Selasa, 05 Desember 2017

UNTUK  ALLAH  TA’ALA

Kita hidup di alam dunia tujuan kita yang utama adalah untuk beribadah kepada Allah ta’ala. Akan tetapi terkadang dalam beribadah kepada Allah kita menghadapi ujian, cobaan, kesusahan  dan rasa berat.
Salah satu bentuk perintah dan ibadah kepada Allah ta’ala yang susah dan berat untuk dikerjakan adalah ibadah dalam bentuk ketaatan kepada para pemimpin, kepada para penguasa, kepada pemerintah.

Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan ulil amri diantara kalian.” (QS. an-Nisaa’: 59)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan: Yang dimaksud dengan ulil amri adalah orang-orang yang Allah wajibkan untuk ditaati yaitu penguasa dan pemerintah. Inilah pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama salaf/terdahulu dan kholaf/belakangan dari kalangan ahli tafsir maupun ahli fikih dan selainnya.

Terlebih lagi jika kita melihat kekurangan pemimpin kita, keadaan para pejabat pemerintah yang banyak terjatuh dalam dosa, kemaksiatan dan kedzaliman kepada para rakyatnya.

Akan tetapi kita sebagai seorang muslim harus senantiasa tunduk, patuh dan merendah kepada dalil Al Qur’an dan Sunnah.
Kita berjalan dan melangkah jika dalil memerintahkan kita untuk berjalan.
Dan kita berhenti jika dalil memerintahkan kita untuk berhenti.

Kita sebagai seorang muslim taat kepada pemerintah, karena semata-mata melaksanakan ketaatan kepada Allah ta’ala.

مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي.
“Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah, barangsiapa yang taat kepada pemimpin  (yang muslim) maka ia taat kepadaku dan barangsiapa yang maksiat kepada pemimpin, maka ia maksiat kepadaku.” [ HR Bukhori Muslim ].
maka hendaknya seorang muslim mengharap pahala dari Allah dengan taat kepada pemerintah, seperti dia berharap pahala dengan ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah -ibadah lainnya.

Kita sebagai seorang muslim ahlus sunnah taat kepada pemerintah bukan basa-basi kepada mereka,
Kita taat kepada pemerintah bukan berarti menjilat mereka.
Kita taat kepada pemerintah karena semata-mata melaksanakan perintah Allah dan patuh terhadap sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
عَلَيْكَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرةٍ عَلَيْكَ
“Hendaknya engkau tetap mendengar dan taat kepada pemimpin dalam keadaan susah ataupun senang, dalam keadaan rela ataupun terpaksa, bahkan sekalipun dalam keadaan dia bertindak sewenang-wenang terhadap kalian.” 
(HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Walaupun mereka berbuat dhalim, walaupun mereka berbuat sewenang-wenang,
Umat Islam ahlus sunnah akan memberikan sikap yang terbaik kepada mereka...

يا نبي الله "، ارأيت إن قامت علينا أمراء يسألونا حقهم، ويمنعونا حقنا، فما تأمرنا؟ فأَعرضَ عنه، ثم سأله، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : اسمعوا وأطيعوا؛ فإنما عليهم ما حُملوا، وعليكم ما حملتم)
رواهُ مسلم

 Wahai Nabi Allah, bagaimana menurut pendapatmu, jika berkuasa atas kami para pemimpin yang menuntut hak mereka atas rakyat, tetapi tidak memberikan hak rakyat, apa yang Engkau perintahkan kepada kami ? Rasulullah berpaling darinya, kemudian orang tersebut bertanya lagi, maka berkatalah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :
 “ Tetap dengar dan taatilah mereka....sesungguhnya mereka akan menanggung dari perbuatan mereka, dan kalian akan menanggung perbuatan kalian. [ HR Muslim ] 

« يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».

Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim no. 1847. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykah Al Mashobih, 15/343, Maktabah Syamilah)

Sikap para ulama dalam melaksanakan perintah pemimpin :

·         Kisah Ammar bin Yasir berkaitan dengan hadits bolehnya tayammum bagi orang yang junub, Ammar pernah mendengar hadits tersebut dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi Amiirul Mukminin Umar lupa hadits tersebut.
Umar berkata :”Bertaqwalah kepada Allah wahai Ammar “. –hati-hati dalam menyampaikan hadits-
Ammar berkata : “Jika Engkau inginkan.... aku tidak akan menyampaikan hadits tersebut     [ HR Muslim 368 ].

·         Kisah Abu Hanifah saat dilarang oleh penguasa untuk berfatwa, pada saat putrinya bertanya tentang perkara agama, maka jawab Abu Hanifah : “bertanyalah kepada saudaramu Hammad, karena pemerintah melarangku untuk berfatwa”.
Mari kita renungkan sikap Ammar bin Yassir dan Abu Hanifah diatas, menyampaikan hadits dan menyampaikan ilmu agama adalah sesuatu yang sangat dianjurkan (disunnahkan) bahkan bisa sampai tingkat kewajiban, tetapi jika pemerintah melarang maka kepentingan dan maslahat umum lebih di dahulukan daripada maslahat pribadi.

ALLAHU TA’ALA A’LAM
Abul Hasan Ali Cawas




Tidak ada komentar:

Posting Komentar