Rabu, 03 Mei 2017

Fiqh Perijinan Seorang Guru

FIQH PERIJINAN

DI LEMBAGA PENDIDIKAN AL FALAH

          Kehadiran dan kedisiplinan seorang guru dalam mengajar merupakan salah satu faktor terpenting  penentu kesuksesan sebuah pendidikan. Oleh sebab itu perlu ada panduan dan penjelasan yang gamblang berkaitan dengan aturan perijinan, berdasarkan hukum syariat berdalilkan Al Qur’an dan sunnah, untuk mencapai fiqh (pemahaman) yang benar dan dalam rangka mendapatkan kebaikan bersama.
( مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ )

“Barang siapa yang Allah inginkan baginya kebaikan maka Allah berikan kepadanya pemahaman permasalahan agama”.

1)   Profesi sebagai guru, sebagai pengajar dan sebagai dai, hukumnya asalnya adalah “fardhu kifayah”, berdasarkan perintah Allah ta’ala
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
Ajaklah manusia menuju jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasehat yang baik [An Nahl 125].

2)   Jika seseorang guru telah masuk dalam suatu lembaga pendidikan maka hukumnya adalah “fardhu ‘Ain” untuk masuk dan datang mengajar sesuai dengan aturan dan jadwal yang telah disepakati bersama.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Wahai orang-orang yang beriman, laksanakanlah kesepakatan-kesepakatan kalian” [Al Maidah 01]

3)   Seorang guru juga sebagai seorang suami “fardhu ain” dalam tanggung jawab keluarganya atau sebagai seorang istri “fardhu ain” dalam memberikan khidmat bagi suaminya dan juga “fardhu ain” dalam berbakti kepada kedua orang tuanya.

4)   Wajib untuk mampu men”JAMAK” MENGGABUNGKAN dan melaksanakan keduanya dengan sebaik baiknya antara 2 “fardhu ain” antara KEWAJIBANNYA DI RUMAH dan KEWAJIBANNYA DI SEKOLAH tanpa MEMPERTENTANGKAN antara keduanya dan tanpa mengabaikan salah satunya dengan alasan melaksanakan yang lainnya.

5)   Jika terjadi keadaan yang bertentangan antara “fardhu ain” di rumah dengan “fardhu ain” di rumah dan tidak mampu di “JAMAK” maka harus di “TARJIH” pilih yang lebih ditekankan kewajibannya dan berusaha tetap memberikan hak bagi yang lain.

Contohnya : jika ada istri seorang guru sakit, maka boleh bagi seorang guru, absen tidak masuk sekolah, dengan tetap memberikan tugas kepada murid-murid.

Jika mampu untuk di JAMAK maka dilakukan, contohnya ada anak ustadzah sakit, maka wajib bagi seorang ustadzah untuk memeriksakan ke dokter, boleh baginya untuk terlambat datang ke sekolah, setelah selesai pemeriksaan dan anak bisa di rawat suami di rumah, maka hendaknya ustadzah tersebut tetap datang ke sekolah walaupun terlambat.

6)   Hukum ta’ziah, menghadiri undangan pernikahan (njagong), menjenguk orang lain (bukan keluarga) sakit adalah “Fardhu Kifayah” maka sikap seorang guru yang benar adalah “MENJAMAK” dua kewajiban tersebut dan dua kebaikan tersebut.

 Contohnya : njagongnya pada waktu libur sekolah, hari Jumat atau Ahad, atau njagong saat jam istirahat atau saat jam kosong tidak mengajar, atau menjenguk orang sakit setelah selesai mengajar dan tetap hadir di sekolah, mengajar dengan baik.

7)   Tidak boleh mendahulukan “FARDHU KIFAYAH” ta’ziah, njagong daripada “FARDHU ‘AIN” mengajar siswa di sekolah.

8)   Tugas bagi siswa wajib diberikan kepada siswa, saat guru berhalangan hadir.

9)   Hal-hal yang lainnya bisa dimusyawarahkan kepada Kepala Sekolah masing-masing unit dan berdasarkan kebijakan mereka.

10)       Baarakallahu fiikum....






Tidak ada komentar:

Posting Komentar