Senin, 11 Desember 2017

 PEDOMAN PENTING DALAM MEMAHAMI HUBUNGAN ANTARA AL QUR’AN DENGAN SUNNAH


Diriwayatkan dari Makhul, ia berkata : 
“Al-Qur’an lebih membutuhkan As-Sunnah daripada As-Sunnah membutuhkan Al-Qur’an”,
 diriwayatkan oleh Said bin Mansur.
Diriwayatkan dari Yahya bin Abu Katsir, ia berkata :
 ‘As-Sunnah memutuskan (menetapkan) Al-Qur’an dan tidaklah Al-Qur’an memutuskan (menetapkan) As-Sunnah”, 
diriwayatkan oleh Ad-Darimi dan Said bin Manshur.
Al-Baihaqi berkata : “Maksud dari ungkapan di atas, bahwa kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur’an adalah sebagai yang menerangkan sesuatu yang datang dari Allah, sebagaimana firman Allah.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”. [An-Nahl/16 : 44]
Bukan berarti bahwa sesuatu dari As-Sunnah bertentangan dengan Al-Qur’an, karena sunnah yang shahihah tidak mungkin bertentangan dengan Al Qur’an dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin dan tidak berani menentang Al Qur’an.
Allah ta’ala berfirman,
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan dia tidaklah berbicara dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada lain adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (QS. An Najm: 3-4)

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ (44) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (45) ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (46) فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ (47) وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (48)
Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan kedustaan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu. Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. [Al Haaqah 44-47]

Seorang ulama tabiin, Hassan bin Athiyah pernah mengatakan,
كان جبريل ينزل على النبي صلى الله عليه وسلم بالسنة كما ينزل عليه بالقرآن
Jibril turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa sunnah sebagaimana Jibril turun kepada beliau dengan membawa al-Quran. (HR. ad-Darimi dalam Sunannya no. 588 & al-Khatib dalam al-Kifayah no. 12).

Dengan demikian tidak mungkin terjadi kontradiksi antara Al-Qur-an dengan As-Sunnah selama-lamanya.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada Kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga. Sebagaimana Allah mengabarkan kepada kita dalam firman-Nya :
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ َ صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ أَلَا إِلَى اللَّهِ تَصِيرُ الْأُمُورُ
“…Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.” [Asy-Syura: 52-53]
Fungsi Hadits Rasulullah SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu bermacam–macam. Imam Malik bin Anas menyebutkan lima macam fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba’ts, bayan al-tasyri’.

Agar masalah ini lebih jelas, maka dibawah ini akan di uraikan satu per satu :

  1. Bayan Taqrir
Bayan al-taqrir : Yang dimaksud dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Bukhari dari Abu Hurairah, yang berbunyi sebagai berikut:
قَالَ رَسُلُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَتُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Artinya: “Rasulullah s.a.w telah bersabda: Tidak diterima shalat seseorang yang berhadas sebelum ia berwudhu”. (HR. Bukhari).
Hadis ini mentaqrir QS Al-Maidah (5):6 mengenai keharusan berwudhu ketika seseorang akan mendirikan shalat. Yang artinya:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki……” (QS. Al-Maidah (5): 6).

  1. Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan al-tafsir adalah kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rinciaan dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhsish) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum.
Sebagai contoh,
·         merinci ayat yang global :
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Artinya: “Shalatlah sebagaimana engakau melihat aku shalat”. (HR. Bukhari).
Salah satunya ayat yang memerintahkan shalat adalah:
Artinya: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku” . (QS. Al-Baqarah (2): 43).
·         Memberi kekhususan ayat yang umum

Surat al-Maidah ayat 3 tentang darah yang diharamkan, yaitu:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ (المائدة:3)
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah  daging babi…”
Rasulullah SAW bersabda tentang halalnya dua bangkai dan dan dua darah :
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَال
Telah dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dua darah itu adalah hati dan limpa. (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)

  1. Bayan at-Tasyri’

Yang dimaksud dengan Bayan Al-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an, atau dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja.
Hadits-hadits Rasulullah yang termasuk kedalam kelompok ini diantaranya hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara isteri dengan bibinya),
صحيح البخاري (16/ 63)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا وَلَا بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang wanita tidak boleh dimadu dengan bibinya baik dari jalur ibu atau ayah.” (H.R.Bukhari)
  1. Bayan al-Nasakh
Ketiga bayan yang pertama yang telah diuraikan di atas disepekati oleh para ulama, meskipun untuk bayan yang ketiga ada sedikit perbedaan yang terutama menyangkut defenisi (pengertian) nya saja.hadits yang berbunyi :
لاَ وَصِيَةَ لِوَارِثٍ
Artinya:  “ tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Hadits ini menurut mereka menasakh isi firman Allah SWT :

Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah (2): 180).

Dari keterangan ini menunjukkan bahwa memang ada hukum2 Islam yang ada didalam Sunnah tetapi tidak ada didalam Al Qur'an, dan seperti itu bukan berarti As Sunnah bertentangan dengan Al Qur'an, tetapi menjelaskan dan menjabarkan Al Qur'an, karena Al Qur'an adalah pedoman pokok, perlu ada penjabaran.
dan sunnah adalah wahyu dari Allah ta'ala sama dengan Al Qur'an, jadi tidak mungkin bertentangan antara Al Qur'an dan Sunnah yang shahihah, karena semua berasal dari Allah ta'ala.

Allahu a'lam

abul hasan ali cawas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar