Nasihat Kepada Wali Murid Berkaitan Dengan Pembayaran SPP.
Apa
hukumnya jika wali murid telat bayar SPP sekolah? Apakah wali murid berdosa?
Ini banyak terjadi di sekolah kami.?
Jawab:
Bismillah
was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ketika
seorang wali murid memasukkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan, dan dia
diwajibkan untuk membayar, maka status akadnya adalah ijarah
(transaksi jasa). Dimana lembaga pendidikan berstatus sebagai penyedia jasa
belajar, sementara wali murid sebagai klien yang berhak mendapat layanan jasa
pembelajaran dengan membayar senilai tertentu.
Karena
itulah, aturan yang berlaku dalam akad ini, dikembalikan kepada kesepakatan
semua pihak. Seperti berapa nilai uang gedung (biaya sewa gedung), nilai SPP,
waktu pembayarannya, atau lainnya. Termasuk rincian layanan yang diberikan,
seperti berapa hari masuk sekolah, fasilitas apa saja yang diberikan, dst.
Ini semua
kembali kepada kesepakatan, yang selanjutnya mengikat kedua pihak.
Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ
“Setiap
muslim harus memenuhi kesepatan mereka.” (HR. Abu Daud 3594
dan dihasankan al-Albani).
Bagaimana jika telat bayar SPP?
Jika
telah disepakati SPP dibayar setiap awal bulan, maka telat bayar maka hukumnya
dirinci menjadi 2 macam :
1. Bagi orang tua yang memang sedang mengalami kesulitan maka diberi
tangguh dan tempo pembayaran.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كَانَ ذُو
عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jika seseorang dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280)
2. Jika sengaja menunda dalam kondisi lapang, maka berarti menyalahi perjanjian
dan kesepakatan. Bagi yang melakukannya karena ada kesengajaan, jelas ini
pelanggaran dan dosa.
Idealnya
SPP dibayar sebelum jatuh tempo. Agar kita bisa mengamalkan hadis berikut,
Dari Ibnu
Umar Radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ، قَبْلَ أَنْ
يَجِفَّ عَرَقُهُ
Berikan
upah kepada karyawan sebelum dia kering keringatnya. (HR.
Ibnu Majah 2443 dan dishahihkan al-Albani)
Hati-hati dengan Kedzaliman
Yang
sangat disayangkan, terkadang ada diantara wali murid yang nunggak bayar SPP
sampai berbulan-bulan. Bagi wali murid yang belum bayar SPP beberapa bulan,
sejatinya dia berutang kepada sekolah. Dan orang mampu yang sengaja menunda
pembayaran utang, termasuk pelaku kedzaliman.
Dari Ibnu
Umar Radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
Menunda
pelunasan utang yang dilakukan orang yang mampu adalah kedzaliman. (HR.
Bukhari 2287, Ahmad 5395 dan yang lainnya).
Kedepankan
prinsip nasihat, memberikan sikap yang terbaik kepada orang lain, sebagaimana
kita ingin disikapi yang sama. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ
مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Kalian
tidak akan beriman, sampai kalian mencintai sikap untuk saudara kalian sesama
mukmin, sebagimana dia suka jika itu diberikan untuk dirinya sendiri.” (HR.
Bukhari 13 & Muslim 45)
Hadis ini
mengajarkan prinsip sederhana yang luar biasa. Jika anda ingin disikapi baik
oleh orang lain, maka sikapilah orang lain dengan sikap yang sama. Jika anda
tidak ingin disikapi buruk oleh orang lain, maka jangan sikapi orang lain
dengan sikap yang sama.
Karena
itu, cara yang paling mudah untuk bisa melakukan nasehat ketika berinteraksi
dengan sesama adalah bayangkan bahwa anda menjadi lawan interaksi anda. Jika
anda seorang penjual, bayangkan anda menjadi pembeli, atau sebaliknya. Sikap
seperti apa yang anda harapkan dari lawan transaksi anda, berikan sikap itu
kepadanya.
Ketika
anda di posisi sebagai wali murid, bayangkan anda sebagai guru atau pihak
sekolah. Karena anda karyawan, anda berharap, upah anda dibayar penuh dan tepat
waktu. Berikan sikap ini kepada sekolah, bayar SPP secara penuh dan tepat
waktu.
Waspada Sikap Tathfif
Terkait
hak dan kewajiban dalam berinteraksi dengan orang lain, terkadang ada model
manusia yang hanya semangat dalam menuntut hak, tapi malas dalam menunaikan
kewajiban. Perbuatan ini diistilahkan dengan tathfif, orangnya
disebut muthaffif.
Model
manusia semacam ini telah Allah singgung dalam Alquran, melalui firman-Nya:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا
اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ
يُخْسِرُونَ
“Celakalah
para muthaffif. Merekalah orang yang ketika membeli barang yang ditakar, mereka
minta dipenuhi. tapi apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi.” (QS. Al-Mutaffifin: 1 – 3).
Cerita
ayat tidak sampai di sini. Setelah Allah menyebutkan sifat mereka, selanjutnya
Allah memberi ancaman keras kepada mereka. Allah ingatkan bahwa mereka akan
dibangkitkan di hari kiamat, dan dilakukan pembalasan setiap kezaliman.
Para
ulama ahli tafsir menegaskan bahwa makna ayat ini bersifat muta’adi. Artinya,
hukum yang berlaku di ayat ini tidak hanya terbatas untuk kasus jual beli. Tapi
mencakup umum, untuk semua kasus yang melibatkan hak dan kewajiban. Setiap
orang yang hanya bersemangat dalam menuntut hak, namun melalaikan kewajibannya,
maka dia terkena ancaman tathfif di ayat ini. (Simak Tafsir As-Sa’di, hal.
915).
Seorang
wali murid yang hanya bisa menuntut kewajiban pihak sekolah, sementara malas
dalam memberikan hak mereka, maka dia terkena ancaman tathfif. Sebaliknya,
pihak sekolah yang hanya semangat menuntut haknya, sementara malas dalam
menunaikan kewajibannya, juga terancam dengan ayat ini.
Memang
ketika kita berinteraksi kita saling mengawasi. Namun yang lebih penting kita
awasi adalah diri kita sendiri, jangan sampai melakukan kedzaliman atau
pelanggaran hak orang lain.
Bisa Menjadi Musuh Allah di Hari Kiamat
Jika
sampai ada keinginan tidak bayar, dan langsung keluar dari sekolah, sementara
pihak sekolah telah memberikan layanan pembelajaran sesuai yang dijanjikan,
maka pihak wali murid bisa jadi masuk dalam ancaman dalam hadis berikut,
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ثَلَاثَةٌ أَنَا
خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: … وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى
مِنْهُ وَلَمْ يُوَفِّهِ أَجْرَهُ “
Allah
berfirman, “Tiga orang, Aku akan menjadi musuhnya pada hari kiamat, …
(diantaranya) Orang yang mempekerjakan orang lain, namun setelah orang tersebut
bekerja dengan baik upahnya tidak dibayarkan” (HR.
Bukhari 2227).
Demikian, Allahu
a’lam https://konsultasisyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar