Minggu, 11 Maret 2018

[MENGKERAMATKAN KUBURAN]

1.    Awalnya semua manusia mentauhidkan Allah ta’ala :

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ

Dulunya manusia adalah umat yang satu (di atas Islam). Kemudian (setelah mereka berselisih) Allah mengutus Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan Allah menurunkan al-Kitab secara haq bersama para Nabi itu. Agar Nabi menetapkan hukum di antara manusia berdasarkan Kitab tersebut dalam hal-hal yang mereka perselisihkan…(Q.S al-Baqoroh ayat 213).

2.    Awal pertama kali kesyirikan di muka bumi karena mengkeramatkan kuburan orang shalih.

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Dan mereka (pembesar-pembesar kaum Nuh) berkata: Jangan sekali-kali kalian meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian. Jangan sekali-kali kalian meninggalkan Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr (Q.S Nuh ayat 23)
Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menyatakan:

أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ

(Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr) itu adalah nama-nama orang-orang Shalih dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal, syaithan membisikkan kepada kaum mereka agar membuatkan monument/ patung di tempat-tempat yang mereka biasa duduk dan memberi penyebutan monumen-monumen itu dengan nama-nama mereka. Maka mereka (kaum Nuh) melakukan hal itu. (waktu itu) monumen/ patung itu belum disembah. Hingga saat generasi pembuat monumen itu telah meninggal, dan ilmu terhapus (hilang orang-orang berilmu), maka monumen-monumen itu kemudian disembah (diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahihnya).

3.    Bentuk-bentuk pengkeramatan kuburan yang terlarang :
a.    Menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah :

أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Dari Jundab, dia berkata: Lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, aku mendengar beliau bersabda: Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dahulu telah menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid-masjid! Ingatlah, maka janganlah kamu menjadikan kubur-kubur sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang kamu dari hal itu!” (HSR. Muslim no:532).

b.    Menjadikan kuburan tempat wisata :

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, niscaya akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud)

c.     Membangun kuburan :

عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul Hayyaj Al Asadi, ia berkata, “‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Sungguh aku mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mengutusku dengan perintah tersebut. Yaitu jangan engkau biarkan patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan biarkan kubur tinggi dari tanah melainkan engkau ratakan.” (HR. Muslim no. 969).

d.    Mengecat dan menulis kuburan

Berdasarkan hadits Jabir, berkata:

نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن يجصص القبر وأن يقعد عليه وأن يبنى عليه وأن يكتب عليه
“Nabi sallallahu alaihi wa sallam melarang mengapur kuburan, mendudukinya, membangun dan menulis di atasnya.”

Ibnu majah 1552





Tidak ada komentar:

Posting Komentar