Senin, 02 Oktober 2017

Mengelola Amarah



SAHABAT KELUARGA AL FALAH
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang sahabatnya,
لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ.
Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga
[Shahih Ibni Hibban]

Makna dari hadits diatas adalah : agar kita mampu mengendalikan amarah dan mampu mengelolanya dengan baik, agar tidak terjatuh dalam keharaman.
Bukan berarti larangan marah secara mutlak, karena Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- juga pernah marah.

Menurut ahli kejiwaan :

“Untuk setiap menit Anda marah, maka Anda telah kehilangan enam puluh detik kebahagiaan.” -- Ralph Waldo Emerson
Namanya anak-anak, tentu tidak selamanya mereka berperilaku manis. Kadang ada saja aktivitas atau perilaku mereka yang membuat kita, sebagai orangtuanya tersulut amarah. Misalnya rengekan ingin segera dibuatkan minum. Atau tangisan lantaran permintaan tidak segera dipenuhi atau sebab lainnya. Pada saat kita memarahi anak, mungkin kita merasa puas, tapi setelah itu pasti orang tua akan merasa menyesal.
Jadi kemarahan sebenarnya hanya luapan emosi sesaat. Karena itu, kita harus betul-betul waspada terhadap 2-3 detik pertama saat akan marah.  Jika di waktu yang sangat pendek tersebut kita bisa mengendalikan emosi, maka kemarahan kita dapat dikendalikan, sehingga akibat negatif kemarahan (bisa berupa teriakan, pukulan, atau lemparan), dapat dikurangi.
Hal yang perlu diketahui, bahwa luapan kemarahan orang tua terhadap anak dapat berakibat buruk pada perkembangan jiwa dan otak mereka. Tapi jika memang kemarahan tidak bisa ditahan, berikut ini beberapa kiat  mengelola rasa marah, sehingga tidak sampai meledak!
Pertama, 
Melakukan terapi doa, minta perlindungan kepada Allah ta’ala.
Diriwayatkan dari Sulaiman bin Shurad Radhiyallahu anhu, ia berkata:
Kami sedang duduk bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba ada dua orang laki-laki saling mencaci di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang dari keduanya mencaci temannya sambil marah, wajahnya memerah, dan urat lehernya menegang, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh, aku mengetahui satu kalimat, jika ia mengucapkannya niscaya hilanglah darinya apa yang ada padanya (amarah).
Seandainya ia mengucapkan,

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
(Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk)”.
[HR Bukhari Muslim]


Kedua, 
melakukan terapi bersifat fisikal. Yaitu jika saat marah Anda dalam kondisi berdiri, segera duduk. Jika masih marah, segera tiduran. Jika tetap marah, segera ambil air,  basuhlah muka Anda. Kalau Anda muslim, bisa sekalian berwudu. Jika hawa amarah masih memanas, teruskan dengan salat.
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ ، وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ.
Apabila seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk; apabila amarah telah pergi darinya, (maka itu baik baginya) dan jika belum, hendaklah ia berbaring.
[Shahih Imam Ahmad]
Ketiga, 
untuk sementara hindari sumber amarah. Caranya bisa dengan menyingkir dari lokasi awal tersulutnya amarah. Anda bisa sementara waktu menyendiri di kamar, melakukan kegiatan fisik (menyapu, lari-lari, atau melompat-lompat). Seperti kisah antara Ali dan Fatimah saat ada pertengkaran antara keduanya [ HR Bukhori ]
Keempat
jika memang rasa amarah sudah tak tertanggungkan, berusahalah untuk sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata, karena hal itu bisa melukai perasaan anak-anak. Mengapa sebaiknya marah tanpa kata-kata? Karena pada saat emosional,  kata-kata yang keluar dari mulut seseorang cenderung kotor dan tidak terkontrol.
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ.
Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.
[ Shahih Imam Ahmad ]
Kelima, 
agar amarah tidak menjadi kekerasan fisik, mulai dari piring terbang, gelas melayang, kursi terlempar, Anda harus menghindari benda-benda yang dapat dibanting dan mudah pecah. Karena jika seseorang sedang marah biasanya cenderung ingin melempar dan membanting sesuatu yang berada di dekat kita.
Keenam
dalam keadaan marah yang sudah benar-benar mendidih, segeralah lari ke kamar mandi. Benamkan kepala Anda ke dalam bak mandi, dan berteriaklah sekeras mungkin saat mulut masih di dalam air, sehingga teriakan itu tidak terdengar oleh orang lain.
Karena amarah berasal dari syaithon dan syaithon diciptakan dari api, bisa dikalahkan dengan air.
Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:
عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu
[sanadnya jayyid : Syaikh bin Baz]

Setelah emosi mereda, dekati anak-anak. Peluk mereka. Tatap matanya dalam-dalam. Hapus airmatanya. Usap lembut kepalanya. Berlapangdadalah untuk saling maaf memaafkan, biar hati kita dan anak-anak kembali menjadi hati yang lembut. Nyatakan dengan ucapan yang santun dan penuh kasih sayang, karena kemarahan yang teramat sering akan membuat jiwa anak menjadi keras dan cenderung melawan.
Ingat satu nasihat dari penyair masyhur Kahlil Gibran: “Jika Anda adalah gunung berapi (gampang marah), bagaimana Anda akan mengharapkan bunga (anak-anak) untuk mekar (keceriaan dan bahagia)?”

Sahabat pendidikan Kemendikbud


Tidak ada komentar:

Posting Komentar