Renungan Hati
Bagi Yang Ingin mendapatkan Kebenaran Sejati
Dalam Permasalahan Imunisasi
Kami mengajak Bapak/Ibu untuk berpikir
jernih, adil dan benar dalam permasalahan imunisasi di sekolah kita yang
tercinta, sehingga bisa bersikap yang tepat.
Kami mengajak Bapak/Ibu untuk merenungkan dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan jujur dan tepat.
1.
Apakah dalam agama kita
yang mulia telah ada tuntunan dalam masalah imunisasi ?
Jawabannya : tentu saja telah ada karena agama kita
agama yang telah sempurna, telah mengatur seluruh aspek kehidupan beragama yang
bermanfaat bagi umatnya ataupun melarang perkara yang berbahaya.
لْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …”
[Al-Maa-idah: 3]
2.
Apakah para ahli, baik
ahli agama para ulama dan para ahli kesehatan telah membahas masalah imunisasi
ini ?
Maka jawaban yang jujur dan benar
adalah….tentu saja para ahli para ulama kita sudah melakukan penelitian dengan
seksama dan telah melakukan seminar, konferensi dan pembahasan yang lengkap dan
menyeluruh berkaitan dengan masalah imunisasi.
3.
Bagaimana sikap kita
yang benar dalam masalah imunisasi, apakah kita ikut pendapat para ulama dan
para ahli, atau kita ikut pendapat kita masing-masing, pikiran kita
sendiri-sendiri dan ego masing-masing ?
Maka jawaban yang benar dan jujur kepada
Allah ta’ala adalah : kita serahkan kepada ahlinya dan kita tunduk, patuh dan
ikut pendapat para ulama dan para ahli karena lebih baik untuk diri kita,
keluarga kita dan masyarakat kita baik di dunia maupun akhirat, karena lebih
berilmu daripada kita, lebih bertaqwa daripada kita dan lebih memahami kebaikan
dan kejelekan daripada kita
Apa bukti dan dalilnya ?
وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ
ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ
وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ
مِنۡهُمۡۗ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ لَٱتَّبَعۡتُمُ
ٱلشَّيۡطَٰنَ إِلَّا قَلِيلٗا
“Dan apabila datang kepada
mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu memutuskan
sendiri dan menyebarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada rasul dan
ulil amri para ahlinya di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil
Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah ‘azza wa
jalla kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil
saja (di antaramu).” (an-Nisa’: 83)
فَسَۡٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ
لَا تَعۡلَمُونَ
".....maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.” (an-Nahl:
43)
قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى
غَيْرِ أَهْلِهِ
فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
“Jika
urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.”
(BUKHARI – 6015)
Fatwa-Fatwa Lembaga Fatwa Dunia dan Ulama Dunia
1. Fatwa Majma’ Fiqih
Al-Islami
Majma’ Fiqih Al-Islami, dengan
judul
(بيان للتشجيع على التطعيم ضد شلل الأطفال)
“Penjelasan untuk MEMOTIVASI
gerakan imunisasi memberantas penyakit POLIO
Berikut isi fatwanya:
إن دفع الأمراض بالتطعيم لا ينافي التوكل؛ كما
لا ينافيه دفع داء الجوع والعطش والحر والبرد بأضدادها، بل لا تتم حقيقة التوكل
إلا بمباشرة الأسباب الظاهرة التي نصبها الله تعالى مقتضيات لمسبباتها قدرا وشرعا،
وقد يكون ترك التطعيم إذا ترتب عليه ضرر محرما.
“Mencegah penyakit dengan
imunisasi tidak menafikkan tawakkal, sebagaimana mencegah lapar, haus, panas
dan dingin. Bahkan tidak sempurna hakikat tawakkal kecuali dengan melakukan
sebab-sebab nyata yang telah Allah tetapkan sebagai penyebabnya baik sebagai sebab
qadariyah (sebab-akibat, pent) atau sebagai sebab syar’i. Dan bisa jadi tidak
melakukan imunisasi kemudian muncul bahaya, maka ini hukumnya haram.”
2. Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah [
Komite Tetap Fatwa Kerajaan Saudi Arabia ]
Vaksin mubah dan termasuk
perkara yang disyariatkan menempuh sebab secara ilmiah.
وبعد دراسة اللجنة للمعاملة أفتت: بأن استعمال
اللقاح المذكور في السؤال وغيره من الأدوية المباحة أمر مشروع وهو من عمل الأسباب
المشروعة التي يدفع الله بها الأمراض، ويحصن بها الإنسان أطفاله لما يرجى من النفع
في التحصن من الأمراض الخطيرة كالشلل وغيره لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من وقوع
الداء بسببها؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم: من تصبح بسبع تمرات عجوة لم يضره
ذلك اليوم سم ولا سحر أخرجه البخاري ومسلم في (صحيحيهما).
وهذا من باب دفع البلاء قبل وقوعه، وهو لا
ينافي التوكل؛ لأنه من فعل الأسباب المشروعة للتوقي من الأدواء والأمراض التي يخشى
نزولها، وقد قال صلى الله عليه وسلم: اعقلها وتوكل أخرجه الترمذي في (جامعه) من
حديث أنس رضي الله عنه، والحاكم في (المستدرك) من حديث عمرو بن أمية الضمري، كما
أخرجه الطبراني من طرق، وقال الذهبي في (تلخيص المستدرك): (سنده جيد).
Setelah al-Lajnah Lil
Muammalah menelaah (program imunisasi), maka al-Lajnah berfatwa:
“Penggunaan vaksin yang telah
disebutkan (oleh Kementerian Kesehatan Saudi Arabia) ataupun vaksin/obat
lainnya yang mubah, maka ini termasuk perkara yang disyariatkan dan merupakan
bentuk menempuh sebab yang disyariatkan, yang dengannya Allah akan menghindarkan
hambanya dari berbagi macam penyakit.
Masyarakat bisa melindungi
anak-anaknya, karena adanya manfaat yang diharapkan dengan imunitas tubuh dari
bermacam-macam penyakit yang berbahaya. Misalnya Polio, atau penyakit lainnya
yang timbul karena adanya wabah ataupun sebab-sebab lainnya yang dikhawatirkan
timbulnya penyakit karenanya.
Hal ini berdasarkan Sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang pada pagi
hari memakan tujuh butir kurma ajwah, maka tidak ada satupun racun dan sihir
yang akan membahayakannya pada hari tersebut” (HR. Al-Bukhari dan Muslim,
dalam kitab Shahihnya).
Hal ini termasuk dalam
kategori mencegah bahaya sebelum terjadinya, dan tidak bertemtangan dengan
tawakal, karena merupakan upaya yang disyariatkan untuk melindungi diri dari
bermacam-macam penyakit dan akibatnya yang dikhawatirkan terjadi.”[ Silahkan baca
lengkapnya:
http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=15445&PageNo=1&BookID=33]
http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=15445&PageNo=1&BookID=33]
3. Fatwa negara Islam Eropa,
yaitu Al-Majelis Al-Urubi li Al-Ifta’ wa Al-Buhuts atau European Council for
Fatwa anda Research ( ﺍﻟﻤﺠﻠﺲ ﺍﻷﻭﺭﻭﺑﻲ ﻟﻺﻓﺘﺎﺀ ﻭﺍﻟﺒﺤﻮﺙ )
Isinya menjelasakan kehalalan
vaksin dan memotivasi penggunaan vaksin
Berikut fatwanya, terkait
vaksin, memutuskan dua hal:
أولا: إن استعمال هذا الدواء السائل قد ثبتت
فائدته طبيا وأنه يؤدي إلى تحصين الأطفال ووقايتهم من الشلل بإذن الله تعالى، كما
أنه لا يوجد له بديل آخر إلى الآن، وبناء على ذلك فاستعماله في المداواة والوقاية
جائز لما يترتب على منع استعماله من أضرار كبيرة، فأبواب الفقه واسعة في العفو عن
النجاسات – على القول بنجاسة هذا السائل – وخاصة أن هذه النجاسة مستهلكة في
المكاثرة والغسل، كما أن هذه الحالة تدخل في باب الضرورات أو الحاجيات التي تن-زل
من-زلة الضرورة، وأن من المعلوم أن من أهم مقاصد الشريعة هو تحقيق المصالح
والمنافع ودرء المفاسد والمضار.
ثانيا: يوصي المجلس أئمة المسلمين ومسئولي
مراكزهم أن لا يتشددوا في مثل هذه الأمور الاجتهادية التي تحقق مصالح معتبرة
لأبناء المسلمين ما دامت لا تتعارض مع النصوص القطعية
Pertama:
Penggunaan obat semacam itu
ada manfaatnya dari segi medis. Obat semacam itu dapat melindungi anak dan
mencegah mereka dari kelumpuhan dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari
enzim babi) belum ada gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka
penggunaan obat semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal
ini dengan alasan karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah. Dalam bab
fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang
najis (jika memang cairan tersebut dinilai najis). Namun sebenarnya cairan
najis tersebut telah mengalami istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat
suci yang berjumlah banyak. Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan
begitu primer, dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan
syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan
bahaya.
Kedua:
Majelis merekomendasikan
pada para imam dan pejabat yang berwenang hendaklah posisi mereka tidak
bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang nampak ada maslahat bagi
anak-anak kaum muslimin selama tidak bertentangan dengan dalil yang definitif
(qath’i).[ Silahkan baca:
Sumber:http://www.islamfeqh.com/Forums.aspx?g=posts&t=203
Sumber:http://www.islamfeqh.com/Forums.aspx?g=posts&t=203
Fatwa Ulama Dunia :
1.
Fatwa
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah (Mufti KSA )
Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi ketua Lajnah
Daimah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah
Ketika beliau ditanya ditanya tentang hal
ini,
ما هو الحكم في
التداوي قبل وقوع الداء كالتطعيم؟
“Apakah hukum berobat dengan imunisasi
sebelum
tertimpa musibah?”
Beliau menjawab,
لا بأس بالتداوي
إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من وقوع الداء بسببها فلا بأس
بتعاطي الدواء لدفع لبلاء الذي يخشى منه لقول النبي صلى الله عليه وسلم في
الحديث الصحيح: «من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم (1) » وهذا
من باب دفع البلاء قبل وقوعه فهكذا إذا خشي من مرض وطعم ضد الوباء الواقع في البلد
أو في أي كان لا بأس بذلك من باب الدفاع، كما يعالج المرض النازل، يعالج
بالدواء المرض الذي يخشى منه.
“La ba’sa (tidak
masalah) berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa
penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah
menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal
ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits shahih (yang artinya),“Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah
pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”
Ini termasuk tindakan menghindari penyakit
sebelum terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan
dilakukan immunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di
mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan
pencegahan. Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit
yang dikhawatirkan kemunculannya.
[sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/238]
2.
Fatwa
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah
Imam masjid dan khatib di Masjid Umar bin
Abdul Aziz di kota al Khabar KSA dan dosen ilmu-ilmu keagamaan, pengasuh
situs www.islam-qa.com
Dalam fatwa beliau mengenai imunisasi dan
valsin beliau menjawab. Rincian bagian ketiga yang sesuai dengan
pembahasan imunisasi dengan bahan yang haram tetapi memberi manfaat yang lebih
besar. syaikh berkata,
لقسم الثالث :
ما كان منها مواد محرَّمة أو نجسة في أصلها ، ولكنها عولجت كيميائيّاً أو أضيفت
إليها مواد أخرى غيَّرت من اسمها ووصفها إلى مواد مباحة ، وهو ما يسمَّى ”
الاستحالة ” ، ويكون لها آثار نافعة .
وهذه اللقاحات يجوز تناولها لأن الاستحالة التي غيَّرت اسم موادها ومواصفاتها قد غيَّرت حكمها فصارت مباحة الاستعمال .
وهذه اللقاحات يجوز تناولها لأن الاستحالة التي غيَّرت اسم موادها ومواصفاتها قد غيَّرت حكمها فصارت مباحة الاستعمال .
“rincian ketiga: vaksin yang terdapat
didalamnya bahan yang haram atau najis pada asalnya. Akan tetapi dalam proses
kimia atau ketika ditambahkan bahan yang lain yang mengubah nama dan sifatnya
menjadi bahan yang mubah. Proses ini dinamakan “istihalah”. Dan bahan [mubah
ini] mempunyai efek yang bermanfaat.
Vaksin jenis ini bisa digunakan karena
“istihalah” mengubah nama bahan dan sifatnya. Dan mengubah hukumnya
menjadi mubah/boleh digunakan.”
[Dirangkum dari sumber: http://www.islam-qa.com/ar/ref/159845/%D8%AA%D8%B7%D8%B9%D9%8A%D9%85 ]
B.Fatwa Lembaga dan Organisasi Islam di Indonesia
1.
Fatwa
MUI [Majelis Ulama Indonesia]
Fatwa MUI 4 Sya’ban 1431 H/16 Juli 2010 M
[Fatwa Terbaru MUI]
Fatwa no. 06 tahun 2010
tentang: Penggunaan vaksin meningitis bagi jemaah haji atau umrah
Menetapkan ketentuan hukum:
- Vaksin Menveo meningococal dan
vaksin meningococcal hukumnya halal
- Vaksin yang boleh digunakan hanya
vaksin yang halal, boleh menggunakan vaksin yang haram jika belum ada
vaksin yang halal dalam keadaan terpaksa untuk mencegah tersebar penyakit
seperti di Indonesia.
- Ketentuan dalam fatwa MUI nomor 5
tahun 2009 yang menyatakan bahwa bagi orang yang melaksanakan wajib haji
atau umrah wajib, boleh menggunakan vaksin meningitis haram karena
Al-hajah [kebutuhan mendesak] dinyatakan tidak berlaku lagi
3.
Fatwa
dari Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah
Pertanyaan dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah
Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup, tentang status hukum vaksin, khususnya
untuk imunisasi polio yang dicurigai memanfaatkan enzim dari babi.
Jawaban:
Sebagai kesimpulan, dapatlah dimengerti
bahwa vaksinasi polio yang memanfaatkan enzim tripsin dari
babi hukumnya adalah mubah atau boleh, sepanjang belum ditemukan vaksin lain
yang bebas dari enzim itu. Sehubungan dengan itu, kami menganjurkan kepada
pihak-pihak yang berwenang dan berkompeten agar melakukan penelitian-penelitian
terkait dengan penggunaan enzim dari binatang selain babi yang tidak diharamkan
memakannya. Sehingga suatu saat nanti dapat ditemukan vaksin yang benar-benar
bebas dari barang-barang yang hukum asalnya adalah haram.
4.
Fatwa
LBM-NU [Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama] Indonesia
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan menindak
lanjuti hasil sidang Lembaga Bahtsul Matsail NU (LBM-NU). Kesimpulan
sidang menyatakan secara umum hukum vaksin meningitis suci dan boleh
dipergunakan.
Ketua LBM-NU, Zulfa Musthafa, mengemukakan
berdasarkan informasi dan pemaparan sejumlah pakar dalam sidang LBM-NU
diketahui bahwa semua produk vaksin meningitis pernah bersinggungan dengan
enzim babi. Termasuk produk yang dikeluarkan oleh Novartis Vaccine and
Diagnostics S.r.i dan Meningococcal Vaccine produksi Zheijiang Tianyuan Bior
Pharmaceutical Co. Ltd. Akan tetapi, secara kesuluruhan hasil akhir
produk-produk tersebut dinilai telah bersih dan suci.
Zulfa menuturkan, dalam pembahasannya, LBM-NU
tidak terpaku pada produk tertentu. Tetapi, pembahasan lebih menitik beratkan
pada proses pembuatan vaksin. Hasilnya, secara umum vaksin meningitis suci dan
boleh dipergunakan. ”Dengan demikian, vaksin jenis Mancevax ACW135 Y, produksi
Glaxo Smith Kline (GSK), Beecham Pharmaceutical, Belgia pun bisa dinyatakan
halal,” tandas dia
C. Keterangan Para Ustadz di Indonesia
Hukum IMUNISASI
Dijawab oleh: Al-Ustadz Dzulqarnain M.Sunusi
Pertanyaan:
Bagaimana hukum vaksinasi atau imunisasi untuk anak-anak, apakah halal atau haram? Karena kami bingung.
...
Jawaban:
Untuk pertanyaan di atas, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan:
Pertama,
pengobatan
untuk mencegah terjadinya penyakit adalah hal yang diperbolehkan.
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ
“Barang siapa yang makan pagi dengan tujuh butir kurma ‘Ajwah, dia tidak akan dibahayakan oleh racun dan sihir pada hari itu.” (Hadits Sa’d bin Abi Waqqashradhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim)
Dari hadits di atas, telah jelas bahwa pencegahan
terhadap bahaya racun dan sihir adalah dengan memakan kurma ‘Ajwah.
Kedua,
penggunaan
vaksinasi dan imunisasi, berupa zat yang bermanfaat dan halal, adalah hal yang
diperbolehkan berdasarkan dalil-dalil umum tentang pembolehan untuk berobat.
Ketiga,
sebagian efek sementara yang timbul akibat vaksinasi dan
imunisasi, berupa panas dan semisalnya adalah hal yang tidak dipermasalahkan
selama ada manfaat besar yang terkandung pada vaksinasi dan imunisasi itu. Hal
ini sebagaimana khitan pada seseorang, yang membahayakan lantaran rasa sakit
dalam proses khitan itu, tetapi tidak dipermasalahkan karena manfaat khitan
yang sangat besar.
Keempat,
kalau terbukti, berdasarkan ilmu kedokteran,
bahwa suatu vaksinasi atau imunisasi memberi bahaya yang lebih besar terhadap
anak, seseorang tidak diperbolehkan untuk melakukannya karena Allah ‘Azza wa
Jalla berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ.
“Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.” [Al-Baqarah: 195]
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ.
“Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.” [Al-Baqarah: 195]
Juga karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak (diperbolehkan) ada bahaya dan pembahayaan.” (Diriwayatkan oleh sejumlah shahabat. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa` Al-Ghalil no. 896)
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak (diperbolehkan) ada bahaya dan pembahayaan.” (Diriwayatkan oleh sejumlah shahabat. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa` Al-Ghalil no. 896)
Wallahu A’lam.
—
—
Tausiyyah Pencerahan Tentang
Imunisasi/Vaksinasi (dalam tinjauan Syari’at dan Medis)
termasuk Imunisasi MR yang menjadi program Pemerintahan Indonesia
termasuk Imunisasi MR yang menjadi program Pemerintahan Indonesia
bersama
al-Ustadz Luqman Ba’abduh, dan dr. Ramzi Sp.A
hafizhahumallah
al-Ustadz Luqman Ba’abduh, dan dr. Ramzi Sp.A
hafizhahumallah
di Masjid Mahad As-Salafy Jember II 5
Dzulhijjah 1438 H / 27 Agt 2017
al-Ustadz Luqman
Silakan dengan file berbentu Audio
Sesi 1 durasi (1:25:17)
Link : http://bit.ly/2vsrjYx
dr. Ramzi durasi (31:02)
Link : http://bit.ly/2w91Iq3
Link : http://bit.ly/2w91Iq3
al-Ustadz Luqman
Sesi 2 durasi (41:11)
Link : http://bit.ly/2wfITjy
Sesi 2 durasi (41:11)
Link : http://bit.ly/2wfITjy
1.
Ustadz
DR. Arifin Badri, MA hafizhahullah
Beliau berkata dalam buku “Imunisasi
Syariat”:
“sebagai contoh nyata bagi apa yang saya
paparkan ialah: apa yang beberapa lalu hangat dibicarakan, yaitu isu bahwa
sebagian vaksin imunisasi meningitis yang [katanya] pada proses produksinya
mengggunakan enzim tripsin yang berasal dari serum babi.
Semestinya isu ini ditindak lanjuti oleh
pakar ilmu medis dari umat Islam, terutama instansi pemerintah terkait.
Selanjutnya hasil penelitian dan investigasi mereka dipaparkan di hadapan
ulama. Sehingga kebenaran hukum syar’i akan dapat dicapai. Dengan demikian
masalah ini tidak hanya berhenti sebagai isu yang dilontarkan ke
masyarakat, kemudian menimbulkan keresahan dan kebingungan dan tidak ada kepastian.
sebagaimana kita ketahui bersama, pernyataan
berbagai pihak terkait, saling bertentangan. Satu pihak misalnya Direktur
perencanaan dan pengembangan PT.Bio Farma, Drs. Iskandar, Apt, M,M menyatakan
bahwa enzim tripsin babi hanya berfungsi sebagai katalisator dalam proses
pembuatan vaksin. Tripsin babi hanya dipakai sebagai enzim proteolitik
[enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisah sel/protein]. Dan pada hasil
akhirnya, enzim tripsin yang merupakan unsur turunan dari pankreas babi tidak terdeteksi
lagi. Enzim ini akan mengalami proses pencucian, pemurnian dan penyaringan,
sehingga hasil akhirnya tidak ditemukan lagi sedikitpun dari serum babi.
Bila ynag diungkapkan oleh Drs, Iskandar ini
benar adaya, maka tidak ada alasan yang kuat untuk menfatwakan haram
meningitis. Karena vaksin meningitis ini minimal bisa serupa dengan hewan jallalah, yaitu
hewan ternak yang mayoritas pakannya adalah barang-barang najis.
عن ابن عمر قال نهى رسول الله صلى الله علسه و
سلم عن أكل الجلالة و ألبانها
“Dari Ibnu Umar, ia menuturkan: Rasulullah
shalallahu ‘alaii wa sallam melarang umatnya dari memakan daging hewan jallalah
dan meminum susunya.” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah]
[Sumber: Buku Imunisasi Syariat hal
122-124, Pustaka Darul Ilmi]
2. Ustadz Firanda Andirja, MA hafizhahullah
Beliau berkata ketika ditanya tentang
vaksinasi haji:
“enzim babi yang digunakan dalam vaksin
adalah sebagai katalisator, katalisator itu hanya sebagai perantara reaksi dan
tidak bersatu dengan enzim dan sudah tidak ada lagi dalam hasil reaksi, jika
demikian tidak mengapa”
[sumber: intisari rekaman kajian tanya-jawab
ustadz Firanda, ada dipenyusun, bisa didownload di situs www.kajian.net ]
Catatan: ini kemungkinan besar keterangan
terbaru beliau karena ada juga rekaman kajian, beliau mengatakan “tidak tahu”
dan membawakan kaidah umum mengenai penimbangan mashlahat dan mafsadat dalm
suatu perkara
3. Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar
as-Sidawi hafizhahullah
Dalam tulisan beliau di Majalah Al
Forqan, Edisi 05 Th. ke – 8 1429 H/2008 M dengan judul “Imunisasi Dengan
Vaksin Dari Enzim Babi” :
Kesimpulan dan Penutup
Setelah keterangan singkat di atas, kami
yakin pembaca sudah bisa menebak kesimpulan kami tentang hukum imunisasi IPV
ini, yaitu kami memandang bolehnya imunisasi jenis ini dengan
alasan-alasan sebagai berikut :
- Imunisasi ini sangat dibutuhkan
sekali sebagaimana penelitian ilmu kedokteran.
- Bahan haram yang ada telah lebur
dengan bahan-bahan lainnya.
- Belum ditemukan pengganti lainnya
yang mubah.
- Hal ini termasuk dalam kondisi
darurat.
- Sesuai dengan kemudahan syari’at
di kala ada kesulitan.
Demikianlah hasil analisis kami tentang
masalah ini, maka janganlah kita meresahkan masyarakat dengan kebingungan
kita tentang masalah ini. Namun seperti yang kami isyarakatkan di muka
bahwa pembahasan ini belumlah titik, masih terbuka bagi semuanya untuk
mencurahkan pengetahuan dan penelitian baik sari segi ilmu medis maupun ilmu
syar’i agar bisa sampai kepada hukum yang sangat jelas. Kita memohon kepada Allah
agar menambahkan bagi kita ilmu yang bermanfaat. Amin.
4. Ustadz Abu Hudzaifah Al Atsary hafizhahullah
Ketika ditanya mengenai imunisasi,
“apakah di saudi bayi-bayinya diberi
imunisasi lengkap sampai usia 1 tahun? apakah ada fatwa yang mengharamkan
vaksin imunisasi pada bayi? mohon infonya, ustadz. karena bidan2 dan dokter2
hingga hari ini tetap memberikan imunisasi, padahal sudah bukan rahasia umum
lagi bahwa vaksin2 tersebut mengandung unsur haram. hal ini juga telah dilansir
di laman halalMUI.”
beliau menjawab:
“Di Saudi imunisasi merupakan syarat utama
untuk mendapatkan Akte Kelahiran Asli dan bisa masuk sekolah. Karenanya semua
orang yang ingin anaknya bisa sekolah harus imunisasi lengkap, bahkan hingga 5
tahun dan buku imunisasinya tidak boleh hilang…
Ala kulli haal, saya sdh buka laman MUI, tp hasil pencarian yg saya dapatkan hanya berkisar ttg Vaksin Meningitis… ga ada yg bahas Imunisasi anak-anak. Kalau anti bisa dapatkan link-nya silakan kirim ke saya…
Sejauh ini saya belum mendapatkan fatwa yg mengharamkan imunisasi, bahkan syaikh Bin Baz membolehkan hal tersebut sebagai bentuk pencegahan… tentunya bila vaksin yg digunakan adalah halal. Wallahu a’lam.”
Ala kulli haal, saya sdh buka laman MUI, tp hasil pencarian yg saya dapatkan hanya berkisar ttg Vaksin Meningitis… ga ada yg bahas Imunisasi anak-anak. Kalau anti bisa dapatkan link-nya silakan kirim ke saya…
Sejauh ini saya belum mendapatkan fatwa yg mengharamkan imunisasi, bahkan syaikh Bin Baz membolehkan hal tersebut sebagai bentuk pencegahan… tentunya bila vaksin yg digunakan adalah halal. Wallahu a’lam.”
[sumber: https://basweidan.wordpress.com/soal-jawab/ ]
5.Ustadz Aris Munandar, SS. MA hafizhahullah
Beliau menjawab pertanyaan:
Assalamu’alaykum, Pak
ustadz, maaf sebelumnya, adakah tulisan atau artikel tambahan berupa fatwa
dari ulama ahlu sunnah (saudi arabia) secara spesisifik pada vaksin polio
(dengan katalisator yang berasal dari babi) atau yang
sejenisnya.
Jawaban beliau:
Syaikh Abdul Aziz alu syaikh, mufti Saudi
saat ini ditanyai oleh Ust Abu Ubaidah Yusuf Sidawi tentang vaksin yang
menggunakan katalis unsur dari babi namun pada produk akhirnya tidak ada lagi
unsur babi tersebut. jawaban beliau singkat padat, “La ba’tsa”
alias tidak mengapa.
dialog ini terjadi setelah shalat Jumat di
Masjid Syaikh Ibnu Baz di Aziziyah setelah selesai prosesi manasik haji pada
tahun 2008. yang ikut mendengar fatwa Syaikh Abdul Aziz ketika itu saya
sendiri dan Ust Anwari, pengajar Ma’had Al Furqon Gresik.
6. Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, ST hafizhahullah
Beliau memberi keterangan tentang imunisasi:
“Jika dipahami bahwa enzim adalah hanya
sebagai katalis, maka katalis itu tdk bercampur dg bahan ketika diperoleh
produk akhir. Sifat katalis, langsung terpisah dg produk. Kalau
memang terpisah spt ini, meskipun digunakan enzim babi, maka tdk ada masalah.
Namun jika enzim tsb bercampur maka berlaku
dua kaedah istihalah dan istihlak. Intinya,
dilihat pada produk akhir, jk tdk nampak lagi zat najis, maka kembali ke hukum
asal. Ada kaedah para ulama, “Hukum itu berputar pada illahnya (sebabnya), jika
illah ada, maka ada hukum. Jk tidak, maka tdk.”
Sumber: https://muslim.or.id/19708-fatwa-para-ulama-ustadz-dan-ahli-medis-tentang-bolehnya-imunisasi.html
E. Keterangan Dokter dan
Pakar Ahli Kesehatan
·
Berikut adalah tanya jawab mengenasi imunisasi
dengan dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi :
“Saat ini beredar di masyarakat berbagai pertanyaan dan
keraguan terkait dengan kehalalan vaksin. Untuk menjawab semua itu, Sekretaris
Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) Dr.
Soedjatmiko akan menjawabnya lewat tanya jawab sebagai berikut:
Bagaimana cara mencegah wabah, sakit berat, cacat dan
kematian akibat penyakit menular pada bayi dan balita ?
Pencegahan umum: berikan ASI eksklusif, makanan pendamping ASI dengan
gizi lengkap dan seimbang , kebersihan badan, makanan, minuman, pakaian,
mainan, dan lingkungan.
Pencegahan khusus: berikan imunisasi lengkap, karena
dalam waktu 4 – 6 minggu setelah imunisasi akan timbul antibodi spesifik
yang efektif mencegah penularan penyakit, sehingga tidak mudah tertular, tidak
sakit berat, tidak menularkan kepada bayi dan anak lain, sehingga tidak terjadi
wabah dan tidak terjadi banyak kematian.
·
Hindra
Irawan Satari : Ketua Komite
Nasional Pengakajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas PP KIPI), , menyarankan kepada orangtua yang ragu
untuk mencari informasi langsung pada orang yang berkompeten.
"Tanyakan
tentang bahaya, keamanan, reaksi, manfaat imunisasi MR ke
orang yang berkompetensi dalam hal itu. Kan yang melakukannya dokter spesialis
anak, tanyakan ke dokter spesialis anak. Bukan ke dokter bedah, patologi
anatomi, atau dokter spesialis forensik," kata Hindra saat ditemui di
kawsasan Jakarta Selatan ditulis Kamis (24/8/2017).
Hindra pun
menyarankan orangtua memperhatikan sumber informasi yang didapat. Pastikan
mendapat informasi dari laman yang kredibel. "Jangan percaya sumber mailing
list, biasanya sudah banyak 'bunga-bunga' di dalamnya," sarannya.
·
DR.Dr.Zakiudin
Munasir, SpA(K).
Konsultan Alergi-Imunologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Ketua Divisi Alergi-Imunologi Departemen Ilmu
Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UI-Rumah Sakit Dr
Ciptomangunkusumo, Jakarta.
“Dalam bidang
kesehatan, vaksinasi terhadap penyakit menular adalah sesuatu yang wajib, tidak
dapat ditawar lagi, kecuali ada halangan atau kontra indikasi. Karena kalau
tidak divaksinasi seseorang akan beresiko tinggi terkena infeksi dan berpotensi
menularkan penyakitnya ke orang lain. Dan kalua hal ini disengaja, sebetulnya
merupakan suatu kejahatan.
Benarkah imunisasi aman untuk bayi dan balita ?
Benar. Saat ini 194 negara terus melakukan
vaksinasi untuk bayi dan balita. Badan resmi yang meneliti dan mengawasi
vaksin di negara tersebut umumnya terdiri atas para dokter ahli penyakit
infeksi, imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi, dan biostatistika.
Sampai saat ini tidak ada negara yang melarang vaksinasi, justru semua negara
berusaha meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90% .
Mengapa ada “ilmuwan” menyatakan bahwa imunisasi
berbahaya ?
Tidak benar imunisasi berbahaya. “Ilmuwan” yang
sering dikutip di buku, tabloid, milis ternyatabukan ahli vaksin,
melainkan ahli statistik, psikolog, homeopati, bakteriologi, sarjana hukum,
wartawan. sehingga mereka tidak mengerti betul tentang vaksin. Sebagian
besar mereka bekerja pada era tahun 1950- 1960, sehingga sumber datanya
juga sangat kuno.
Benarkah “ilmuwan kuno” yang sering dikutip
buku, tabloid, milis, ternyata bukan ahli vaksin ?
Benar, mereka semua bukan ahli vaksin. Contoh
: Dr Bernard Greenberg (biostatistika tahun 1950), DR. Bernard Rimland
(Psikolog), Dr. William Hay (kolumnis), Dr. Richard Moskowitz
(homeopatik), dr. Harris Coulter, PhD (penulis buku homeopatik, kanker),
Neil Z. Miller, (psikolog, jurnalis), WB Clark (awal tahun 1950) ,
Bernice Eddy (Bakteriologis tahun 1954), Robert F. Kenedy Jr (sarjana
hukum) Dr. WB Clarke (ahli kanker, 1950an), Dr. Bernard Greenberg
(1957-1959).
Benarkah dokter Wakefield “ahli vaksin”,
membuktikan MMR menyebabkan autism ?
Tidak benar.
Wakefield juga bukan ahli vaksin, dia dokter spesialis bedah. Penelitian
Wakefield tahun 1998 hanya dengan sample 18. Banyak penelitian lain oleh ahli
vaksin di beberapa negara menyimpulkan MMR tidak terbukti mengakibatkan autis.
Setelah diaudit oleh tim ahli penelitian, terbukti bahwa Wakefield memalsukan
data, sehingga kesimpulannya salah. Hal ini telah diumumkan di majalah resmi
kedokteran Inggris British Medical Journal Februari 2011.
Benarkah di semua vaksin terdapat zat-zat berbahaya
yang dapat merusak otak ?
Tidak benar. Isu
itu karena “ilmuwan” tersebut di atas tidak mengerti isi vaksin, manfaat,
dan batas keamanan zat-zat di dalam vaksin. Contoh: jumlah total etil merkuri
yang masuk ke tubuh bayi melalui vaksin sekitar 2 mcg/kgbb/minggu,
sedangkan batas aman menurut WHO adalah jauh lebih banyak (159
mcg/kgbb/minggu). Oleh karena itu vaksin mengandung merkuri dengan dosis yang
sangat rendah dan dinyatakan aman oleh WHO dan badan-badan pengawasan lainnya.
Benarkah isu bahwa “semua zat kimia”
berbahaya bagi bayi ?
Tidak benar. Isu itu beredar karena penulis
buku, tabloid, milis, tidak pernah belajar ilmu kimia. Oksigen, air, nasi,
buah, sayur, jahe, kunyit, lengkuas, semua tersusun dari zat-zat kimia.
Buktinya oksigen rumus kimianya O2, air H2O, garam NaCl. Buah dan sayur terdiri
atas serat selulosa, fruktosa, vitamin, mineral, dll. Telur terdiri dari
protein, asam amino, mineral. Itu semua zat kimia, karena ada rumus
kimianya. Jadi zat-zat kimia umumnya justru sangat dibutuhkan untuk
manusia asal bukan zat yang berbahaya atau dalam takaran yang aman.
Benarkah vaksin terbuat dari nanah, dibiakkan di
janin anjing, babi, manusia yang sengaja digugurkan?
Tidak benar. Isu
itu bersumber dari “ilmuwan” 50 tahun lalu (tahun 1961-1962). Teknologi
pembuatan vaksin berkembang sangat pesat. Sekarang tidak ada vaksin yang
terbuat dari nanah atau dibiakkan embrio anjing, babi, atau manusia.
Benarkah vaksin mengandung lemak babi ?
Tidak benar. Hanya sebagian kecil dari vaksin
yang pernah bersinggungan dengan tripsin pada proses pengembangan maupun
pembuatannya seperti vaksin polio dan meningitis. Pada vaksin meningitis, pada
proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15 – 20 tahun lalu,
ketika panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan tripsin pankreas
babi untuk melepaskan induk vaksin dari persemaiannya. Tetapi kemudian induk
bibit vaksin tersebut dicuci dan dibersihkan total, sehingga pada vaksin yang
disuntikkan tidak mengandung tripsin babi. Atas dasar itu maka Majelis Ulama
Indonesia berpendapat vaksin itu boleh dipakai, selama belum ada penggantinya.
Contohnya vaksin meningokokus (meningitis) haji diwajibkan oleh Saudi
Arabia bagi semua jemaah haji untuk mencegah radang otak karena meningokokus.
Benarkah vaksin yang dipakai di Indonesia buatan
Amerika ?
Tidak benar. Vaksin yang digunakan oleh program
imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Bio Farma Bandung,
yang merupakan BUMN, dengan 98,6% karyawannya adalah Muslim. Proses penelitian
dan pembuatannya mendapat pengawasan ketat dari ahli-ahli vaksin di BPOM
dan WHO. Vaksin-vaksin tersebut juga diekspor ke 120 negara, termasuk 36 negara
dengan penduduk mayoritas beragama Islam, seperti Iran dan Mesir.
Benarkah program imunisasi hanya di negara
Muslim dan miskin agar menjadi bangsa yang lemah?
Tidak benar. Imunisasi
saat ini dilakukan di 194 negara, termasuk negara-negara maju dengan
status sosial ekonomi tinggi, dan negara-negara non-Muslim. Kalau
imunisasi bisa melemahkan bangsa, maka mereka juga akan lemah, karena mereka
juga melakukan program imunisasi, bahkan lebih dulu dengan jenis vaksin
lebih banyak. Kenyataanya : bangsa dengan cakupan imunisasi lebih tinggi
justru lebih kuat. Jadi terbukti bahwa imunisasi justru memperkuat
kekebalan terhadap penyakit infeksi, bukan melemahkan.
Benarkah isu di buku, tabloid dan milis bahwa di
Amerika banyak kematian bayi akibat vaksin ?
Tidak benar. Isu itu karena penulis tidak
faham data Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) FDA
Amerika tahun 1991-1994, yang mencatat 38.787 laporan kejadian ikutan
pasca imunisasi, oleh penulis angka tersebut ditafsirkan sebagai angka kematian
bayi 1 – 3 bulan. Kalau memang benar angka kematian begitu tinggi tentu FDA AS
akan heboh dan menghentikan vaksinasi. Faktanya Amerika tidak pernah
meghentikan vaksinasi bahkan mempertahankan cakupan semua imunisasi di atas 90
%. Angka tersebut adalah semua keluhan nyeri, gatal, merah, bengkak di bekas
suntikan, demam, pusing, muntah yang memang rutin harus dicatat kalau ada
laporan masuk. Kalau ada 38.787 laporan dari 4,5 juta bayi berarti
KIPI hanya 0,9 %.
Benarkah isu bahwa banyak bayi balita meninggal
pada imunisasi masal campak di Indonesia ?
Tidak benar. Setiap laporan kecurigaan
adanya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) selalu dikaji oleh Komnas/Komda
KIPI yang terdiri dari pakar-pakar penyakit infeksi, imunisasi, imunologi.
Setelah dianalisis dari keterangan keluarga, dokter yang merawat di rumah
sakit, hasil pemeriksaan fisik, dan laboratorium, ternyata balita tersebut
meninggal karena radang otak, bukan karena vaksin campak. Pada bulan itu ada
beberapa balita yang tidak imunisasi campak juga menderita radang otak. Berarti
kematian balita tersebut bukan karena imunisasi campak, tetapi karena radang
otak.
Demam, bengkak, merah setelah imunisasi membuktikan
bahwa vaksin berbahaya?
Tidak berbahaya. Demam, merah, bengkak,
gatal di bekas suntikan adalah reaksi wajar setelah vaksin masuk ke dalam
tubuh. Seperti rasa pedas dan berkeringat setelah makan sambal adalah reaksi
normal tubuh kita. Umumnya keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa hari.
Boleh diberi obat penurun panas, dikompres. Bila perlu bisa konsul ke petugas
kesehatan terdekat.
Benarkah vaksin Program Imunisasi di
Indonesia juga dipakai oleh 36 negara Muslim?
Benar. Vaksin
yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah buatan PT
Biofarma Bandung. Vaksin-vaksin tersebut dibeli dan dipakai oleh 120
negara, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.
Benarkah isu di tabloid, milis, bahwa
program imunisasi gagal?
Tidak benar. Isu-isu tersebut bersumber dari
data yang sangat kuno (50 – 150 tahun lalu) hanya dari 1 – 2 negara
saja, sehingga hasilnya sangat berbeda dengan hasil penelitian terbaru,
karena vaksinnya sangat berbeda.
Contoh :
- Isu vaksin cacar variola
gagal, berdasarkan data yang sangat kuno, di Inggris tahun 1867
– 1880 dan Jepang tahun 1872-1892. Fakta terbaru sangat
berbeda, bahwa dengan imunisasi cacar di seluruh dunia sejak tahun
1980 dunia bebas cacar variola.
- Isu vaksin difteri gagal,
berdasarkan data di Jerman tahun 1939. Fakta sekarang: vaksin
difteri dipakai di seluruh dunia dan mampu menurunkan kasus difteri hingga
95 %.
- Isu pertusis gagal hanya
dari data di Kansas dan Nova Scottia tahun 1986
- Isu vaksin campak
berbahaya hanya berdasar penelitian 1989-1991 pada anak miskin berkulit
hitam di Meksiko, Haiti dan Afrika
Benarkah program imunisasi gagal, karena setelah
diimunisasi bayi balita masih bisa tertular penyakit tersebut ?
Tidak benar program imunisasi gagal. Perlindungan
vaksin memang tidak 100%. Bayi dan balita yang telah diimunisasi masih bisa
tertular penyakit, tetapi jauh lebih ringan dan tidak berbahaya. Bayi
balita yang belum diimunisasi lengkap bila tertular penyakit tersebut bisa
sakit berat, cacat atau meninggal.
Benarkah imunisasi bermanfaat mencegah wabah, sakit
berat, cacat dan kematian bayi dan balita?
Benar. Badan
penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa dengan meningkatkan cakupan
imunisasi, maka penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi berkurang secara
bermakna. Oleh karena itu saat ini program imunisasi dilakukan
terus menerus di 194 negara, termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Semua negara berusaha
meningkatkan cakupan agar lebih dari 90 %. Di Indonesia, setelah wabah polio
2005-2006 karena banyak bayi yang tidak diimunisasi polio, maka
menyebabkan 305 anak lumpuh permanen. Setelah digencarkan imunisasi polio,
sampai saat ini tidak ada lagi kasus polio baru.
Mengapa di Indonesia ada buku, tabloid,
milis, yang menyebarkan isu bahwa vaksin berbahaya, tidak effektif, tidak
dilakukan di negara maju ?
Karena di Indonesia ada orang-orang yang
tidak mengerti tentang vaksin dan imunisasi, hanya mengutip dari “ilmuwan”
tahun 1950 -1960 yang ternyata bukan ahli vaksin, atau berdasar data-data 30 –
40 tahun lalu (1970 – 1980an) atau hanya dari 1 sumber yang tidak kuat. Atau
dia mengutip Wakefield spesialis bedah, bukan ahli vaksin, yang penelitiannya
dibantah oleh banyak tim peneliti lain, dan oleh majalah resmi kedokteran
Inggris British Medical Journal Februari 2011penelitian Wakefield
dinyatakan salah alias bohong. Ia hanya berdasar kepada 1 – 2 laporan kasus
yang tidak diteliti lebih lanjut secara ilmiah, hanya berdasar logika biasa.
Bagaimana orangtua harus bersikap terhadap isu-isu
tersebut?
Sebaiknya semua bayi dan balita diimunisasi secara
lengkap. Saat ini 194 negara di seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman
dan bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat, dan kematian pada bayi
dan balita. Terbukti 194 negara tersebut terus menerus melaksanakan program
imunisasi, termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan umumnya lebih dari 85 %.
Badan penelitian di berbagai negara membuktikan
kalau semakin banyak bayi balita tidak diimunisasi akan terjadi wabah, sakit
berat, cacat atau mati. Hal ini telah terbukti di Indonesia, di mana wabah
polio merebak pada tahun 2005-2006 (305 anak lumpuh permanen), wabah campak
2009 – 2010 (5.818 anak dirawat di RS, meninggal 16), dan wabah difteri 2010-2011
(816 anak di rawat di RS, 56 meninggal).
Bisakah ASI, gizi, dan suplemen herbal
menggantikan imunisasi ?
Tidak ada satupun badan penelitian di dunia yang
menyatakan bisa, karena kekebalan
yang dibentuk sangatlah berbeda. ASI, gizi, suplemen herbal, kebersihan, hanya
memperkuat pertahanan tubuh secara umum, karena tidak membentuk kekebalan
spesifik terhadap kuman tertentu. Kalau jumlah kuman banyak dan ganas,
perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih bisa sakit berat,
cacat atau bahkan mati.
Imunisasi merangsang pembentukan antibodi dan
kekebalan seluler yang spesifik terhadap kuman-kuman atau racun kuman tertentu,
sehingga bekerja lebih cepat, efektif, dan efisien untuk mencegah penularan
penyakit yang berbahaya.
Bolehkah selain diberikan imunisasi, ditambah
dengan suplemen gizi dan herbal?
Boleh. Selain diberi imunisasi, bayi harus
diberi ASI eksklusif, makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang,
kebersihan badan, makanan, minuman, pakaian, mainan, dan lingkungan.Suplemen
diberikan sesuai kebutuhan individual yang bervariasi. Selain itu bayi harus
diberikan kasih sayang dan stimulasi bermain untuk mengembangkan kecerdasan,
kreatifitas dan perilaku yang baik.
Benarkah bayi dan balita yang tidak diimunisasi
lengkap rawan tertular penyakit berbahaya ?
Benar. Banyak
penelitian imunologi dan epidemiologi di berbagai membuktikan bahwa bayi balita
yang tidak diimunisasi lengkap tidak mempunyai kekebalan spesifik terhadap
penyakit-penyakit berbahaya. Mereka mudah tertular penyakit tersebut, akan
menderita sakit berat, menularkan ke anak-anak lain, menyebar luas, terjadi
wabah, menyebabkan banyak kematian dan cacat.
Benarkah wabah akan terjadi bila banyak bayi dan
balita tidak diimunisasi ?
Benar. Itu sudah
terbukti di beberapa negara Asia, Afrika dan di Indonesia.
Contoh: wabah polio 2005-2006 di Sukabumi karena
banyak bayi balita tidak diimunisasi polio, dalam hitungan beberapa bulan,
virus polio menyebar cepat ke Banten, Lampung, Madura, menyebabkan 305 anak
lumpuh permanen.
Wabah campak di Jawa Tengah dan Jawa Barat
2010-2011 mengakibatkan 5.818 anak dirawat di rumah sakit dan 16
anak di antaranya meninggal dunia.
Wabah difteri dari Jawa Timur 2009 – 2011 menyebar
ke Kalimantan Timur, Selatan, Tengah, Barat, DKI Jakarta, menyebabkan 816 anak
harus di rawat di rumah sakit, 54 meninggal.
Editor: Ella Syafputri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar