikul Muluk (Raja diraja), Al Qahir (Maha Berkuasa) Dan lain
sebagainya. Nama-nama seperti itu haram hukumnya untuk penamaan seorang anak,
dan kalau ada wajib dirubah. Allah –‘Azza wa Jalla- berfirman:
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً (مريم: 65)
“Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang
patut disembah)?”. (QS. Maryam: 65)
3.
Memberi nama dengan
nama-nama orang kafir yang dijadikan identitas mereka secara khusus, seperti;
Abdul Masih, Yesus, Yahuda.
Nama Yang Makruh :
1. Makruh hukumnya member nama
dengan nama-nama yang artinya menjadikan orang lain menjauh, bisa jadi karena
mengandung arti yang buruk atau berpotensi untuk menjadi bahan olokan, Seperti Harb
(perang), Rasysyasy (percikan darah), Hiyam (nama penyakit onta), dan nama lain
diantara nama-nama yang mangandung arti buruk dan tidak baik.
2. Makruh hukumnya memberi nama
dengan nama-nama yang mengandung makna dosa dan maksiat, seperti; Sariq
(pencuri), Zhalim (orang zhalim), atau memberi nama dengan nama-nama para
Fir’aun dan para pelaku maksiat, seperti; nama Fira’un, Haman dan Qarun.
3. Makruh hukumnya memberi nama
dengan nama-nama hewan yang dikenal dengan sifat yang tercela, seperti; himar
(keledai), Kalb (anjing), Qird (kera) dan lain sebagainya.
4. Makruh hukumnya memberi nama dengan nama-nama yang
disandarkan kepada agama dan kepada Islam, seperti; Nuruddin (cahaya agama),
Syamsuddin (matahari agama), demikian halnya dengan Nurul Islam (cahaya Islam),
Syamsul Islam (matahari Islam); karena mengandung pemberian sesuatu kepada
pemilik nama di atas hak yang seharusnya.
Para ulama salaf mereka tidak menyukai pemberian julukan kepada
mereka dengan gelar-gelar tersebut. Imam Nawawi –rahimahullah- tidak menyukai julukan
dirinya dengan Muhyiddin (yang menghidupkan agama), demikian juga Syeikh Islam
Ibnu Taimiyah –rahimahullah- beliau tidak menyukai beliau dijuluki dengan
Taqiyuddin (orang yang bertakwa dalam agama) dengan mengakatakan: “…hanya saja
keluargaku menjulukiku dengan julukan tersebut, lalu menjadi tersebar
kemana-mana”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar