MEMANFAATKAN TV DAN VIDEO SEBAGAI MEDIA
DA’WAH
Sebelum
membahas masalah ini, ada baiknya kita sampaikan terlebih dahulu, bahwa masalah
memanfaatkan televisi sebagai media da’wah termasuk masalahkhilafiyyah
ijtihadiyyah. Sehingga para ulama’ mujtahidin diberikan ruang untuk
meneliti sesuai dengan keilmuan yang mereka miliki dalam rangka untuk memetik
hukum darinya. Konsekwensinya, sangat mungkin akan muncul perbedaan pendapat
diantara mereka.
Hal
ini perlu kami sampaikan, agar apapun hasil dari pembahasan ini, kita semua
harus saling berlapang dada terhadap saudara kita yang berbeda pendapatnya
dengan pendapat yang kita pegangi. Karena para ulama’ kitapun telah berbeda
pendapat dalam masalah ini. Jangan sampai menjadikan masalah ini sebagai
masalah ushul ( pokok ) yang digunakan untuk membangung wala’ (
loyalitas ) dan baro’ ( bermusuhan ) di antara sesama muslim,
atau dijadikan sebagai sebab untuk menghukumi seorang telah keluar dari lingkup
ahlus sunnah.
Akan
datang pembahasan seputar perincian dan adab berselisih pada artikel yang akan
datang insya Alloh. Supaya seorang muslim senantiasa terbimbing di atas
Al-Qur’an dan Sunnah dalam mensikapi perbedaan, serta tidak terjatuh dalam
sikap ghuluw ( melampaui batas ) dalam beragama.
Tidak
dapat dipungkiri, bahwa televisi merupakan salah satu media yang memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat. Memiliki jangkauan yang sangat
luas menerobos hampir seluruh lapisan. Dari pejabat, pengusaha, artis,
konglomerat, pelajar, serta masyarakat secara umum. Hampir semua orang saat ini
memiliki tv. Bagi sebagian orang, tv bukanlah lagi kebutuhan sekunder,
akan tetapi telah berubah menjadi kebutuhan primer.
HUKUM MENGGAMBAR MAKHLUK BERNYAWA
Membahas
masalah televisi, tidak akan lepas untuk membahas masalah hukum menggambar
makhluk bernyawa. Karena kedua masalah ini memiliki hubungan yang
sangat erat. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika pada awal pembahasan ini
kita akan paparkan terlebih dahulu hukum menggambar makhluk bernyawa.
Menggambar
makhluk bernyawa hukumnya haram sebagai telah ditunjukkan oleh beberapa dalil
dari hadits-hadits Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam-. Diantaranya :
«لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الوَاشِمَةَ
وَالمُسْتَوْشِمَةَ، وَآكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ، وَنَهَى عَنْ ثَمَنِ الكَلْبِ،
وَكَسْبِ البَغِيِّ، وَلَعَنَ المُصَوِّرِينَ»
“Nabi
– shollallahu ‘alaihi wa sallam – telah mela’nat orang yang mentatto dan yang
minta ditatto serta pemakan riba dan yang mewakilkannya. Beliau –shollallahu
‘alaihi wa sallam – telah melarang ( seorang makan ) dari hasil penjualan
anjing, hasil berbuat zina serta mela’nat seorang yang menggambar (
makhluq bernyawa )”. ( HR.
Al-Bukhori : 5347 dari sahabat Abu Juhaifah – rodhiallohu ‘anhu - ).
Telah
diriwayatkan pula dari Abdullah bin Mas’ud –rodhiallohu ‘anhu – beliau berkata,
Rosulullah –shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
«إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ
القِيَامَةِ المُصَوِّرُونَ»
“Sesungguhnya
manusia yang paling keras siksanya di sisi Alloh nanti di hari kiamat adalah
para penggambar ( makhluq bernyawa )”.(
HR. Al-Bukhori : 5950 ).
Dari
Abdullah bin Umar –rodhiallohu ‘anhu – beliau berkata, Rosulullah – shollallahu
‘alaihi wa sallam – bersabda :
إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ
القِيَامَةِ، يُقَالُ لَهُمْ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya
orang-orang yang membuat gambar-gambar ( bernyawa ) ini akan disiksa
nanti di hari kiamat dan dikatakan kepada mereka :”Hidupkan apa yang telah
kalian buat!”. ( HR. Al-Bukhori :
5951 dan Muslim : 97 ).
Dan
masih terdapat beberapa dalil yang menunjukkan akan masalah ini yang tidak bisa
kami sebutkan semuanya. Apa yang kami sebutkan insya Alloh telah mewakili dari
dalil-dalil yang ada.
Al-Imam
An-Nawawi – rohimahullah – berkata :
قال أصحابنا وغيرهم من العلماء : تصوير صورة الحيوان حرام شديد التحريم ،
وهو من الكبائر ؛ لأنه متوعد عليه بهذا الوعيد الشديد المذكور فى الأحاديث ، وسواء
صنعه بما يمتهن أو بغيره فصنعته حرام بكل حال ؛ لأن فيه مضاهاة لخلق الله تعالى ،
وسواء ما كان في ثوب أو بساط أودرهم أو دينار أو فلس أو إناء أو حائط أو غيرها ،
وأما تصوير صورة الشجر ورحال الإبل وغير ذلك مما ليس فيه صورة حيوان : فليس بحرام
، هذا حكم نفس التصوير " انتهى
“Para
sahabat kami dan selain mereka dari para ulama’ berkata : menggambar gambar
hewan[1] merupakan
perkara haram yang sangat keras pengharamannya. Dan perkara ini termasuk dari
dosa besar. Karena sesungguhnya hal ini diancam dengan ancaman yang sangat
keras yang telah disebutkan di dalam beberapa hadits. Baik seorang membuatnya
dengan apa yang akan dihinakan atau selainnya. Maka pembuatannya haram dalam
seluruh keadaan. Karena sesungguhnya di dalamnya terdapat bentuk membuat
tandingan terhadap ciptaan Alloh Ta’ala. Baik ( gambar ) yang terdapat di
pakaian, permadani, dirham, dinar, fulus, bejana, dinding ataupun yang lainnya.
Adapun menggambar gambar pohon, pelana onta dan yang lain dari apa-apa yang
tidak terdapat gambar hewan di dalamnya, maka tidak haram. Ini hukum untuk
perbuatan menggambar itu sendiri” [ Syarh Shohih Muslim :
14/82 ].
Para
ulama’ telah sepakat akan haramnya menggambar makhluk bernyawa dengan tangan
berdasarkan dalil-dalil yang telah datang penyebutannya. Untuk perincian hukum
menggambar makhluk bernyawa, insya Alloh akan kami sendirikan dalam suatu
pembahasan. Pada kesempatan ini sengaja tidak kami perluas, karena hanya
menjadi masalah tambahan dan jembatan untuk membantu memahami permasalahan yang
sedang kami bahas.
HUKUM
FOTOGRAFI
Pasal
ini kami ikutkan setelah pasal “Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa”, karena
telah terjadi silang pendapat dalam masalah ini di kalangan para ulama’setelah
sebelumnya mereka sepakat haramnya menggambar makhluk bernyawa dengan tangan.
Sebagian
para ulama’ berpendapat bahwa menggambar makhluk bernyawa haram secara mutlak.
Baik dengan alat seperti kamera, ataupun melukis dengan tangan. Diantara mereka
adalah asy-syaikh Abdul Aziz bin Baz dan yang sepemahaman dengan beliau.
Beliau
– rohimahullah – berkata :
لا يجوز تصوير ذوات الأرواح بالكاميرا أو غيرها من آلات التصوير
“Tidak
boleh untuk menggambar makhluk bernyawa dengan kamera atau yang lainnya dari
alat-alat yang digunakan untuk menggambar”. [ Fatawa Lajnah Daimah : 1/661 ]
Sebagian
lagi berpendapat bahwa fotografi tidak termasuk menggambar yang dilarang.
Karena tidak terdapat proses “menggambar”. Yang ada hanyalah proses pemindahan
obyek saja. Diantara mereka adalah asy-syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin
dan yang sepahaman dengan beliau. Pendapat beliau ini sangat masyhur bisa
didapatkan di dalam fatawa, buku, dan ceramah-ceramah beliau.
Di
sini kami akan bawakan salah satu ucapan asy-syaikh – rohimahullah -. Beliau
mengatakan :
ولم يحدث في عهد النبي – صلى الله عليه و سلم – ما حدث في زماننا هذا من
الصور الفوتوغرافية. وهل تدخل في النهي أو لا تدخل. و إذا تأملت النص وجدت أنها لا
تدخل لأن الذي يصور صورة فوتوغرافية لا يصور في الواقع. غاية ما هنالك أنه يلقي
هذا الضوء الشديد على جسم أمامه فيلتقط صورته في لجظة...
“Di
zaman Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam – belum pernah terjadi apa
yang terjadi di zaman kita sekarang ini berupa gambar photografi. Apakah
termasuk dalam larangan atau tidak ? jika kamu memperhatikan dalil ( dalam
masalah ini ) maka kamu akan mendapatkan bahwa hal ini tidak termasuk. Karena
seorang yang membuat gambar dengan gambar fotografi, pada kenyataannya dia
tidak menggambar. Paling maksimalnya apa yang ( terjadi ) di sana, dia hanya
melemparkan cahaya yang sangat kuat terhadap jasad yang ada di hadapannya, maka
cahaya itu mengambil gambarnya dalam sekejap…….” [ Syarh Al-Kabair :
323 ]
Hal
ini perlu kami kemukakan kepada para pembaca, agar kita tahu bahwa terdapat
khilaf ( perbedaan pendapat ) di antara ulama’ kita dalam masalah ini.
Bersamaan dengan kondisi ini, mereka tetap saling menghormati, saling toleransi
serta tetap menjaga ukhuwah islamiyyah diantara mereka. Mereka tidak saling
menvonis sesat, ahli bid’ah atau yang lain.
Para
ulama’ kita tidak menjadikan perselisihan dalam masalah ini sebagai perkara ushul (
pokok ), yang menjadi sebab seorang keluar dari manhaj salaf. Juga tidak pernah
membangun wala’ dan baro’ di atasnya. Lantas, kenapa para penuntut ilmu di
negeri ini tidak meneladai mereka ?
PEMBAGIAN
AL-MUHARRAMAT
Jika
kita telah mengetahui haramnya menggambar makhluq yang bernyawa beserta
dalil-dalilnya, sekarang kita akan membahas tentang macam-macam muharromat (
sesuatu yang diharamkan ) dalam agama kita. Untuk mengetahui posisi
permasalahan kita termasuk pada jenis muharramat yang mana.
Al-Imam
Al-Qorofi –rohimahullah – berkata :
الأحكام على قسمين: مقاصد، ووسائل، فالمقاصد كالحج والسفر إليه وسيلة،
وإعزاز الدين ونصر الكلمة مقصد، والجهاد وسيلة، ونحو ذلك من الواجبات والمحرمات
والمندوبات والمكروهات والمباحات، فتحريم الزنا مقصد، لاشتماله على مفسدة اختلاط
الأنساب، وتحريم الخلوة والنظر وسيلة. اهـ
“Hukum-hukum
( agama itu ) ada dua jenis : maqodhid ( sesuatu yang dituju )
dan wasail ( sesuatu yang menjadi perantara kepada sesuatu
yang dituju ). Maka maqoshid seperti haji, sedangkan perjalanan kepadanya
termasuk wasilah. Memuliakan agama dan menolong kalimat ( tauhid la ilaha
illalloh ) termasuk maqoshid, sedangkan jihad termasuk wasilah. Dan yang
semisal dengan hal ini dari berbagai kewajiban, perkara haram, perkara mandub (
sunnah/mustahab ), perkara makruh ( dibenci ), dan perkara mubah ( boleh ).
Maka pengharaman zina termasuk maqshud karena mengandung berbagai kerusakan dan
percampuran nasab. Sedangkan pengharaman khulwah ( berduaan ) dan melihat (
wanita yang bukan mahramnya ) termasuk wasilah”.- sampai di sini perkataan
beliau -
Dari
ucapan beliau dapat kita simpulan bahwa sesuatu yang diharamkan dalam agama
kita ada dua macam :
Pertama :
Al-Muharromat
Tahrimul maqoshid : Sesuatu yang memang diinginkan
oleh Alloh untuk diharamkan baik berupa ucapan, perbuatan, dan dzat , seperti :
kesyirikan, bangkai, daging babi, khomer, daging anjing, dan yang lainnya.
Jenis
pertama ini selamanya diharamkan kecuali dalam kondisi darurat,
maka diperbolehkan. Semisal seorang yang tidak mendapatkan makanan kecuali
bangkai. Jika dia tidak makan bangkai tersebut, maka dia akan mati. Dalam
kondisi seperti ini diperbolehkan baginya untuk memakannya.
Kedua :
Al-Muharromat
Tahrimul wasail : Sesuatu yang diharamkan bukan
karena asalnya haram, akan tetapi dikarenakan menjadi perantara kepada sesuatu
yang haram. Misalnya : ghibah ( mengunjing ), memakai sutera
bagi laki-laki, melihat wanita yang bukan mahramnya,ghoror dalam
jual beli dan lain sebagainya.
Jenis
kedua ini diharamkan, akan tetapi jika ada hajat ( kebutuhan ) yang
syar’i yang akan membawa kepada suatu kemashlahatan yang kuat, maka
diperbolehkan. Sebagaimana hal ini telah dinyatakan oleh asy-syaikh Muhammad
bin Sholih Al-‘Utsaimin –rohimahullah- :
وما كان تحريمه تحريم الوسائل فإنه يجوز عند الحاجة إليه
“Dan
apa saja yang pengharamannya termasuk dari pengharaman karena akan menjadi
sebab kepada sesuatu yang haram, maka sesungguhnya diperbolehkan ketika hal itu
dibutuhkan”. ( Majmu’ Al-Fatawa wa Rosail : 12/288 ).
Ghibah
termasuk perkara yang diharamkan. Akan tetapi diperbolehkan untuk melakukannya
pada kondisi dibutuhkan. Misalkanya seorang istri yang melaporkan kepada hakim
tentang keadaan suaminya yang tidak memberikan nafkah kepadanya.
Catatan
penting :
Terdapat
perbedaan antara kondisi darurat dan kondisi hajat ( dibutuhkan ). Suatu
kondisi dikatakan darurat sebagaimana dinyatakan oleh para fuqoha’ :
بُلُوغُ الإِْنْسَانِ حَدًّا إِنْ لَمْ يَتَنَاوَل الْمَمْنُوعَ هَلَكَ
أَوْ قَارَبَ
“Sampainya
seorang insan pada suatu batasan, jika dia tidak mengambil/melakukan perkara
yang dilarang, dia akan celaka atau dekat dengan kecelakaan.” [ Al-Mausu’ah
Al-Kuwaitiyyah : 28/191 ].
Batasan
suatu kondisi dikatakan darurat : ketika tidak melakukan perkara yang dilarang,
dikhawatirkan akan diikuti oleh kebinasaan atau kemudhorotan yang sangat besar
terhadap nyawa, kehormatan, harta, jiwa dan badan. [ Asy-Syarhul Kabir : 2/115
]
Adapun
pengertian hajat adalah :
مَا يُفْتَقَرُ إِلَيْهِ مِنْ حَيْثُ التَّوْسِعَةُ، وَرَفْعُ الضِّيقِ
الْمُؤَدِّي - فِي الْغَالِبِ - إِلَى الْحَرَجِ وَالْمَشَقَّةِ اللاَّحِقَةِ بِفَوْتِ الْمَطْلُوبِ، فَإِذَا لَمْ تُرَاعَ
دَخَل عَلَى الْمُكَلَّفِينَ - عَلَى الْجُمْلَةِ - الْحَرَجُ وَالْمَشَقَّةُ
“Apa
yang dibutuhkan dari sisi keluasan dan menghilangkan kesempitan yang akan
mengarah – secara umum – kepada kondisi yang berat dan sulit yang akan
mengikuti hilangnya perkara yang diinginkan. Maka apabila tidak diperhatikan,
secara umum kondisi berat dan sulit akan masuk/menimpa para mukallaf” [
Al-Mufawaqot karya Asy-Syathibi : 2/10-11 ].
Jika
disimpulkan pebedaan kondisi darurat dan hajat ada :
[1].
Darurat : diikuti oleh kemungkinan atau kekhawatiran kebinasaan. Adapun hajat
tidak.
[2].
Darurat : harus dilakukan. Adapun hajat : ada keluasan, boleh dilakukan dan
boleh tidak.
[3].
Darurat : boleh untuk melakukan sesuatu yang diharamkan yang termasuk jenis
tahrimul maqoshid dan lebih-lebih tahrim wasail. Adapun hajat : hanya boleh
melakukan sesuatu yang diharamkan yang termasuk jenis tahrim wasail.
MENGGAMBAR
MAKHLUQ BERNYAWA, TERMASUK MUHARRAMAT TAHRIM MAQOSHID ATAU WASAIL ?
Menggambar
makhluq bernyawa termasuk dari jenis muharramat tahrim wasail. Buktinya,
perkara ini diperbolehkan oleh syari’at ketika dibutuhkan. Dalilnya adalah
hadits Aisyah – rodhiallohu ‘anha – beliau berkata :
كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي، «فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ،
فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي
“Aku
bermain dengan al-banat ( boneka perempuan ) di sisi Nabi –
shollallahu ‘alaihi wa sallam -. Dan aku memiliki kawan-kawan yang bermain
bersamaku. Maka apabila Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam – masuk,
mereka masuk rumah dan menutup diri dari beliau. Lalu beliau menyuruh mereka
satu persatu kepadaku agar mereka bermain ( lagi ) denganku”. [ HR. Al-Bukhari
: 6130 dan Muslim : 4470 ].
Yang
dimaksud dengan kata al-banat dalam hadits di atas, telah dijelaskan oleh
Al-Imam Syaukani – rohimahullah - :
قَوْلُهُ: (بِالْبَنَاتِ) قَالَ فِي الْقَامُوسِ: وَالْبَنَاتُ:
التَّمَاثِيلُ الصِّغَارُ يُلْعَبُ بِهَا
“Ucapan
beliau “dengan al-banat”, berkata pengarang Al-Qomus : al-banat adalah tamatsil
( gambar berjasad/boneka ) kecil yang biasa digunakan untuk bermain ( anak-anak
).” [ Nailul Author : 6/245 ]
Boneka
termasuk gambar makhluk bernyawa yang memiliki bayangan. Dari sisi pengharaman,
tentu lebih kuat dari pada gambar makhluk bernyawa yang tidak memiliki bayangan
karena memiliki kemiripan yang lebih besar dengan benda yang ditiru. Akan
tetapi dalam hadits ini Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam –
mentaqrir-nya ( menyetujuinya ) dan tidak melarang Aisyah dari bermain
dengannya. Karena anak-anak membutuhkan permainan seperti ini untuk bermain dan
memberikan tarbiyyah mereka lewat permainan tersebut.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar – rohimahullah – berkata :
وَاسْتُدِلَّ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى جَوَازِ اتِّخَاذِ صُوَرِ
الْبَنَاتِ وَاللَّعِبِ مِنْ أَجْلِ لَعِبِ الْبَنَاتِ بِهِنَّ وَخُصَّ ذَلِكَ
مِنْ عُمُومِ النَّهْيِ عَنِ اتِّخَاذِ الصُّوَرِ وَبِهِ جَزَمَ عِيَاضٌ
وَنَقَلَهُ عَنِ الْجُمْهُورِ وَأَنَّهُمْ أَجَازُوا بَيْعَ اللَّعِبِ لِلْبَنَاتِ
لِتَدْرِيبِهِنَّ مِنْ صِغَرِهِنَّ عَلَى أَمْرِ بُيُوتِهِنَّ وَأَوْلَادِهِنَّ
“Hadits
ini dipakai berdalil terhadap bolehnya mengambil ( boneka berwujud ) gambar
anak-anak perempuan dan dan bolehnya mainan untuk anak-anak
perempuan. Hal ini dikhususkan dari keumuman larangan dari mengambil gambar.
Hal ini telah dipertegas oleh ‘Iyadh dan beliau menukil pendapat ini dari
Jumhur ( mayorias ulama’ ). Sesungguhnya mereka memperbolehkan untuk menjual
mainan ( boneka ) untuk anak-anak perempuan untuk mendidik mereka dari semenjak
mereka kecil atas perkara rumah-rumah dan anak-anak mereka”.
[
Fathul Bari : 10/527 ]
Al-Imam
Ibnu Mulaqqin – rohimahullah – ( wafat : 804 H ) berkata :
والذي يراد من الحديث: الرخصة في اللعب التي يلعب بها الجواري وهي البنات،
فجاءت فيها الرخصة وهي تماثيل، وليس وجه ذَلِكَ عندنا إلا من أجل أنها لهو
الصبيان، ولو كان للكبار لكان مكروهًا، كما جاء النهي في التماثيل كلها وفي
الملاهي
“Dan
yang diinginkan dari hadits ini : adanya rukhshah ( keringanan ) di dalam
mainan yang digunakan untuk bermain para anak gadis berupa boneka yang berwujud
anak perempuan. Telah datang keringanan dalam jenis permainan ini dalam kondisi
berupa gambar ( makhluk bernyawa ). Bukanlah sisi ( pembolehan )
dari hal itu menurut pendapat kami, kecuali karena boneka itu merupakan mainan
anak-anak. Seandainya untuk orang-orang dewasa, sungguh dimakruhkan.
Sebagaimana telah datang larangan dalam masalah gambar secara keseluruhan dan
juga alat musik.”
[
At-Taudhih Li Syarhi Al-Jami’ Ash-Shohih : 28/209 ]
Al-Imam
Asy-Syaukani – rohimahullah – berkta :
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَجُوزُ تَمْكِينُ
الصِّغَارِ مِنْ اللَّعِبِ بِالتَّمَاثِيلِ
“Di
dalam hadits ini terdapat dalil akan bolehnya memberi kesempatan kepada
anak-anak kecil dari bermain dengan boneka”. [ Nailul Author : 6/245 ].
Sebagaimana
telah kami jelaskan pada pasal yang sebelumnya, bahwa salah satu ciri
muharramat tahrim wasail ( sesuatu yang diharamkan karena menjadi perantara
kepada sesuatu yang haram ) adalah diperbolehkan ketika ada hajat syari’iyyah (
kebutuhan yang dibenarkan syari’at ).
Dari
hadits Aisyah di atas menunjukkan bahwa gambar bahkan gambar berjasad (
patung/boneka ) diperbolehkan oleh Rosulullah – shollallahu ‘alaihi wa sallam –
karena adanya kebutuhan sebagai mainan anak-anak kecil.
Hal
ini diperkuat dengan hadits Aisyah yang lain beliau berkata :
قَدِمَ رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- من غزوة تَبوكٍ، أو خيبرَ، وفي
سَهْوتها سِتْرٌ، فهبَّت ريحٌ فكَشَفَتْ ناحية السَّتر عن بناتٍ لعائشة لُعبٍ،
فقال: "ما هذا يا عائشة؟ " قالت: بناتي، ورأى بينهنَّ فرساً لها جناحانِ
من رِقاع، فقال: "ما هذا الذي أرَى وَسْطَهُنَّ؟ " قالت: فرسٌ، قال:
"وما هذا الذي عليه؟ " قالت: جناحَان: قال: "فرسٌ له جَناحَان؟!
" قالت: أما سمعَت أن لسليمان خَيلاً لها أجنحة؟ قالت: فضحك حتى رأيت
نواجِذَه
“Rosulullah
– shollallahu ‘alaihi wa sallam – pulan dari perang Tabuk atau Khaibar. Pada
rak barang milik Aisyah terdapat/ditutupi oleh ( kain ) penutup.
Tiba-tiba angin bertiup lalu salah sisi dari kain penutup itu tersingkap
sehingga mainan boneka-boneka berwujud anak perempuan milik Aisyah kelihatan.
Maka nabi bertanya : “Ini apa wahai Aisyah ?” Aisyah menjawab : “Boneka-boneka
perempuanku”. Nabi melihat di antara boneka-boneka tadi terdapat kuda yang
memiliki dua sayap yang terbuat dari potongan kain yang terdapat tulisan di
dalamnya. Nabi bertanya : “Apa yang kamu lihat di tengah-tengah
boneka-bonekamu” Aisyah menjawab : “Kuda”. Nabi bertanya : “Apa yang ada di
atasnya ?”. Aisyah menjawab : “Dua sayap”. Nabi berkata : “Kuda memiliki dua
sayap ?” Aisyah menjawab : “Apakah anda tidak pernah mendengar sesungguhnya
nabi Sulaiman memiliki kuda perang yang punya banyak sayap ?”. maka nabi
tertawa sampai aku melihat gigi gerahamnya”. [ HR. Abu Dawud : 4932 ].
Kesimpulan
dari pasal ini ini, bahwa gambar bernyawa baik berjasad ( patung/boneka ) dan
yang tidak berjasad termasuk sesuatu yang dharamkan, akan tetapi termasuk jenis tahrim
wasail ( diharamakn karena akan menjadi perantara kepada sesuatu yang
haram ). Oleh karena itu, jika terdapat adanya hajat syar’iyyah ( kebutuhan yang
dibenarkan syari’at ) maka diperbolehkan.
MEMANFAATKAN
TV ATAU AUDIO VISUAL SEBAGAI MEDIA DA’WAH
Saat
ini, TV ataupun audio visual termasuk salah satu media yang sangat efisien,
praktis dan memiliki jangkauan yang sangat luas. Hampir setiap keluarga memiliki
TV. Jika dulu TV hanya khusus dimiliki oleh orang-orang kaya, tapi sekarang
tidak. Seolah TV telah menjadi kebutuhan primer bagi manusia.
Masyarakat
juga lebih tertarik untuk mengikuti TV dari para radio. Sehingga saat ini peran
radio untuk menyampaikan berbagai informasi-pun telah tergeser oleh TV.
Terlebih dengan berbagai kemajuan teknologi yang dicapai umat manusia saat ini,
lebih memudahkan terwujudnya berbagai hal yang mereka inginkan.
Dunia
telah berubah begitu cepat. Internet yang dahulu merupakan sesuatu yang langka,
sulit dan mahal, sudah tidak berlaku lagi untuk saat ini. Internet menjadi
suatu hal yang biasa dan menjadi suatu kebutuhan bagi umat manusia. Praktis,
murah, cepat, dan jangkauan yang sangat luas, bahkan seluruh dunia menjadi nilai
keunggulan untuk internet.
Penyebaran
da’wah tauhid dan sunnah melalui TV ataupun audio visual ( video ) telah
menjadi kebutuhan di zaman ini. Yang insya Alloh hal ini akan membawa kepada
kemashlahatan yang sangat besar. Da’wah sunnah cepat tersebar dan dinikmati
oleh segenap lapisan masyarakat. Dari pejabat, artis, pegawai, aparat
kepolisian/militer, anak sekolah, petani, dan yang lainnya.
Maka
berda’wah dengan memanfaatkan TV bukan lagi boleh tapi sangat dianjurkan.
Karena adanya hajat syar’iyyah di dalamnya, yang telah dibolehkan oleh agama
kita. Walaupun di dalam TV atau Video terdapat gambar bernyawa, akan tetapi
diperbolehkan ketika ada kebutuhan terhadapnya.Silahkan lihat kembali
pembahasan sebelumnya.
FATAWA
PARA ULAMA’ TENTANG BOLEHNYA MEMANFAATKAN TV SEBAGAI MEDIA DA’WAH
Pertama
:
Asy-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz – rohimahullah –.
>>
Fatwa [ 1 ] :
السؤال :
الاستفادة من وسائل الإعلام الحديثة وبخاصة التي فيها صور الاستفادة منها
في مجال الدعوة إلى الله كثير من أهل العلم يتحرجون من استخدامها فهل لكم رأي في
هذا الموضوع الذي يعتبر مهما في عصرنا هذا؟
الجواب:
نعم هناك من يتحرج من أجل التصوير الذي يكون لأجل المشاركة في التلفاز ومن نشر العلم في التلفاز وهذا يختلف بحسب ما أعطى الله الناس من العلم والإدراك والبصيرة والنظر في العواقب.فمن شرح الله صدره لذلك واتسع أفق علمه ليعمل في التلفاز ويبلغ رسالات الله فله أجره وله ثوابه عند الله ومن اشتبه عليه الأمر ولم ينشرح صدره لذلك فنرجو أن يكون معذوراً
نعم هناك من يتحرج من أجل التصوير الذي يكون لأجل المشاركة في التلفاز ومن نشر العلم في التلفاز وهذا يختلف بحسب ما أعطى الله الناس من العلم والإدراك والبصيرة والنظر في العواقب.فمن شرح الله صدره لذلك واتسع أفق علمه ليعمل في التلفاز ويبلغ رسالات الله فله أجره وله ثوابه عند الله ومن اشتبه عليه الأمر ولم ينشرح صدره لذلك فنرجو أن يكون معذوراً
Terjemahan
:
Pertanyaan
:
"Banyak
dari ulama yang berat untuk memanfaatkan sarana-sarana komunikasi modern,
khususnya yang ada video-video, bila dimanfaatkan untuk lahan-lahan dakwah
kepada Allah. Lalu bagaimana pendapat Anda tentang permasalahan ini, yang di
zaman kita sekarang ini dipandang penting?
Jawab
:
Benar,
memang ada orang yang berat (memanfaatkan sarana-sarana tersebut), karena
adanya rekaman video yang harus ada untuk partisipasi di televisi, dan
menyebarkan ilmu dengan televisi. Hukum masalah ini akan berbeda (antara orang
yang satu dengan yang lainnya), berdasarkan ilmu dan pandangan yang diberikan
oleh Allah kepada masing-masing, serta pandangannya terhadap efek yang
ditimbulkannya. Barang siapa yang Allah lapangkan dadanya untuk ikut
partisipasi, dan luas cakrawala ilmunya untuk berdakwah di televisi dan
menyampaikan risalah-risalah Allah, maka baginya pahala dan ganjaran di sisi
Allah. Namun bagi orang yang melihat perkara itu masih syubhat dan dadanya
tidak lapang untuk berpartisipasi di televisi, maka kami harap ia mendapat
udzur".
[
Liqoo’atii ma’a asy-syaikhoini karya Prof. Dr. Abdullah Ath-Thoyyar hal : 80-81
pertanyaan ke 3 ].
Perhatikan
kalimat yang kami cetak tebal! Di dalam fatwa ini asy-syaikh bin Baz –
rohimahullah tidak melarang seorang untuk memanfaatkan TV untuk
berda’wah dan menyampaikan risalah Alloh kepada segenap manusia. Bahkan beliau
menyatakan bahwa seorang yang melakukannya akan mendapatkan ganjaran dan pahala
dari sisi Alloh.
Beliau
– rohimahullah – tidak mentahdzir, mencela, menyesatkan, atau bahkan
menghizbikan pihak yang memanfaatkan TV sebagai sarana da’wah. Dengan kata
lain, walaupun beliau sendiri menyakini gambar makhluk bernyawa itu haram, akan
tetapi dalam masalah memanfaatkan TV untuk sarana da’wah, ada keluasan dan
beliau menghormati pendapat para ulama’ yang memperbolehkannya. Demikianlah
seharusnya ahlus sunnah dan salafiyyin di Indonesia bersikap dalam rangka
meneladani beliau.
>>
Fatwa [ 2 ] :
ولا شك أن البروز في التلفاز مما قد يتحرج منه بعض أهل العلم من أجل ما ورد
من الأحاديث الصحيحة في التشديد في التصوير ولعن المصورين .ولكن بعض أهل العلم رأى
أنه لا حرج في ذلك إذا كان البروز فيه للدعوة إلى الحق, ونشر أحكام الإسلام, والرد
على دعاة الباطل عملا بالقاعدة الشرعية وهي : ارتكاب أدنى المفسدتين لتفويت
كبراهما إذا لم يتيسر السلامة منهما جميعا , وتحصيل أعلى المصلحتين ولو بتفويت
الدنيا منهما إذا لم يتيسر تحصيلهما جميعا .وهكذا يقال في المفاسد الكثيرة
والمصالح الكثيرة.... ولا شك أن ظهور أهل الحق في التلفاز من أعظم الأسباب في نشر
دين الله, والرد على أهل الباطل؛ لأنه يشاهده غالب الناس من الرجال والنساء
والمسلمين والكفار , ويطمئن أهل الحق إذا رأوا صورة من يعرفونه بالحق, وينتفعون
بما يصدر منه , وفي ذلك أيضا محاربة لأهل الباطل وتضييق المجال عليهم
“Tidak
diragukan lagi sesungguhnya tampil di TV termasuk perkara yang terkadang
sebagian para ulama’ merasa berat atasnya dikarenakan dalil-dalil yang telah
datang berupa hadits-hadits shohih yang melarang keras menggambar makhluq
bernyawa serta adanya la’nat atas orang yang menggambar. Akan tetapi sebagian
para ulama’ berpendapat sesungguhnya tidak ada kesempitan dalam masalah ini
apabila tampil di TV tersebut untuk berda’wah kepada al-haq, menyebarkan
hukum-hukum Islam, serta membantah para dai-dai kebatilan dalam rangka
mengamalkan kaidah syar’iyyah : “melakukan kerusakan yang lebih/paling ringan
untuk menghilangkan salah satu kerusakan yang lebih besar apabila tidak bisa
selamat dari dua kerusakan itu semuanya”. ( dan juga kaidah ) : “Merealisasikan
kemashlahatan yang paling tinggi walaupun dengan menghilangkan dunia dari
keduanya apabila tidak dimudahkan untuk meralisasikan keduanya secara
keseluruhan”. Demikianlah dinyatakan dalam masalah kerusakan yang sangat banyak
dan kemashlahatan yang sangat banyak. ……..tidak ada keraguan, sesungguhnya
tampilnya pembawa kebenaran di TV termasuk dari sebab yang paling besar dalam
menyebarkan agama Alloh, membantah para pembawa kebatilan. Karena TV ditonton
oleh mayoritas manusia dari laki-laki, wanita, kaum muslimin dan orang-orang
kafir. Orang-orang yang mengikuti kebenaran akan merasa tenang jiwa dia melihat
wajah para ulama’ yang telah memperkenalkan kebenaran kepadanya dan mereka akan
memanfaatkan apa-apa yang muncul darinya. Dan dalam hal ini juga sebagai bentuk
untuk memerangi ahli batil dan mempersempit ruang gerak mereka”.
[
Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh bin Baz – rohimahullah - : 5/293-295 ]
>>
Fatwa [ 3 ] :
وأما التليفزيون فآلة لا يتعلق بها في نفسها حكم وإنما يتعلق الحكم
باستعمالها، فإن استعملت في محرم كالغناء الماجن وإظهار صور فاتنة وتهريج وكذب
وافتراء وإلحاد وقلب للحقائق وإثارة للفتن إلى أمثال ذلك فذلك حرام، وإن استعمل في
الخير كقراءة القرآن وإبانة الحق والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وإلى أمثال ذلك
فذلك جائز،
“Adapun
TV, maka hanyalah sebuah alat yang tidak punya kaitan dengan hukum tertentu
dari sisi barang TV itu sendiri. Maka jika digunakan dalam perkara yang haram,
seperti lagu yang tidak punya malu, menampakkan gambar yang menfitnah ( tidak
senonoh ), melawak, dusta, kekafiran, memutar balikan fakta, menyulut api
fitnah dan yang semisalnya, maka hal ini haram. Adapun jika digunakan untuk
kebaikan seperti membaca Al-Qur’an, menjelaskan kebenaran, amar ma’ruf nahi
munkar, dan yang semisalnya, maka boleh”. [ Fatwa Lajnah Daimah : 1/667 ].
Kedua
:
Asy-Syaikh
Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani – rohimahullah –.
>>
Fatwa [ 1 ] :
التلفزيون اليوم لا شك أنه حرام، لأن التلفزيون مثل الراديو والمسجل، هذه
كغيرها من النعم التي أحاط الله بها عباده كما قال: {وإن تعدوا نعمة الله لا
تحصوها}، فالسمع نعمة والبصر نعمة والشفتان نعمة واللسان، ولكن كثيرا من هذه النعم
تصبح نقما على أصحابها لأنهم لم يستعملوها فيما أحب الله أن يستعملوها؛ فالراديو
والتلفزيون والمسجل أعتبرها من النعم ولكن متى تكون من النعم؟ حينما توجه الوجهة
النافعة للأمة.التلفزيون اليوم بالمئة تسعة وتسعون فسق، خلاعة،
فجور، أغاني محرمة، إلى آخره، بالمئة واحد يعرض أشياء قد يستفيد منه بعض الناس.
فالعبرة بالغالب، فحينما توجد دولة مسلمة حقا وتضع مناهج علمية مفيدة للأمة حينئذ
لا أقول : التلفزيون جائز، بل أقول واجب
“Jawaban
beliau, “Tidaklah diragukan bahwa hukum menonton televisi pada masa kini
adalah haram. Televisi itu seperti radio dan tape recorder.
Benda-benda ini dan yang lainnya adalah di antara limpahan nikmat Allah kepada
para hamba-Nya.Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Dan jika kalian
menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak bisa menghitungnya”
Pendengaran adalah nikmat Allah. Penglihatan juga merupakan nikmat. Dua bibir dan lidah juga nikmat. Akan tetapi, banyak dari berbagai nikmat yang menjadi sumber bencana bagi orang yang mendapatkan nikmat tersebut karena mereka tidak mempergunakan nikmat dalam perkara yang Allah inginkan.Radio, televisi dan tape recorder adalah nikmat ketika dipergunakan untuk perkara yang mendatangkan nikmat bagi umat. Isi televisi pada masa kini 99 persen adalah kefasikan, pornografi atau porno aksi, kemaksiatan, nyanyian yang haram dan seterusnya.
Sedangkan hanya 1% saja dari tontonannya yang bisa diambil manfaatnya oleh sebagian orang. Sedangkan kaedah mengatakan bahwa nilai sesuatu itu berdasarkan unsur dominan dalam sesuatu tersebut.Ketika ada negara Islam yang sesunggunnya lalu negara membuat program acara TV yang ilmiah dan bermanfaat bagi umat maka –pada saat itu- kami tidak hanya mengatakan bahwa hukum menonton TV adalah boleh bahkan akan kami katakan bahwa menonton TV hukumnya wajib"
Pendengaran adalah nikmat Allah. Penglihatan juga merupakan nikmat. Dua bibir dan lidah juga nikmat. Akan tetapi, banyak dari berbagai nikmat yang menjadi sumber bencana bagi orang yang mendapatkan nikmat tersebut karena mereka tidak mempergunakan nikmat dalam perkara yang Allah inginkan.Radio, televisi dan tape recorder adalah nikmat ketika dipergunakan untuk perkara yang mendatangkan nikmat bagi umat. Isi televisi pada masa kini 99 persen adalah kefasikan, pornografi atau porno aksi, kemaksiatan, nyanyian yang haram dan seterusnya.
Sedangkan hanya 1% saja dari tontonannya yang bisa diambil manfaatnya oleh sebagian orang. Sedangkan kaedah mengatakan bahwa nilai sesuatu itu berdasarkan unsur dominan dalam sesuatu tersebut.Ketika ada negara Islam yang sesunggunnya lalu negara membuat program acara TV yang ilmiah dan bermanfaat bagi umat maka –pada saat itu- kami tidak hanya mengatakan bahwa hukum menonton TV adalah boleh bahkan akan kami katakan bahwa menonton TV hukumnya wajib"
Sumber
: klik di sini
[
Khusus untuk fatwa asy-syaikh Al-Albani - rohimahullah -, kami ambil dari
terjemahan ust. Firanda Andirja, MA - hafidzohullah - ].
>>
Fatwa [ 2 ] :
لو أن القائمين على التلفاز لا يُخرجون فيه إلا الجائز شرعاً فلا أرى بأساً
بجواز إدخاله في البيوت
"Kalau
seandainya pengurus televisi tidak menayangkan kecuali program yang dibolehkan
oleh syari'at maka aku memandang tidak mengapa untuk memasukan televisi di
rumah-rumah"
[
Lihat kitab Al-Imam Al-Albaani, duruus wa mawaaqif wa 'ibar, karya DR Abdul
Aziz As-Sadhaan, hal 108 ]
Ketiga
:
Asy-Syaikh
Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin – rohimahullah -.
>>
Fatwa [ 1 ] :
سئل فضيلة الشيخ : ما حكم صور الكرتون التي تخرج في التلفزيون؟ وما قولكم
في ظهور بعض المشايخ فيه؟ وما حكم استصحاب الدراهم التي فيها صور؟ .فأجاب قائلاً : أما
صور الكرتون التي ذكرتم أنها تخرج في التلفزيون فإن كانت على شكل آدمي فحكم النظر
فيها محل تردد ، هل يلحق بالصور الحقيقية أو لا؟ .والأقرب أنه لا يلحق بها . وإن كانت على شكل غير آدمي فلا بأس بمشاهدتها
إذا لم يصحبها أمر منكر من موسيقى أو نحوها ولم تله عن واجب.وأما ظهور بعض المشايخ في التلفزيون فهو محل اجتهاد إن أصاب الإنسان فيه
فله أجران وإن أخطأ فله أجر واحد ، ولا شك أن المحب للخير منهم قصد نشر العلم
وأحكام الشريعة؛ لأن التلفزيون أبلغ وسائل الإعلام وضوحاً ، وأعمها شمولاً ،
وأشدها من الناس تعلقاً فهم يقولون: إن تكلمنا في التلفزيون وإلا تكلم غيرنا وربما
كان كلام غيرنا بعيداً من الصواب ، فننصح الناس ونوصد الباب ونسد الطريق أمام من
يتكلم بغير علم فيضل ويضل.مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين ( 2/218 )
“Beliau
ditanya : Apa hukum gambar kartun yang dikeluarkan di TV ? dan apa pendapat
anda tentang tampilnya sebagian syaikh di TV ? dan apa hukum dirham ( sejenis
mata uang ) yang terdapat gambar padanya ?
Beliau
menjawab : adapun gambar kartun yang telah engkau sebutkan sesungguhnya keluar
di TV, maka jika gambar tersebut di atas bentuk manusia, maka hukum melihat
terhadapnya dalam kondisi ada kebimbangan. Apakah termasuk gambar yang hakiki
atau tidak ? yang lebih dekat kepada kebenaran, sesungguhnya gambar kartun
tidak diikutkan pada gambar manusia yang hakiki. Jika tidak di atas bentuk
gambar manusia,maka tidak mengapa untuk melihatnya, jika tidak diikuti dengan
perkara munkar berupa musik atau yang semisalnya serta tidak melalaikan dari
kewajiban.
Adapun
tampilnya sebagaian syaikh di TV, maka masalah ini termasuk masalah yang
terdapat tempat untuk berijtihad. Jika seorang benar dalam ijtihadnya, dia
mendapatkan dua pahala dan jika salah dia mendapatkan satu pahala. Tidak diragukan
lagi, sesungguhnya seorang yang mencintai kebaikan diantara mereka, memaksudkan
untuk menyebarkan ilmu dan hukum-hukum syari’at. Karena sesungguhnya TV
merupakan sarana komunikasi yang paling jelas, paling menyeluruh dan merupakan
perangkat yang manusia paling terikat dengannya. Mereka mengatakan : jika kami
berbicara di TV, kalau tidak maka selain kami akan berbicara dan terkadang
pembicaraan selain kami jauh sekali dari kebenaran. Maka kami nasihatkan kepada
manusia, mengokohkan pintu, serta menutup pintu di hadapan orang-orang yang
berbicara tanpa ilmu. Maka dia sesat dan menyesatkan orang lain.”
[
Majmu’ Fatawa Wa Rosail Ibnu Utsaimin : 2/218 ].
PARA
ULAMA’ KIBAR JUGA BERDA’WAH LEWAT TV ATAU VIDEO
Pada
pasal ini, kami akan membawakan contoh ataupun bukti bahwa sebagian para ulama’
kita juga memanfaatkan TV ataupun video untuk berda’wah di jalan Alloh.
Diantara mereka :
>
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin - rohimahullah - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Al-Mufti Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh - hafidzohullah - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Sholih bin Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh -hafidzohullah - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Sholih Al-Fauzan - hafidzohullah - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Sholih Al-Luhaidan - hafidzohullah - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Sholih bin Sa'ad As-Suhaimi - hafidzohullah - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Abdurrozaq bin Abdul Muhsin Al-Badr - hafidzohullah - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul - hafidzohullah - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrohman Al-Jibrin - rohimahulalh - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Washiyullah bin Muhammad Abbas - hafidzohullah - lihat : di
sini
>
Asy-Syaikh Sa'ad bin Abdillah Ats-Tsasry - hafidzohullah - lihat : di
sini
Dan
yang lainnya masih banyak. Nama-nama yang kami sebutkan hanya sebagai contoh
saja.
TANGGAPAN
TERHADAP SEBAGIAN ARGUMENT PIHAK YANG MELARANG DA’WAH MELALUI TV ATAUPUN VIDEO
Sebagian
pihak melarang/mengharamkan untuk berda’wah melalui TV atau video dengan
beberapa alasan. Yang paling pokok ada dua :
- Di dalam keduanya terdapat gambar makhluk bernyawa
- Menyebabkan fitnah bagi yang menonton. Karena otomatis para wanita juga akan melihat para pengisi TV ataupun Video, baik seorang syaikh atau ustadz. Padahal kita diperintah untuk menundukkan pandangan.
- Menyebabkan fitnah bagi yang menonton. Karena otomatis para wanita juga akan melihat para pengisi TV ataupun Video, baik seorang syaikh atau ustadz. Padahal kita diperintah untuk menundukkan pandangan.
Tanggapan
:
Untuk
alasan pertama telah kami jawab dengan panjang lebar. Silahkan baca artikel
kami dari awal sampai akhir. Insya Alloh telah mencukupi.
Adapun
alasan kedua, maka kami jawab sebagai berikut :
Pertama
:
Memandang
lawan jenis yang bukan mahram, merupakan perkara yang diharamkan. Akan tetapi
masuk jenis tahrim wasail ( sesuatu yang diharamkan karena
akan menjadi perantara kepada perkara haram, yaitu perzinaan ). Sehingga ketika
ada hajat syari’iyyah ( kebutuhan yang dibenarkan syari’at ) serta untuk suatu
kemashlahatan, maka diperbolehkan. Seperti seorang laki-laki dibolehkan untuk
memandang wanita yang akan dia nikahi.
Al-Imam
Ibnul Qoyyim – rohimahullah – telah menjelaskan masalah ini. Beliau –berkata :
لما كان النظر من أقرب الوسائل إلى المحرم اقتضت الشريعة تحريمه، وأباحته
في موضع الحاجة، وهذا شأن كل ما حرم تحريم الوسائل، فإنه يباح للمصلحة الراجحة.
“Tatkala
melihat ( kepada lawan jenis yang bukan mahram ) termasuk perantara yang paling
dekat kepada perbuatan haram ( zina ), maka syari’at telah mengharamkannya dan
membolehkannya dalam kondisi dibutuhkan. Dan hal ini merupakan keadaan seluruh
perkara yang diharamkan karena akan menjadi perantara kepada perkara yang
haram. Maka sesungguhnya dibolehkan ketika ada kemashlahatan yang kuat”. [
Roudhotul Muhibbin : 1/95 ].
Beliau
– rohimahullah – juga berkata :
كما يحرم النظر إلى الأجنبية، لأنه وسيلة إلى غيره، وما حَرُمَ تحريم
الوسائل فإنه يباح للحاجة أو المصلحة الراجحة، كما يباح النظر إلى الأمة
الْمُسْتَامَةِ، والمخطوبة، ومن شهد عليها، أو يعاملها، أو يَطِبُّهَا
“Sebagaimana
diharamkan meliha kepada wanita asing ( bukan mahram ), karena hal itu akan
menjadi perantara kepada selainnya ( zina ). Apa yang diharamkan karena akan
menjadi perantara kepada perkara yang haram, maka sesungguhnya dibolehkan untuk
suatu kebutuhan atau untuk kemashlahatan yang kuat. Sebagaimana dibolehkan
melihat kepada budak perempuan yang minta perlindunga, melihat kepada calon
pinangan, melihat kepada wanita yang dipersaksikan, atau bermu’amalah dengannya
( jual beli misalnya ), atau mengobatinya.” [ Zadul Ma’ad : 2/223 ].
Jika
memang seorang wanita membutuhkan untuk melihat seorang syaikh yang tampil di
TV dalam rangka untuk mengambil faidah ilmu, maka diperbolehkan. Dengan catatan
aman dari fitnah. Jika terfitnah, maka tidak boleh, walaupun dalam rangka untuk
mengambi ilmu.
Sebagaimana
seorang dokter laki-laki yang mengobati pasien perempuan. Boleh baginya untuk
melihat perempuan tersebut jika memang dibutuhkan untuk pengobatan. Dengan
catatan aman dari fitnah. Jika ternyata dokter itu terfitnah, maka tidak
diperbolehkan.
Demikian
pula diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk berbicara dengan perempuan yang
bukan mahromnya untuk suatu kebutuahan yang dibenarkan syari’at, misalnya jual
beli. Akan tetapi jika laki-laki itu merasa terfitnah dengan suara wanita
tersebut, maka tidak boleh.
Semua
contoh-contoh ini menjadi bukti bahwa kondisi-kondisi yang menimpa person
tertentu, tidak bisa menjadi hukum untuk semuanya. Tetapi hukum itu hanya
diberlakukan untuk person tersebut saja. keadaan wanita yang terfitnah dengan
seorang syaikh yang tampil di TV, tidak kemudian dia mewakili seluruh wanita di
dunia. Sehingga seluruh wanita haram untuk mengikuti kajian seorang syaikh di
TV. Seorang dokter yang merasa terfitnah dengan memandang kepada pasian
perempuan dalam rangka pengobatan, tidak kemudian dokter itu mewakili seluruh
dokter di dunia. Sehingga seluruh dokter tidak boleh untuk memandang pasien
wanitanya dalam rangka pengobatan. Seorang laki-laki yang terfitnah dengan
suara wanita dalam rangka transaksi jual beli, tidak kemudian dia mewakili
seluruh laki-laki di dunia. Sehingga seluruh laki-laki haram baginya untuk
berbicara kepada wanita yang bukan mahramnya walaupun untuk keperluan yang
dibenarkan syari’at.
Kedua
:
Permasalahan
ada sebagian wanita yang terfitnah karena memandang seorang syaikh yang tampil
di TV, adalah masalah pribadi dia. Kenapa kemudian yang disalahkan syaikh-nya
dan hukum agama yang membolehkannya untuk tampil di TV dengan hujjah-hujjah
yang telah kami sebutkan ?
Seharusnya
kita melarang wanita tersebut secara khusus dari melihat syaikh yang tampil di
TV. Bukan syaikh-nya yang kita larang untuk tampil di TV.
Coba
anda pikirkan ! jika ada seorang pedagang laki-laki di suatu pasar. Karena di
pasar, tentunya pembeli yang datang dari berbagai kalangan. Ada laki-laki,
wanita, dan juga anak-anak. Jika kemudian ada seorang wanita yang terfitnah
dengan pedangan laki-laki itu, kira-kira apa kita akan menyalahkan pedagang itu
kemudian kita melarangnya untuk berjualan di pasar tersebut ? atau justru kita
akan menyalahkan wanita itu dan melarangnya untuk membeli suatu keperluan
kepada pedangang yang dia telah terfitnah karenanya ?
Tentu
kita akan menyalahkan wanita itu. Seorang tidak akan menanggung kesalahan orang
lain. Alloh Ta’ala berfirman :
وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَاوَلَا
تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Dan
tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya
sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” [ QS.
Al-An’am : 164 ].
Rosulullah
– shollallahu ‘alaihi wa sallam – juga mengarahkan kepada seorang suami yang
tidak sengaja melihat seorang wanita kemudian dia terfitnah, maka hendaklah dia
pulang dan mendatangi ( mengumpuli ) istrinya. Rosullah – shollallahu ‘alaihi
wa sallam – tidak menyalahkan wanita tersebut gara-gara ada seorang laki-laki
yang terfitnah olehnya.
Sebagaimana
telah diriwayatkan dari sahabat Jabir – rodhiallohu ‘anhu -,beliau
berkata :
إنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى امْرَأَةً
فَأَتَى امْرَأَتَهُ زَيْنَبَ وَهِيَ تَمْعَسُ مَنِيئَةً لَهَا فَقَضَى حَاجَتَهُ
ثُمَّ خَرَجَ إِلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ إنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ
شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمْ
امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melihat
seorang wanita ( tanpa sengaja-ed ), lalu beliau mendatangi isterinya, yaitu
Zainab yang sedang menyamak kulit, guna melepaskan rasa rindunya. Sesudah itu,
beliau pergi menemui para sahabatnya, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya
wanita itu datang dan pergi bagaikan syetan. Maka bila kamu melihat seorang
wanita, datangilah isterimu, karena yang demikian itu dapat menentramkan
gejolak hatimu." [ HR. Muslim : 1403 ].
Ketiga :
Para ulama’ yang membolehkan untuk memanfaatkan TV sebagai media da’wah
serta yang dari sisi perbuatan juga melakukannya sebagaimana nama-nama mereka
telah kami sebutkan di atas, dalam kondisi tahu bahwa TV itu akan dilihat tidak
hanya oleh kalangan laki-laki saja. Bahkan para wanita juga ada yang lihat.
Akan tetapi mereka tetap berfatwa bolehnya hal tersebut.
Mereka berfatwa bukan dengan kejahilan, akan tetapi dengan ilmu dan rasa
takut kepada Alloh. Alloh berfirman :
إنما يخشى الله من عباده العلماء
“Hanyalah yang takut kepada Alloh dari para hamba-Ku adalah para
ulama’”.
Catatan :
Ada yang sering kali membawakan kisah dari Asy-Syaikh Sholih Al-Fauzan,
dimana beliau memberhentikan pelajarannya gara-gara ada yang mengambil gambar
beliau ketika itu. Kisah ini sering dibawakan oleh sebagain pihak untuk
membuktikan bahwa beliau melarang seorang tampil di TV.
Kami jawab : kemungkinan besar, beliau melakukan hal itu karena seorang
yang mengambil gambar beliau tidak ada tujuan dan hajat yang syari'i. Sekedar
iseng saja. Oleh karena itu beliau marah. Kita harus mengkompromikan kejadian
ini dengan fi'il ( perbuatan beliau ) yang juga berda'wah lewat TV.
Jangan hanya melihat kepada kejadian ini tanpa melihat kepada sisi yang lain
dari beliau. Bahkan kami mendapat berita yang shohih dari seorang ustadz -
hafidzohullah - bahwa beliau juga menganjurkan untuk memanfaatkan TV sebagai
sarana da'wah.
Demikianlah pembahasan yang dapat kami susun. Semoga bermanfaat bagi
kaum muslimin. Sebenarnya artikel ini telah lama kami persiapkan, akan tetapi
karena kesibukan yang sedemikian banyak, baru saat ini dapat kami selesaikan.
Kemudian, semoga kami diberi kesempatan oleh Alloh untuk menyelesaikan
pembahasan kami tentang masalah “Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa” dengan
terperinci. Innahu waliyyudz dzalika wal qodiru ‘alaihi…Al-hamdulillah Robbil
‘Alamin…
12 Februari 2016
Disusun oleh :
Abu Anas Abdullah bin Abdurrahman Al-Jirani – hafidzohullah -
[ Dibolehkan untuk menyebarkan atau copy paste artikel ini, dengan syarat tidak menambah dan mengurangi isi artikel serta menyebutkan penulis dan sumbernya dengan jelas dan lengkap ]
[ Dibolehkan untuk menyebarkan atau copy paste artikel ini, dengan syarat tidak menambah dan mengurangi isi artikel serta menyebutkan penulis dan sumbernya dengan jelas dan lengkap ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar