Selasa, 12 September 2017

Agar Anak Merindukan Orang Tua
25 Aug 2016 09:43:22 



SAHABAT KELUARGA AL FALAH –

Teladan dari Rasulullah –shalallah alaihi wa sallam- dalam menyayangi anak kecil.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَبَّلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيْمِيُّ جَالِسًا فَقَالَ 
الأَقْرَعُ: إِنَّ لِيْ عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا. فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata: 

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium Hasan bin Ali sedangkan di sisi beliau ada Aqra’ bin Haabis at-Tamimiy lagi duduk, maka berkata Aqra’, “Saya mempunyai sepuluh orang anak tidak pernah saya mencium seorangpun di antara mereka”.

Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kepada Aqra’ kemudian beliau bersabda: “Barangsiapa yang tidak penyayang pasti tidak akan disayang”[23].

[HR Bukhori]


ada kisah lain :

“Ayah mau ke mana?”
Seorang anak berusia tiga tahun bertanya ke ayahnya.
“Ayah mau ke Pekalongan.”
“Naik apa yah?
“Naik bus.”
“Nanti ditangkap polisi lo yah.”
“Lo memang kenapa, kan ayah tidak salah, kok ditangkap.”
Sebentar si anak nampak berpikir.
“Nanti dihadang buaya lo yah.”
“Wah ya tidak ada buaya dong. Kan ayah naik bus.”
“Nanti di jalan ada embek (kambing) lo yah?”

Dialog di atas berlangsung sekitar sebulan lalu, ketika saya berada di rumah seorang teman. Saya melihat obrolan itu berjalan begitu lancar. Betul-betul layaknya dialog dua orang dewasa.
Terlihat dengan jelas, betapa teman saya ini telah berhasil membuat anaknya merindukan ayahnya ( “kecanduan”), sehingga anaknya tidak mau ditinggal pergi ayahnya. Tapi uniknya, si anak menahan ayahnya pergi tidak dengan rengekan atau tangisan, melainkan menakut-nakuti.
Jadi ayahnya dianggap teman sebayanya yang bakal takut dengan polisi, buaya dan kambing.  Dan setelah dijawab dengan jawaban yang masuk akal dan nada bicara yang menarik, si anak mau menerima.
“Tapi, nanti kalau pulang aku dibelikan oleh-oleh lo yah,” katanya sambil melepas ayahnya pergi.
Penasaran dengan kejadian tersebut, saya pun bertanya ke teman saya, apa saja yang ia lakukan sehingga anaknya, meskipun baru berusia tiga tahun dan “adiktif” kepada ayahnya, tapi sudah bisa diajak negosiasi dan berpikir rasional.  
Menurut teman saya, ada empat hal yang sering ia lakukan kepada anak-anaknya. Kebetulan teman saya ini memiliki tiga putra, dan semuanya adiktif padanya.
Pertama, : BERIKAN PERHATIAN KHUSUS
harus ada waktu khusus yang dihabiskan hanya berdua. Jadi misalnya saat Sabtu pagi, ia hanya mengajak putranya nomor satu pergi ke pasar, berbelanja bahan masakan sekaligus membeli jajanan pasar.
Sepanjang perjalanan, ia mengajak bicara si anak. Lain waktu ia mengajak anaknya yang nomor dua, mengantar ke tukang potong rambut, setelah itu mampir ke mini market, menawarkan kepada si anak, apa yang ingin dibeli. Peristiwa ini menjadi metode bounding atau membangun kedekatan khusus antara orang tua dan masing-masing anak.  Tiap anak kemudian merasa diistimewakan oleh orang-tuanya. Dan ini mampu meningkatkan penghargaan anak atas kehadiran dirinya.
Kedua, : JADILAH SAHABAT MEREKA
saat berbicara diikuti pula dengan gesture atau bahasa tubuh yang hangat, akrab dan membahagiakan. Misalnya, saat berbicara dengan anaknya yang masih berusia tiga tahun, ia akan jongkok, sehingga mukanya dengan muka anaknya berada di ketinggian  atau garis yang sama.
Anak tidak harus mendongak saat berbicara. Selain itu, tangannya juga sambil mengelus pipi dan kepala si anak, termasuk pelukan, sehingga perasaan anak pun menjadi nyaman, terlindungi dan meningkatkan rasa percaya mereka kepada orang tua.
Ketiga, : HADIAH
saat pulang dari bepergian, teman saya ini hampir selalu membawa oleh-oleh atau buah tangan. Tidak harus masing-masing anak mendapat satu macam oleh-oleh, tapi bisa juga cukup dengan satu macam oleh-oleh, tapi dalam jumlah yang agak banyak, sehingga jika dibagi ke semua anggota keluarga tetap cukup.  
Buah tangan itu memberikan kesan kepada anak bahwa orang-tuanya peduli, di saat jauh dari mereka pun, orang tua masih mengingatnya dan menyempatkan diri untuk membeli oleh-oleh.
Keempat, : KEAKRABAN
saat di rumah, teman saya ini pintar menciptakan suasana gembira. Satu di antaranya dengan sering bercerita lucu atau memberi pertanyaan tebak-tebakan ke semua anak-anak, dengan janji jika ada yang berhasil menjawab, akan mendapatkan hadiah. Anak-anak juga bergantian melontarkan pertanyaan. Dengan begitu, terjadilah komunikasi timbal balik yang intens.
Sumber :
Sahabat pendidikan Kemendikbud


Tidak ada komentar:

Posting Komentar